7

7.9K 1.1K 153
                                    

Pagi ini Haechan terbangun bahkan disaat lampu dapur belum menyala. Ia tersenyum lebar lalu memulai membuat sarapan untuk keluarganya.

Ditengah acara memasaknya, ia merasakan usapan lembut pada pundaknya. Haechan menoleh dan tak mendapati siapapun di dekatnya. Menarik nafas pelan, Haechan kembali fokus pada masakannya.

"Haechannie?"

Haechan menoleh dan mendapati sang Papa kini ada di hadapannya. Haechan tersenyum lebar, "Selamat pagi Papa!"

Johnny balas tersenyum, "Selamat pagi beruangnya Papa. Pagi sekali sudah di dapur, ada apa?"

"Menyiapkan sarapan dan menagih janji!"

"Janji?"

Haechan tersenyum lalu menepuk pundak sang Papa lembut, "Digendong Papa."

.

.

.

"Uwaaaa Papa!!! Pelan-pelan nanti jatuh!!"

"JOHN!! HATI-HATI!!"

Doyoung rasa jantungnya akan pensiun dini saat melihat Johnny yang berlari di taman belakang rumah dengan Haechan di punggungnya.

Pasangan Papa dan anak itu tertawa lepas. Dan Doyoung tak bisa menahan senyumnya saat melihat pemandangan di depannya itu.

"Mama siapkan jus ya?"

"Iyaa!!"

Doyoung memasuki rumah dan meninggalkan Johnny dan Haechan yang kini terbaring di atas rumput. Nafas mereka terengah dengan senyum terukir lebar di bibir mereka.

Johnny menarik nafas panjang lalu menghembuskannya perlahan, "Chaniie?"

"Iya Pa?"

"Berjanji pada Papa, selalu bahagia dan jangan menyerah pada keadaan."

Haechan terdiam sejenak sebelum menggerakan tubuhnya untuk berguling dan memeluk tubuh Johnny erat.

"Iyaa Papa."

"Kau harus tau, kau adalah putra berharga Papa. Selalu akan menjadi cinta papa, mengerti?"

"Mengerti."

"Berbahagialah sayangku, Papa mendoakan kebahagianmu."

.

.

.

Dua hari dilalui Mark dan Haechan dengan menyiapkan diri mereka masing-masing. Memantapkan kembali hati mereka untuk saling memiliki dan menjaga.

Dan di hari yang telah dinantikan, Mark dengan senyum cerahnya berdiri gagah di depan altar. Menanti sang kekasih hati yang akan datang dengan menggandeng lengan sang Papa.

Tak di perdulikannya Herin yang sedari tadi mencoba menarik perhatiannya dengan dandanan serba mewah yang ia kenakan. Yang ada di dalam fikiran Mark saat ini adalah betapa sempurnanya diri Haechan yang kini tengah melangkah dengan perlahan kearahnya.

Senyum manis itu, binar mata itu dan tatapan penuh kebahagian itu akan Mark jaga dengan nyawanya.

"Jagalah putraku dengan baik Mark, aku mempercayaimu."

Mark tersenyum lalu mengangguk tegas. Johnny mengulas senyum simpul sebelum menyerahkan genggaman tangan Haechan pada lengannya.

"Berbahagialah kalian."

Haechan menahan tangisnya saat sang Papa berjalan menuju kursinya disamping sang Mama. Dan kini ia berdiri bersampingan dengan Mark dihadapan pendeta yang akan mengikat mereka.

Sumpah dengan lantang terucap. Suara tegas, yakin serta penuh kelembutan itu terdengat dari keduanya.

Ciuman pertama mereka disaksikan oleh keluarga dan tamu undangan. Dan tentu saja disaksikan oleh Tuhan. Saling melempar senyum setelah ciuman itu terlepas. Cincin pernikahan telah terpasang di jari masing-masing.

Dan mereka telah terikat oleh ikatan Tuhan. Ikatan yang Tuhan pun enggan untuk lepaskan. Sebuah ikatan dengan simpul mati. Pernikahan.

.

.

.

Mark dan Haechan menebar senyum pada setiap orang yang datang. Langkah kaki mereka tak henti berkeliling untuk menyapa seluruh tamu yang datang. Sapaan hangat dan doa serta harapan untuk kebahagian mereka menambah kebahagian mereka hari itu.

"Kau lelah? Ingin istirahat sebentar?"

Haechan menatap sekeliling lalu mengangguki tawaran Mark. Mereka duduk disudut ruangan, masih dengan genggaman tangan yang enggan terlepas.

"Tolong ambilkan air mineral atau teh hangat."

Mark mengucapkan itu pada salah satu pelayan disana yang segera di angguki oleh pelayan itu. Haechan menatap Mark lekat, "Kenapa teh hangat?"

Mark tersenyum lalu mencubit pipi Haechan pelan, "Kau lelah, dan kurasa kau tidak akan mau jika aku tawarkan untuk makan sekarang. Jadi alternatifnya adalah teh hangat, gula akan membuatmu merasa lebih baik."

Haechan tersenyum, "Terimakasih Mark."

"Bukan masalah. Bersandarlah, aku tau kau lelah sedari tadi."

Haechan menganggukkan kepalanya lalu menjatuhkan kepalanya pada pundak Mark yang saat itu juga merangkul pinggangnya erat.

Mereka menikmati momen sederhana mereka dengan tenang. Tak menyadari seseorang menatap mereka dari kejauhan dengan tangan terkepal.

"Nikmati waktumu selagi kau bisa, sebentar lagi kau akan mati dan aku akan mendapatkan segalanya."

.

.

.

"Kau ingin langsung istirahat atau--"

"Bagaimana jika mandi lalu makan malam?"

Haechan memotong perkataan Mark lalu melempar senyum pada Mark yang terlihat gelagapan.

Haechan tertawa pelan, "Ada apa denganmu hyung? Kau salah tingkah?"

Mark tertawa canggung, "Maaf, aku hanya terlalu-- yah kau tau sendiri."

Haechan mengangguk paham lalu tersenyum, "Iya aku tau, sekarang mandi lalu makan. Setelahnya kita punya banyak waktu untuk dihabiskan bersama."

Mark tersenyum lega lalu segera memasuki kamar mandi yang ada di kamar sementara Haechan mengambil pakaian gantinya dan keluar kamar, ia akan menggunakan kamar mandi di dekat dapur saja agar lebih cepat.

Banyak yang akan mereka lakukan dan bicarakan malam ini, berdua.

******
Double up karena gatau kapan bisa update lagi😭
Ini malem pertamanya ku skip ajalah yaaa hehe😂

Sampai Aku Menutup Mata [MarkHyuck]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang