1.1

3.2K 344 54
                                    

Balkon dengan pemandangan warna warni lampu kota dari kejauhan menjadi pilihan Hyunjin. Dia cukup tau banyak mengenai rumah besar itu karena ayahnya lumayan sering menghadiri undangan dari keluarga Kim Junmyeon. Dan terkadang pun dia harus ikut meski sebenarnya Hyunjin itu tipe orang yang tidak terlalu suka keramaian.

Lagipulaㅡ

"ㅡOm Junmyeon itu teman dekat ayahku." Buka Hyunjin setelah hening yang cukup lama, "Mereka sudah berteman sejak kuliah semester awal." Lanjutnya.

Kini mereka berdua tengah berdiri di ujung balkon dengan kedua tangan menumpu di pembatas. Angin semilir yang cukup dingin menerbangkan pelan anak rambut mereka. Jeongin mengangguk, akhirnya paham kenapa Hyunjin seperti mudah sekali melakukan apapun disini.

"Kalau tak salah lihat, kau tadi datang bersama Christoper, pengusaha muda yang terkenal itu?"

"Y-ya."

"Maaf lancang menanyakan ini, tapi aku penasaran. Kau ituㅡsiapanya?"

Yang ditanyai terdiam, bingung harus menjawab apa. Tapi seketika Jeongin ingat ucapan Bangchan,

"K-kekasih."

"Oh.." Hyunjin mengangguk paham.

Kemudian mereka saling diam lagi. Adalah hal wajar untuk tidak membagi terlalu banyak topik karena mereka baru saling kenal. Dan kebetulannya, mereka berdua bukan tipe orang yang banyak bicara.

"H-Hyunjin."

"Hm?" Hyunjin menoleh kesamping, menemukan wajah cantik dengan pipi gemuk  bersemu merah muda efek kedinginan. Dia tersenyum tipis lalu melepas jasnya, menyampirkan kain lebar itu ke pundak sempit Jeongin.

"E-eh, t-tidak u-usah, n-nanti H-Hyunjin k-kedinginan."

"Bukan masalah." Jawab Hyunjin seraya mengedikkan bahu.

"T-terimakasih."

Hyunjin menggumam, "Izinkan aku bertanya satu hal lagi, apa kauㅡgagap?" Tanya Hyunjin hati-hati.

Si manis mengguk pelan, tangannya mengepal kecil hingga menggaruk permukaan pembatas.

"A-apa i-itu m-mengganggu H-Hyunjin?"

"Tidak, sama sekali tidak. Aku malah kagum dengan mereka, selalu punya usaha lebih bahkan untuk sekedar mengutarakan apa yang ingin mereka sampaikan. Lagipula aku sudah terbiasa bertemu dengan orang-orang sepertimu. Bahkan orang terdekatku, kakakku sendiri mengalami gagap."

"B-benarkah?"

"Ya. Dia mengalami pembully-an parah selama hampir 3 tahun di SMA dan tak pernah sekalipun membicarakannya pada kami. Kak Yeji sering kali pulang dengan keadaan lebam nyaris disekujur badan. Tentu dia selalu punya alasan untuk itu. Kak Yeji tidak melanjutkan kuliah karena mendapat gejala depresi akut dan gagapnya mulai muncul di tahun ketiga SMA."

"K-kenapa b-bisa b-begitu?"

"Entahlah. Aku tak mengerti jalan pikiran para pembully itu. Kata kakak, mereka menyiksanya karena kak Yeji berasal dari keluarga kaya yang sombong dan enggan berbaur. Padahal yang aku tau kak Yeji adalah wanita yang baik, sangat baik. Dan keluarga kami jelas tidak seperti apa yang mereka bicarakan." Hyunjin mendongak menatap langit malam yang dihiasi bintang samar-samar. Matanya terasa panas.

"Lalu s-sekarang b-bagaimana? A-apa k-kak Y-yeji s-sudah s-sembuh?"

Hyunjin menggeleng, "Dia sudah tenang di surga. Pagi itu kami menemukan kak Yeji tenggelam di bathtub kamar mandinya, lebih tepatnya menenggelamkan diri." Suara pria tampan itu bergetar.

despacito | chanjeong ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang