2.2

4.1K 313 5
                                    


Tungkai kecil itu berjalan menjinjit sebisa mungkin untuk meminimalisir suara yang mungkin bisa ditimbulkan dari telapak kakinya. Jeongin mengedarkan pandangan sebentar ke sekeliling, lalu menghela napas lega saat tidak menemukan siapapun di ruang tamu. Padahal biasanya di jam 7 malam Jane sedang bersantai menikmati siaran drama disana.

Setelah sempat mampir ke cafe, Hyunjin lanjut mengajaknya ke apartement pria itu dan berakhir dengan menghabiskan sisa waktu guna berbagi cerita. Rasanya Jeongin seperti baru saja dihadapkan dengan buku tebal berisi kenyataan-kenyataan yang tidak pernah dia tahu sebelumnya. Jeongin sampai lupa pulang jika saja Hyunjin tidak memberinya alarm pengingat.

Setelah melalui pergulatan panjang dalam benak, maka Jeongin memutuskan menerima ajakan Hyunjin. Hanya saja dia membutuhkan moment yang pas sekiranya kapan dirinya bisa pergi dari rumah mewah milik Chan. Dia butuh waktu dan untungnya Hyunjin bilang dia mau menunggu.

Kedua ujung bibir menyungging lucu efek begitu senang karena tidak menemukan Chan dimanapun, berpikir bahwa saat ini sang dominan belum kembali dari kantor. Maka dengan santai Jeongin memasuki kamar miliknya.

"Aku kira kau tidak ingat jalan kembali." Suara bariton yang sedikit serak membuat Jeongin berjengit kaget. Badan kecilnya refleks mundur dua langkah, seolah memang disetting untuk menjaga jarak dari pria dominan yang saat ini tengah duduk di sofa kamar seraya memutar-mutar ponsel pintar miliknya.

"K-kak,"

"Habis berkencan dengan pria lain kan?" tanya Chan random. Pria itu masih setia memasang ekspresi datar andalan, tak peduli dengan Jeongin yang sudah pucat pasi diujung sana.

"Jeongin, i-ituㅡ"

"Duduk di kasur."

"A-apa?" si manis mengerutkan dahi bingung. Ucapan Chan sama sekali tidak berhubungan dari yang satu ke yang lain dan itu membuat Jeongin jadi sedikit was-was, takut bahwa Chan sedang dalam mode iblisnya.

"Kubilang duduk di kasur."

Memilih menurut, Jeongin berjalan pelan sambil menunduk. Kedua lengan kecilnya melingkar di depan seolah membuat perlindungan.

"Sekarang buka bajumu." titah Chan santai setelah melihat Jeongin yang sudah berada di atas ranjang.

"K-Kenapaㅡ"

"Tidak ada penolakan."

"Tapiㅡ"

"Buka atau aku sendiri yang akan memaksamu?"

Dengan manik yang bergetar menahan tangis Jeongin menarik sweater besarnya keatas, membuat bagian tubuh depannya terekspos bebas.

"Celanamu juga."

"Kak, t-tidak mau.. hiks.." pelan-pelan tubuh kecil itu meringkuk dan menyudut di ranjang besar tersebut. Jeongin takut karena tatapan Chan terlalu mengintimidasi. Lagipula Jeongin cukup trauma dengan perlakuan seperti ini. Itu mengingatkannya akan reka adegan pemaksaan yang Chan lakukan lima bulan yang lalu.

"Kubilang buka celanamu dan segera telanjang di depanku."

Mutlak. Perintah Chan bagai komando otomatis yang membuat Jeongin seperti bergerak sendiri. Hingga pada akhirnya tubuh bersih dengan perut yang membesar itu polos sempurna tanpa perlindungan. Bangchan tersenyum remeh. Ponsel dia lempar asal ke bagian sofa yang lain. Kaki jenjangnya melangkah hati-hati mendekati pria yang lebih muda.

"Sekarang menungging."

"Kak Chris.. hiks.." si kecil memohon dengan tatapan pasrah, berharap bahwa Chan akan memberikan belas kasihan agar dirinya tidak harus mempermalukan diri sendiri semacam ini.

despacito | chanjeong ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang