2.0

175 24 7
                                    

Sebuah mug dengan karakter bare bears yang berisi cokelat hangat, mengepulkan asap halus. Diseruputnya cokelat hangat itu oleh seorang gadis yang kini memandang lurus ke luar jendela.

Taman di halaman utama rumahnya tertuju langsung dengan spot jendela kamarnya yang terbentang. Memandang ke arah bunga dan beberapa pohon kecil koleksi ibunya yang basah. Serim masih menikmati minumannya dengan sesekali mengarahkan jari telunjuknya mengikuti arah tetes air hujan yang mengalir dari balik kaca jendela. Hujan, sore itu datang lagi. Setelah pagi tadi Minhyun menjemputnya untuk pulang. Usai sudah kisahnya di kota itu. Namun perasaannya yang tak juga kunjung usai. Dia merindukan Wonwoo. Ia berpikir bahwa ini benar-benar telah berakhir. Setelah melihat kembali, bahwa tidak ada satu hari pun Wonwoo menampakkan dirinya barang untuk memperbaiki hubungan mereka. Jeon Wonwoo dan Kim Serim sama naifnya. Gadis itu tersenyum kecut— mengusir angan-angan gilanya yang memalukan. Sempat berharap bahwa Wonwoo akan datang sekali lagi agar membujuknya, sungguh gila. Padahal hal itu hampir terjadi, kalau saja Serim menyadarinya lebih awal.

Sosok lain yang turut hadir memenuhi asumsi menggelikannya, membuat ia sadar. Bahwa mungkin dengan begini memang, Wonwoo bisa kembali mendapatkan kebahagiaannya— dengan melepasnya untuk kembali bersama Park Soora. Gadis itu hanya menerka-nerka, dari apa yang ia lihat. Bukankah perangai Wonwoo sudah cukup membuktikan bahwa dirinya tidak begitu berarti bagi pria itu?

Ucapan Seokmin ketika ia dan Minhyun mampir ke cafe untuk mengisi perut, lagi-lagi menambah kesan menyedihkan. “Kak Wonwoo sudah 1 bulan ini tidak lagi datang bekerja. Kau tau kemana perginya? Bos kami tidak mengatakan apapun tentang dia.”

Sekali lagi, Serim menyunggingkan senyum getir. Melihat bagaimana keantusiasan Seokmin ketika menanyakan perihal kemana perginya sosok Jeon Wonwoo membuatnya menyimpulkan, bahwa dirinya memang tidak seberarti itu untuk mengetahui pola aktivitas apa saja yang Wonwoo lakukan di luar sana. Lucu memang, Minhyun bahkan sempat menatap tajam ke arahnya menuntut penjelasan. Namun gadis itu hanya membalas kakaknya dengan tepukan halus di lengan pria itu, mengisyaratkan bahwa dirinya baik-baik saja— terlepas dari separuh hatinya yang sebenarnya sudah menghilang entah kemana.

Menandaskan cokelat hangatnya yang tersisa sedikit— ah sudah dingin rupanya, gadis itu pun mengalihkan pandangan ke arah ponselnya yang masih senantiasa memutar lagu dari playlist yang khusus berisi list lagu yang sudah dikonversi menjadi music box. Tidak ada notifikasi apapun. Terakhir hanya pesan dari Kim Mingyu yang mengatakan bahwa pria itu baru saja mendapat bonus atas keberhasilan pemasaran beberapa novel yang ditulis oleh adik perempuannya. Ah, pria itu pasti bangga sekali dengan adiknya. Bahkan Serim masih tidak habis pikir dengan ajakan pria itu, sebagai perayaan kecil-kecilan katanya. Serim hanya menyanggupi, setelah Mingyu meminta izin dengan menelepon kakaknya.

“Sudah jangan dilihat terus. Memangnya siapa yang akan menghubungimu hm?”

Serim terperanjat, mug kosong yang berada di tangannya hampir saja jatuh. Membuat sosok yang menyembulkan kepalanya dari balik pintu tertawa ringan. “Kakak mengagetkanku!” seru gadis itu.

Minhyun mengulum senyum tampan, “Boleh masuk?”

“Ya.”

Pintu terdorong hingga tubuh jangkung Minhyun berhasil masuk ke dalam kamar adiknya. Kamar yang berada di lantai satu. Jika kebanyakan gadis akan memilih kamar di lantai dua dengan balkon yang membentang bebas menatap langit, Serim justru sempat berebut dengan Minhyun. Berakhir dengan Kakak laki-lakinya yang terpaksa mengalah dan mengemasi barang-barangnya dan memindahkan ke kamar atas karena Serim mengingkan kamarnya, tidak ingin yang lain— padahal ada satu kamar kosong lainnya. Minhyun pun tidak tertarik dengan kamar itu hingga jadilah kamar itu dijadikan sebagai kamar tamu kalau-kalau kerabat atau teman Minhyun datang menginap.

SEE《On Hold》Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang