Happy Rembulan Day.

270 26 30
                                    

Aku sampai rumah jam 9 malam. Keadaan rumah masih sepi. Mungkin Baba dan Bia belum pulang karena mobil Baba tidak ada di garasi atau sedang pergi bersama Bimaa. Setelah Samudra pergi meninggalkan rumahku, aku masuk kedalam rumah. Lampu rumah juga masih gelap menandakan tidak ada siapapun di rumahku. Aku menghiraukan keadaan rumah. Sudah hal yang wajar rumahku sepi dan gelap.


Masuknya aku ke dalam kamar, lampu kamarku gelap. Aku ingat, aku tidak pernah mematikan lampu kamarku. Walaupun aku meninggalkan kamar, aku tidak pernah mematikannya. Aku tidak suka gelap. Sampai akhirnya aku tau siapa pelaku yang mematikan lampu kamarku. Pelakunya sedang duduk di kursi meja riasku dengan kue ada di tangannya. Lilin yang sudah ia nyalakan. Dari api lilin itu, aku melihat senyumnya. Senyum kekecewaan. Sorot matanya pun menunjukkan kelelahan dan kesedihan tetapi ia tetap berusaha tersenyum.


Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"Happy birthday, Rembulan."


Aku meletakkan tas, juga jaket di balik pintu kamarku. Aku menghampirinya.



Fiyuh!



Aku meniup lilinnya. Ia kembali tersenyum.


"Makasih." Ucapku.


Ia meletakkan kue diatas meja rias. Ia pun berdiri di depanku. Tanpa meminta ijin, ia memelukku.


"Aku udah nungguin kamu dari sore." Ucapnya sembari melepas pelukannya.


"Kenapa nggak ngabarin?" Tanyaku.


"Aku mau kasih kamu surprise."


"Ohh..."


Aku teringat boneka dan bunga tadi pagi. Kalau Adlan memberi kejutan saat ini, berarti kado tadi pagi bukan dari dirinya. Lalu siapa yang mengirimnya?


"Kamu dari mana?" Tanyanya setelah kami sudah duduk di tepi kasurku.


"Tadi pergi sama temen." Jawabku.


Aku tidak ingin atau belum ingin memberitaukannya tentang Samudra. Aku ingin Adlan tau dengan sendirinya. Jujur saja, saat ini aku sedang merasa bersalah padanya karena sudah menungguku terlalu lama. Hari ini Samudra membuatku lupa diri karena ia membawaku pergi jauh dan membuatku merasa bahagia. Hanya Samudra yang berani membawaku pergi sejauh tadi. Adlan memang sering membawaku pergi, tetapi ia hanya membawaku masuk mall atau caffe atau ke tempat ia bersama teman-temannya. Aiihhh... mengapa aku membandingkan keduanya. Jelas saja, keduanya berbeda. Samudra memiliki pemikiran jauh lebih luas daripada Adlan yang bisa dikatakan lebih muda darinya.

Tinggal KenanganTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang