Gue Nolak Lo!

8 3 3
                                    

Hari ini kali pertama Chika datang kekantin SMA. Itupun karena paksaan Tina. Katanya, "Kak Aji suka nongkrong dikantin, Chik. Lo harus kekantin biar bisa deketin dia. Kemarin aja lo berani teriak buat nyemangatin kak Aji. Sekarang mah cuma kekantin doang harusnya berani." Dan Chika pun menyetujui hal itu, agar bisa mengenal Aji lebih jauh.

Chika bengong melihat ramainya kantin. Dia paling benci dengan keadaan yang ramai seperti ini. Berisik. "Na, aku balik ke perpus aja. Disini berisik, telinga aku jadi sakit." Dengan gerakan balik kanannya, Chika hendak meninggalkan kantin namun tertahan akan pernyataan Tina.

"Itu kak Aji, Chik." Tina menunjuk bagian pojok kantin yang berisikan tiga orang pria tengah mengobrol sambil memakan makannya.

Chika menoleh, lalu mengangguk dengan pasti. Kakinya melangkah kearea kantin dengan Tina disebelahnya. "Kak Aji!" Panggilnya saat ia dan Tina sudah berada di hadapan ketiga pria tadi.

Aji menoleh melihat kearah sumber suara. Bisikan mulai menyapa telinganya. Dengan senyum paksa Aji menbalas panggilan Chika. "Iya, kenapa dek?" Kedua temannya tersenyum manis pada Chika dan Tina. Tina pun sama tersenyum manis tapi Chika dengan wajah datarnya menatap tepat di kedua bola mata Aji.
"Mau duduk bareng kakak. Boleh?" Pertanyaan Chika langsung mendapat anggukan dari kedua teman Aji. Dengan segera Chika duduk dihadapan mereka bertika, Tina juga mengikuti yang dilakukan temannya itu.

Aji memakan makanannya dengan malas. Dia melirik sedikit pada Chika yang masih nenatapnya tak bergeming. "Anu. Dek, jangan natep gue kaya gitu." Aji berujar.

"Kenapa?" Tanya Chika.

Kedua teman Aji cekikikan melihat Aji yang seperti ketahuan maling dan Chika yang seperti kucing menatap ikan. "Kakak Ajinya malu, Chika sayang." Bagas menyahuti. Pria yang terkesan seperti badboy itu mengedipkan satu matanya pada Chika.

"Itu matanya kelilipan kak?" Tanya Chika melihat kedipan mata Bagas. Alhasil Bambang tertawa keras bahkan sampai memukuli meja karena jawaban Chika itu. Sedangkan Tina dan Aji hanya cekikikan kecil.

"Tina. Temen lo pinter banget dah." Ujar Bambang pada Tina. Belum sempat Tina membalas, Chika sudah terlebih dahulu membalas perkataan Bambang.

"Iya kak. Aku emang pinter. Ga pernah ga juara aku." Bangga Chika.

"Anjir. Malah pamer ni anak." Bambang mendengua tapi melanjutkan dengan tawanya. Bagas ikut tertawa.

"Kak Aji makannya diabisin dong. Mubazir buang-buang makanan." Chika yang melihat Aji mendorong piring berisi makanan itu langsung menyimpulkan bahwa Aji sudah selesai dengan makannya.

Aji menggeleng, "Ga nafsu lagi." Jawabnya. "Lo berdua kaga makan?" Tanya Aji melihat kearah Tina dan Chika.

Tina menggeleng menggumamkan kata 'kenyang' sedangkan Chika tersenyum tipis. "Aku udah makan bekal tadi kak."

Aji ber 'oh' menanggapi jawaban Chika. Telinganya mulai panas dengan ocehan yang dari tadi mengomentari dirinya dan Chika. Diliriknya sekilas adik kelasnya itu. Ekspresinya sama, masih datar tak perduli. Lalu dengan tajam Aji melirik pada anak-anak yang melihat kearahnya dan terang-terangan menggibahin dirinya dan Chika.

"Lo ga mau nanya soal Aji nerima lo apa engga, dek?" Bagas menuju topik yang paling ingin Aji hindari. Chika dengan sedikit kaget melirik pada Tina.

"Na. Aku lupa soal itu." Ujar Chika. Tina tersenyum sebelum membalas.

"Tanya gih sama kak Aji. Dia nerima lo apa nggak." Tina berbicara dengan volume yang hanya bisa didengar oleh mereka berdua saja. Chika mengangguk.

"Iya. Kak, gimana? Mau ga jadi pacar aku?" Chika yang memang suaranya tegas dan lugas membuat perkataannya itu bisa didengar oleh beberapa anak yang duduk disebelah mereka berlima.

Aji yang mendengar pertanyaan Chika dibuat naik darah karenanya. Bisik-bisik sekarang berubah menjadi arena tanya jawab. Pertanyaan tentang, 'Chika nembak Aji?'

Gebrakan meja membuat Tina, Bagas, Bambang dan seluruh kantin terdiam. Chika yang memang diam dari awal menunjukkan sedikit ekspresi kaget akan perbuatan Aji. "Lo! Ah! Bangsat! Lo bego apa emang oon sih! Lo ga ada harga diri apa? Nembak gue disini. Lo cewek anjir!" Aji mengeluarkan emosinya. Jari telunjuknya menunjuk tepat diwajah gadis dengan kacamata bulat itu.

"Idup gue tenang anjing sebelum lo neriakin semangat buat gue kemarin. Gue awalnya ga mau kasar ya sama lo! Gue hargai perasaan lo. Tapi, lo malah buat idup gue jadi bahan gibah anak-anak! Anjing banget lo!" Chika diam memperoses perkataan Aji. Bagas dan Bambang juga diam melihat temannya mengamuk. Kaget.

"Gue ga kenal lo, njing! Gue juga ga suka sama lo udik! Jauhin gue! Ngerti lo!" Aji berdiri dengan marah. Menatap tajam pada adik kelasnya itu. "Gue nolak lo!" Finalnya. Lalu dia pergi meninggalkan anak-anak yang masih diam akibat amukannya itu.

Bagas menggeleng menarik kembali kesadarannya. "Chika! Lo jangan makan hati ya! Aji lagi banyak pikiran aja. Biasanya dia ga gitu kok anaknya." Tenang Bagas pada Chika. Walau wajah anak itu tetap datar tapi matanya seperti akan menangis.

"Iya Chika. Lo ga usah mikirin omongan Aji. Dia lagi pusing aja. Dari kemarin pas lo nyemangatin dia, dia jadi bahan omongan orang. Makanya dia kesel." Imbuh Bambang.

Tina diam melihat Chika yang audah meneteskan air matanya dalam diam. Baru kali ini dia melihat Chika menangis.

"Aku kok dibilang bego? Akukan pinter." Chika menangis tanpa segukan. Air matanya terus mengalir. Tapi ucapannya itu membuat Bambang dan Bagas cengo. Sedangkan Tina menarik kedua sudut bibirnya menjadi garis lurus-_-

"Tina. Aku ga bodoh kan? Terus mendali sama piagam aku dirumah buat apa?" Chika menatap kosong tempat Aji tadi.

"Mbuhlah! Nyesel gue ngawatirin ni anak." Bambang yang kesal menarik rambutnya sendiri.

"Serah lo dah. Iye lo pinter kaga oon. Ga usah nangis." Bagas menenangkan Chika dengan wajah kesalnya.

"Tuhkan aku bilang apa. Aku ga bodoh. Dasar kak Aji emang aneh!" Bibir Chika mengerucut mencibir Aji.

"Bukan Aji yang aneh! Lo yang aneh!" Serempak Bambang dan bagas menjawab.

ChikaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang