Prologue

21.3K 1.2K 42
                                    

Waktu itu, usianya masih dua puluh satu,




saat ia dan keluarganya dibawa ke istana. Dijemput dari kediamannya yang berada di pemukiman sederhana di Jilin, ia bersama ayah dan ibunya menaiki mobil sedan tahun tujuh puluhan yang tampak mengkilat cantik di bawah matahari musim semi. Sepanjang perjalanan ia mengamati jalanan menuju istana yang tak seperti biasanya. Orang-orang memberi jalan untuk jalanan umum yang biasanya ramai dan dimiliki semua orang. Empat mobil keamanan mengiringi laju mobil yang membawa serta ia dan keluarganya, sementara orang-orang di suatu tempat sudah berkumpul di pinggir jalan dan memberi sambutan riuh dengan miniatur bendera monarki Korea di tangan mereka.


"Mereka mengenal mobil ini. Ini mobil yang digunakan istana saat menjemput Yang Mulia Ratu dua puluh delapan tahun silam."


Paman Qian selaku perwakilan kehormatan istana berbicara di balik kemudinya. Ia kembali memecah kecanggungan dengan topik obrolan yang terus berpindah-pindah. Sebelum ini, ia bercerita tentang betapa sambutan ini tak seberapa dibanding jika anggota keluarga inti kerajaan menguasai jalan dengan mobil kuno bernilai mereka.

Huang Renjun di kursi penumpang terperangah tanpa kata. Tangannya tanpa sadar menyentuh kaca mobil yang memberi kesan seolah benda itu adalah benda paling bersinar yang pernah ia temui sepanjang hidupnya.


Mobil yang digunakan oleh Yang Mulia Ratu di masa lalu, di masa beliau masih berstatus sebagai calon ratu. Renjun terus mengulang rentetan kata itu dalam benaknya, beradaptasi dengan sensasi merinding yang membuat rambut di tubuhnya berdiri tegang.


Sudut terdalam hatinya kemudian bertanya. Mempertanyakan sebuah kalimat yang sebelum ini tak pernah mampir barang sedikitpun di dalam benaknya.

Apakah.... Ia juga akan menjadi seorang ratu nantinya?






-






[Keluarga kerajaan akan menyambut kedatangan calon mempelai dari Pangeran Besar.]

Makna dari kalimat sederhana itu kini menjadi headline berita di banyak media dengan redaksi kata yang sudah diubah menjadi ragam dan versi yang berbeda. Para reporter televisi menyiarkannya sembari menampilkan tayangan dari bagaimana keluarga Huang turun dari mobil kerajaan dengan disambut banyak kilatan blitz kamera. Sementara para penulis artikel menyederhanakannya menjadi sebuah potret yang pas saat di mana supir kerajaan membukakan pintu untuk kepala keluarga Huang yang langsung membungkuk hormat kearah media dan orang istana yang menyambutnya.

Renjun kembali terperangah, kegugupannya berkali-kali lipat membesar dan memunculkan sensasi asing pada tubuhnya. Ia genggam tangan ibunya yang masih mempertahankan senyum santunnya, dan perlahan memberanikan diri untuk menatap raut di sampingnya itu.

Ibunya terlihat bangga, dan senang luar biasa. Ada binar yang kentara dalam matanya yang membuat Renjun ikut menarik sudut bibirnya.


Ibu dan ayahnya terlihat begitu bahagia, dan itu karena dirinya. Jadi, ia juga akan mulai tersenyum bangga sekarang.


Sejauh mata memandang dari tempatnya berdiri sekarang, keluarga inti kerajaan mulai terlihat di muka pintu istana. Sang Raja menyambut mereka di barisan terdepan. Di sampingnya, berdiri sesosok tampan dan tegap dengan wajah tangguhnya yang memesona. Renjun terkesima dalam getaran perasaan yang tak pernah ia rasakan. Tubuhnya yang tegang melemas seketika, dan jantungnya yang berdebar membisiki ia sebuah kata-kata yang menggelitik perutnya.

"Lihatlah ia si Pangeran tampan, bukankah itu pernah menjadi bagian dari fantasimu yang liar,


fantasi terliarmu?"






-






Huang Renjun masih berumur dua puluh satu saat duduk berhadapan dengan calon orang nomor satu di Korea itu, memandanginya dengan tatapan paling anggun yang ia bisa berikan, yang guru-guru senior istana ajarkan kepadanya sebagai satu dari sekian banyak substansi pelajaran dalam mempersiapkan dirinya sebagai anggota baru keluarga kerajaan.

Renjun duduk di sana, di depan seorang pria yang kini memandangnya dengan raut wajah tak terbaca, juga tatapan familiar yang tak mampu ia tafsirkan sejak pertemuan pertama mereka tiga bulan silam.


Seorang pria yang akan ia layani sebagai pangeran besar, juga pria yang akan ia layani sebagai suaminya.


Sejak pertemuan kedua mereka yang canggung dan kaku, Renjun mulai bertanya-tanya, bagaimana kehidupannya sebagai seorang putri setelah ini? Apakah akan ada cinta di antara mereka, atau mitos turun temurun tentang seorang permaisuri yang tak pernah dicintai oleh rajanya juga akan ia alami setelah ini?

Selama beberapa saat setelahnya, Renjun terlalu menyibukkan diri dengan substansi pikiran itu, sampai lupa pada satu hal yang sempat menjadi perdebatan esensial dalam benaknya saat pertemuan kedua mereka.




Binar ketakutan dalam iris segelap jelaga sang pangeran.










Prologue, end.

The Little Jeno [Noren]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang