Dua bulan yang lalu adalah sekarang.
Mata Belva Rhasandrina Mesi kembali memanas, lalu tak lama dua bulir air matanya lepas. Ia menangis dalam diam menatap nisan bertuliskan nama Al-Aidan. Laki-laki pekerja keras yang selalu meluangkan dua atau tiga malamnya setiap minggu untuk mengirimi Belva pesan. Meski Belva selalu kesal jika Aidan memulai perdebatan.
Aidan yang suka merokok,
Aidan yang suka travelling,
Aidan yang mandiri,
Aidan yang berubah menjadi seorang abang yang pengertian ketika Belva curhat,
Aidan yang selalu membuka google untuk mencari jawaban saat sudah lelah berdebat dengan Belva,
Dan, Aidan yang ternyata menanggung banyak beban semasa hidup.
Belva Rhasandrina Mesi menangis. Untuk yang kesekian kalinya menangis karena Aidan. Tangisannya yang pertama karena Aidan adalah, ketika ia tahu Aidan meninggal karena kecelakaan setelah satu jam sebelumnya masih berbalas pesan dengan Belva.
Belva Rhasandrina Mesi menangis. Menangis karena tahu, semasa hidup Aidan terlalu sering berpura-pura bahagia. Hingga akhirnya, Belva tidak suka orang yang berpura-pura bahagia.
Dua minggu yang lalu adalah sekarang.
Belva Rhasandrina Mesi menangis. Hari ini ia harus terbang menuju Jakarta. Tempat yang jauh dari kota kecilnya di Sulawesi. Belva harus rela, ketika orang tuanya harus pergi ke NTB dan tidak mengizinkannya untuk ikut.
Belva masih menangis. Dan dirinya membenci tangisannya sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Found a Way
Teen FictionSiapa yang tahu hati akan jatuh karena apa? Siapa yang tahu hati akan tersakiti sampai kapan? Siapa yang tahu apa isi di kepala seseorang kecuali orang itu sendiri? Siapa yang tahu apa yang dirasakan seseorang kecuali orang itu sendiri? Ini tentang...