Jennie mencolek pinggang Jeno. Menunjuk Jaemin dan Rosé yang berada di depannya mereka."Gue duluan yang turun. Nanti lo naik ke punggung gue lagi," kata Jaemin menahan Rosé yang baru akan berdiri.
"Gue bisa sendiri kok, Jaem. Ini enggak setinggi tadi," tolak Rosé halus.
"Iya. Emang enggak setinggi tadi. Cuman di bawah lebih banyak karang kecil dan enggak rata dasarnya. Dari pada kali lo luka, mending gue gendong kayak tadi." Jaemin berjalan mendahului Rosé.
"Tap--"
"Gue enggak bawa kotak pertolongan pertama milik gue. Dari pada kaki lo yang luka, mending gue aja." Potong Jaemin yang langsung diangguki oleh Rosé.
Jaemin turun dari kapal dengan perlahan. Saat turun, kakinya mencari pijakan yang menurutnya tidak terlalu berbahaya saat tubuh Rosé berada di punggungnya.
Rosé mengangkat gaunnya hingga sebatas paha. Naik ke atas punggung Jaemin dengan pelan. Barang-barang Jaemin sejak tadi masih berada di tangan Rosé dan posisi sekarang sama seperti saat berangkat.
"Pegangan yang kuat. Jalannya agak susah. Jadi, gue jalannya pelan-pelan."
Rosé mengangguk. "Kalau gue nyekek lo kasih tahu, ya. Takutnya gue terlalu kuat."
"Iya. Lo pegangan sekuat lo aja," balas Jaemin yang mulai berjalan dengan pelan. Meninggalkan Jeno dan Jennie yang tersenyum senang melihat keduanya.
Rosé mendengar suara Jaemin seakan menahan rasa sakit. Ada perasaan tidak enak saat mendengarnya.
"Ada yang sakit, Jaem?"
Jaemin menggeleng. "Enggak ada kok."
"Terus tadi kenapa lo kayak nahan sakit gitu? Kaki lo kena karang? Iya? Udah gue jalan sendiri aja enggak apa-apa, Jaem."
"Enggak apa-apa, Rosé. Paling kaki gue cuman ke gores. Lagian gue juga enggak tahu luka apa enggak. Udah, lo tenang aja."
Rosé mengangguk diam.
"Lagian lo lupa satu hal."
"Apaan, Jaem?"
"Gue ini anak kedokteran. Jadi, lo tenang aja."
Rosé tersenyum. "Sombong banget! Gue yang anak hukum biasa aja."
Tawa Jaemin pecah. Diikuti oleh Rosé yang tertawa. Dan dibelakang mereka, Jeno dan Jaemin saling memandang dan tersenyum melihat keduanya tertawa untuk kedua kalinya di depan mereka.
"By the way, lo kan anak hukum. Mau jadi pengacara apa jaksa nanti?" tanya Jaemin.
Rosé berpikir sejenak. Dan kemudian tersenyum. "Gue mau jadi pengacara seperti Ayah gue. Tapi, gue enggak mau kerja di firma hukumnya."
"Loh, kenapa?"
"Karena, kalau berada di satu firma, gue enggak bisa lawan Ayah gue sendiri," jawab Rosé.
"Kalau gue bisa lawan Ayah gue sendiri, itu gue bebas bantah dia terus-terusan. Soalnya gue enggak akan dapat dosa kalau bantah dia," lanjut Rosé.
"Lo tahu sendiri. Lo ngomong 'ah' aja ke orangtua lo sendiri aja udah dosa. Bagaimana lo cuman bilang 'entar', 'nanti', 'enggak', apalagi ngebantah? Udah otomatis lo dapat tambahan dosa dari catatan malaikan sebelah kiri lo, Jaem."
Jaemin menggeleng. Menahan senyumnya. "Sumpah! Tapi, niat lo buruk banget, Rosé."
Rosé tertawa. Entah bagaimana, ia memeluk Jaemin sedikit lebih erat.
"Itu namanya motivasi gue biar cepat lulus. Dan menjadi lawan Ayah gue lebih cepat."
Jaemin tertawa. "Motivasi apaan kayak gitu hahahaha ...."
"Namanya juga motivasi. Setiap orangkan motivasinya beda-beda. Nah, kalau lo mau jadi dokter apa setelah lulus nanti, Jaem?"
Jaemin mengentikan langkahnya. Melihat ke arah Rosé dan tersenyum. "Dokter anak."
Rosé melihat ke arah kedua manik mata Jaemin. Terlihat ada harapan dari perkataannya untuk dapat terwujud. Ia melihat ke arah manik mata Jaemin bukan hanya sekedar itu memastikan, tetapi Rosé benar-benar tidak bisa melihat senyum Jaemin. Entah apa yang menjadi alasannya.
"Dokter anak?" tanya cepat.
Jaemin mengangguk. "Iya, dokter anak. Karena gue suka anak-anak."
Tawa Rosé seketika. Dan membuat Jaemin melihatnya dengan pandangan penuh tanya. Muka Jaemin di mata Rosé benar-benar lucu. Entah kenapa gue suka lihat reaksi Jaemin yang seperti ini, terlihat polos.
"Kasihan gue sama anak-anaknya, Jaem. Kalau lo jadi dokter anak."
"Loh, kenapa?"
"Lo suka ngegas, Jaem. Yang ada mereka langsung nangis pas ketemu sama lo."
"Wah. Ceritanya ngajak gelud, nih?" canda Jaemin.
"Gue ini aslinya periang, loh, Rosé."
Rosé tersenyum jahil. "Ah. Masa, sih?"
"Iya. Serius gue, Rosé."
"Iya, dah."
"Percaya, kek!"
"Iya, percaya, Jaem."
"Meragukan."
"Emaaaaaaang."
Rosé tidak bisa berhenti menahan tawanya. Rosé senang mengerjai laki-laki bernama, Na Jaemin ini.
Sedangkan Jaemin? Ia merengut kesal, tetapi pada akhirnya Jaemin ikut tertawa.
***
June 12th, 2020
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku & Kamu (Jaemin Rosé) - Book 1 ✔
FanfictionAku & Kamu Book 1: Salah Sambung Berawal dari salah nomor, Rosé dan Jaemin terjebak dalam rencana Jennie dan Jeno untuk menjodohkan mereka berdua. Kesan buruk bagi keduanya membuat Jaemin dan Rosé tidak ingin saling berhubungan untuk kedua kalinya d...