Hujan mengguyur kota dengan amat deras. Padahal tadi langit tampak begitu cerah, tak menunjukkan pertanda akan hujan. Pelangi memutuskan untuk pergi ke bangku dekat taman di dekat gedung jurusannya, sambil membuka jurnal yang ia miliki.
Gadis itu menatap langit yang kini minitikan air mata. Biasanya sebentar lagi akan muncul pelangi. Layaknya nama yang ia sandang, ia sangat amat menyukai pelangi. Apalagi warna-warnanya, menurutnya pelangi itu sama seperti dirinya. Meskipun banyak perbedaan di sekelilingnya tetapi ia mampu membuat semuanya berakhir indah.
Apalagi kisah cintanya, ia juga berharap berakhir indah!
Hari ini ia lupa tidak membidikkan kamera ke arah Gifta. Rupanya Pelangi masih kesal dengan kejadian tadi. Ia mengerucutkan bibirnya kesal, sepertinya hari ini ia akan absen tidak berkunjung ke percetakan Bang Rahmad.
Tidak!
Bukan itu!
Itu hanya alibinya!
Sebenarnya ia kesal karena hari ini ia akan men-skip jurnalnya. Padahal hampir 6 tahun ini ia tidak pernah barang sehari saja meninggalkan isi di jurnalnya, lihatlah bagaimana usangnya jurnal ungu miliknya.
Hujan semakin deras, Pelangi sedikit menyesal karena menolak ajakan Bina untuk segera pulang. Pelangi memilih untuk tetap tinggal di kampus menunggu hujan benar-benar reda. Nyatanya malah semakin deras, apalagi banyak teman-temannya yang sudah meninggalkan sekolah. Hanya ada dia dan beberapa anak hima jurusan satra yang sedang rapat.
Pelangi masih betah duduk disana sambil menatap lurus kedepan. Kini ia merasa pusing dengan fikirannya. Jika fikiran Pelangi di gambarkan dengan sebuah benang maka benang itu akan membentuk lingkaran dengan tali benang yang kemana-mana tak tentu arah.
Moodnya benar-benar kacau hanya karena melihat adegan Gifta yang tak ingin ia lihat.
"Hahaha!" Pelangi menoleh kala suara yang tak asing di tangkap oleh indra pendengarnya. Benar saja! Gifta dan para sahabatnya sedang berjalan dari ujung lorong. Gadis itu terkejut karena baru kali ini ia melihat gerombolan Gifta melewati gedung fakultasnya.
Buru-buru Pelangi pura-pura tak melihatnya, ia menutup jurnalnya mengganti dengan novel yang ia bawa. Pelangi seolah sibuk membaca novel, padahal ia tidak benar-benar membacanya. Gifta dan para sahabatnya semakin berjalan mendekati Pelangi.
Bukan masalah Pelangi takut dengan Geng penindas itu, hanya saja ia tak ingin ada masalah dengan manusia-manusianya. Pelangi tidak ingin menjadi sorotan satu kampus, apalagi berurusan dengan mahasiswa teknik, ia ingin hidup normal-normal saja. Meskipun ia menyukai Gifta, ia lebih memilih mencurahkan di jurnal yang ia khususkan untuk laki-laki tersebut.
Gifta dan dua orang sahabatnya berjalan melewati Pelangi. Pelangi diam saja, toh memang Gifta tidak mengenalnya. Wajar saja dia berjalan begitu saja tanpa melirik Pelangi.
Saat tiga orang tersebut sudah berjalan agak jauh darinya, buru-buru Pelangi mengambil camera yang ia simpan di dalam tasnya setelah itu dengan gesit ia membidikkan camera kearah Gifta.
Dan..
SPASLH!
Flash cameranya menyala, sontak tiga lelaki itu menoleh. Pelangi cepat-cepat berdiri dari duduknya.
"Hei tunggu!" teriak Ziro. Seketika tubuh Pelangi menegang, peluh menetes dari wajahnya.
"Mampus lu La!" makinya lirih. Pelangi memutar tubuhnya pelan, ia cemas, gadis itu tak tau sebentar lagi apa yang terjadi dengan nya.
Pelangi dan tiga lelaki itu berjarak tak jauh, Gifta, Ozil, dan Ziro berjalan mendekatinya. Jantung Pelangi berdegub kencang, ia meremas bagian samping celana bahannya. Fikiran Pelangi sudah liar kemana-mana, ia membayangkan besok pagi fotonya sudah tertempel di mading jurusannya dan setelah itu ia akan menjadi bulan-bulanan tiga manusia ini. Pelangi tidak mau itu! Ia hanya ingin menamatkan pendidikan sarjananya seperti mahasiswa-mahasiswa lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jurnal Pelangi (COMPLETED)
Подростковая литератураMenikah karna salah paham? Itu tidak ada di list hidup Pelangi. Ya meskipun si cowok adalah sosok yang selama ini ia idam-idamkan. Bukan bahagia, malah semakin runyam hidupnya. "Lo harus nikah sama gue!" ujar Gifta santai. Pelangi mendelik untung s...