'Jika mengatakan kebenaran ternyata akan sesakit ini. Mungkin aku akan lebih memilih diam. Maaf aku, menyesal.'
***
...
Aku sama Ridho bahkan belum lama kenal, Ras. Gimana bisa kamu nyimpulin kaya gini?" Tanya Noe yang membuat Laras terdiam cukup lama.
Tiba-tiba laras kehilangan tenaga untuk melanjutkannya. Ia cukup tertekan dengan semua yang ia katakan. Namun masih mencoba terlihat baik saja.
Laras mencoba beranjak dari duduknya dan ingin segera meninggalkan tempat ini. Sepertinya ia butuh waktu untuk rehat sebentar.
Namun belum sempat ia melangkahkan kakinya, ia seakan tidak merasakan bumi lagi. Laras kehilangan kesadarannya.
Ya, mencoba untuk terlihat baik saja tidak semudah itu untuk dilakukan Laras. Dia mungkin bisa menutupi perasaannya tapi tidak untuk fisiknya. Laras lemah untuk yang satu ini.
Noe terkejut melihat Laras yang tiba-tiba jatuh tak sadarkan diri dihadapannya. Sementara hanya ada mereka berdua di tempat ini. Yang bisa terbilang jauh dari jalan umum.
Sebelum menghubungi Ridho. Noe sempat mencoba untuk membangunkan Laras, tapi kedua usahanya ini tidak ada yang membuahkan hasil. Laras belum sadarkan diri. Ridho pun sama sekali tidak mengangkat telfon nya.
Akhirnya satu-satunya yang dapat Noe hubungi dan segera menjemput mereka adalah Icut. Icut membawa mereka ke rumah sakit terdekat.
***
Rumah Sakit, 11.15 am
"Sayang, alhamdulillah kamu udah siuman. Ada yang sakit sayang? Mama panggil dokter yah." Suara itu menyambut, ketika Laras baru saja membuka matanya sambil mengelus pelan kepala Laras.
"Maa.." Panggil Laras, ketika wanita paruh baya ini ingin beranjak pergi.
"Iya, sayang?" Ia memutuskan kembali dan mengelus kepala Laras lagi.
Laras menarik napas cukup panjang lalu menghembuskannya cepat sambil tersenyum "Laras mau nanya sesuatu ma, boleh nggak?"
"Apa itu sayang?" Saut mamanya dengan tersenyum sambil mengelus pipi Laras pelan.
"Kapan mama mau jujur sama bang Ido?" Tanya Laras lalu mengangkat kedua alisnya diakhir kalimatnya.
"Jujur?" Tanya mama Laras kembali dengan sedikit mengerutkan keningnya.
Laras mengangguk lalu mengatakan "Bang Ido berhak tau ma."
"Tau apa, Ras?" Tanya seorang pria tampan yang baru saja memasuki ruang rawat Laras bersama Ayahnya. Ya, dia Ridho.
***
Sementara itu, sebelumnya Ridho pasti selalu dapat serangan karena telah lalai menjaga sang tuan putri.
"Kemana aja kamu? Adiknya sakit, malah orang lain yang bawa ke rumah sakit." Sentak Pria paruh baya ini dengan nada yang agak tinggi.
"Ido kuliah Pa, Ido ga sama Laras. Mereka temen-temen Laras, wajar kalau mereka yang anterin." Ucap Ridho yang masih berusaha sabar dengan ia yang disudutkan kembali, seperti biasanya.
"Mereka bilang, sudah hubungin kamu. Tapi ga diangkat." Sentaknya lagi dengan nada yang sama.
Namun Ridho hanya diam dan menunduk, karena ia memang tidak mengangkat telfon Noe. Beralasan pun tidak akan diterima oleh Ayahnya ini. Apapun yang terjadi sama Laras, itu kesalahan Ridho. Tidak bisa ditawar lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pagi dan Senin
Teen FictionLangit sedang hujan. Aku kembali berfikir, kenapa orang-orang begitu mengagumi hujan . Bahkan tulisan tentang hujan hampir tak terhitung jumlahnya. Dari sajak, puisi, novel, bahkan pantun. Tapi aku sama sekali tidak terfikirkan tentang itu. Yang kui...