Bab 19

8K 657 5
                                    

Sekitar jam sebelas pagi, kami semua sudah bersiap-siap untuk pergi ke mall. Aku mengenakan pakaian paling santai diantara sahabat-sahabatku yang lainnya, tanpa make up. Tas kecil kesukaanku yang berwarna biru muda sudah aku selempangkan, isinya hanya dompet dan ponsel. Walau kakiku rasanya masih agak sedikit kaku dan tengkukku masih terasa sedikit nyeri, aku senang akan bersenang-senang hari ini.

Matahari bersinar terang menyinari rerumputan di halaman utama Vagat Academy, menghangatkan wajahku sekaligus menyilaukan mataku. Udara hari ini segar sekali tidak seperti biasanya, mungkin karena semalam habis hujan. Pintu gerbang Vagsat Academy hari ini terbuka lebar, beberapa murid terlihat antusias untuk keluar dari gerbang. Beberapa murid yang tidak keluar memilih untuk bermain bola kaki, bola basket atau hanya sekedar berjemur.

Aku berdiri sendirian melihat sekelilingku, menunggu Ginny dan Megan yang sedang ada urusan dengan nilai di pelajaran Ilmu Sosial sementara Renee sedang mengobrol dengan kelompok pecinta buku dan Asyira sedang bergosip tentang cowok bersama Gladys.

Akhirnya setelah menunggu sekitar delapan menit, Ginny dan Megan tampak berlari-lari dengan wajah girang.

“Ayo kita berangkat.” Kata Ginny bersemangat. Ini kedua kalinya aku melihat Ginny sesemangat ini, yang pertama saat dia ingin menaruh saus tomat di kursi Logan saat kelas Sains.

Asyira dan Renee yang melihat Ginny dan Megan sudah kembali langsung bergabung dengan kami, Renee merangkulku dan Megan. Lalu kami bersama-sama keluar dari gerbang Vagsat Academy yang kelewat besar itu. Didepan jalan sudah banyak mobil taxi yang diparkir, seperti tahu kami memmbutuhkannya.

Asyira dan Megan berdebat tentang berapa taxi yang harus disewa, Megan ingin menyewa dua taxi agar tidak perlu berdesakan didalamnya, sedangkan Asyira berpikir satu taxi saja cukup. Well, tidak ada hari tanpa berdebat. Setelah dirundingkan dengan seksama, kami memutuskan menggunakan satu taxi. Alasannya adalah, berhemat. Bukan berarti kami ini pelit tapi karena kami ingin belanja lebih banyak saat tiba di mall. Well, setidaknya itu sih yang dikatakan Asyira untuk membujuk kami. Akhirnya kami berlima masuk kedalam satu taxi, Megan duduk di kursi penumpang sendirian sementara kami sisanya harus berdesak-desakan dikursi belakang.

Saat perjalanan menuju mall, ada beberapa masalah yang kami hadapi. Yang pertama; Si supir taxi melanggar peraturan tentang jalur transjakarta, mengakibatkan dia ditilang dan kami harus menunggu cukup lama sementara dia bernegosiasi dengan polisi yang menilangnya. Ginny yakin sekali dia melihat sang supir taxi memberikan satu lembar uang dua puluh ribu pada si polisi. Aku tidak menyangka segitu mudahnya lolos dari tilang dan betapa murahnya polisi dibayar.

Yang kedua; Si sopir taxi bau ketiak. Awalnya kami tidak mencium apa-apa sampai Ginny menuduhku buang gas sembarangan, yang sebenarnya tidak kulakukan. Jadi aku mulai mengendus dan terciumlah bau yang sangat tidak sedap, yang kami yakin berasal dari si supir taxi. Sungguh, baunya benar-benar membuat mual. Itu terbukti karena Renee memang langsung mual. Aku dan Asyira yang duduk dekat pintu langsung membuka kaca jendela, membiarkan angin segar berhembus masuk. Tapi memang sial, baunya masih saja tercium.

“Bisa lebih cepat Pak nyetirnya?” tanya Asyira.

“Saya takut kena tilang lagi.” Jawab si supir taxi.

“Ngebut aja Pak kalau ditilang biar kami yang bayar.” Kata Asyira lagi.

“Bawa saja yang cepat.” Kata Ginny yang sudah tidak tahan lagi.

Si supir taxi mengendarai taxinya dengan lebih cepat sekarang, sedikit ugal-ugalan memang tapi tak apa. Aku sedikit menghawatirkan Megan yang duduk disamping si supir taxi, dia daritadi tidak mengeluarkan suara, aku takut dia sudah pingsan dengan bau ini. Akhirnya kami sampai juga di depan loby mall, sementara Asyira membayar, aku dan yang lainnya buru-buru keluar dari taxi.

Vagsat Academy #1: Just a Good SPY (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang