special part : boleh aku mengeluh?

658 52 2
                                    

Satu tahun pernikahan Risa dan Devan...

Risa membasuh wajahnya yang semalam habis menangis. Ia menangis karena badannya terasa nyeri akibat ulah Devan, suaminya sendiri.

Sikap Devan menjadi kasar. Ia menjadi lebih arogan saat melihat Risa, seolah-olah istrinya itu musuhnya sendiri. Entahlah, Risa juga bingung dengan sikap Devan yang sekarang. Semenjak mereka berdua selalu ditagih oleh orang tua Devan untuk segera memiliki anak membuat mereka berpikir-pikir terlebih dahulu.

Mereka berdua sudah menjalani pernikahannya selama satu tahun, tapi sampai sekarang belum juga dikasih kepercayaan seorang anak yang akan menjadi penerus keluarga Devan. Risa paham, Devan begini juga karena ia kesal dengan dirinya yang tak kunjung memiliki anak. Tapi, kekerasan bukan jalan yang seharusnya dilakukan terhadap istrinya.

Pelan-pelan Risa memegang luka yang terdapat disudut bibir dan tangannya yang sudah biru akibat Devan telah memukulinya tanpa ampun.

"Kenapa kamu tega buat ngelukain aku? Apa sebegitu hinanya aku dimatamu, mas?" Gumam Risa.

Keluar dari kamar mandi, Risa bergegas turun kelantai bawah untuk menyiapi makanan Devan yang sudah teriak-teriak meminta sarapan.

"Buruan lama banget sih! Aku harus berangkat kekantor. Jangan lelet jadi wanita." Buru-buru Risa langsung mengambilkan nasi goreng kepiring lalu memberikannya pada suaminya. Kemudian Risa menuangkan air dari teko kedalam gelas. Setelah itu ia duduk dikursi, tanpa mau ikut makan bersama Devan. Luka dibadannya sudah cukup sakit hingga makanan yang ada diatas meja tidak membuatnya berselera.

"Pokoknya kalau aku udah mau pergi kekantor, dimeja udah harus ada makanan. Ingat, kalau aku gak suka seafood." Risa mengangguk patuh. Mau bagaimana pun juga Devan itu suaminya.

Selesai makan, Devan langsung beranjak dari tempat duduknya. Risa mengekor dari belakang untuk mengantarkan Devan sampai depan pagar. Buru-buru Risa mencium punggung tangan Devan.

"Mas nanti kamu pulang jam berapa?" Tanya Risa.

"Bukan urusan kamu mau pulang jam berapa. Aku gak mau ada asisten rumah tangga, biar kamu aja yang urus semuanya. Karena emang udah jadi kewajiban kamu." Lagi-lagi perkataan Devan membuat Risa menahan tangisnya. Ia tidak boleh menangis dihadapan suaminya.

Setelah kepergian Devan, ia memilih untuk masuk kedalam rumah. Melanjutkan pekerjaan yang sempat tertunda. Ia tidak mau membuat Devan marah lagi.

Risa mulai membersihkan rumahnya. Mulai dari nyapu, ngepel dan membersihkan debu. Ia lakukan sendiri dirumah sebesar itu. Risa mengelap keringatnya setelah selesai beres-beres, ia kembali untuk memasak. Semisal Devan pulang malam, makanannya bisa dipanaskan agar lebih nikmat saat dimakan.

Risa beralih pada cucian yang sudah menumpuk. Satu persatu bajunya ia masukan kedalam mesin cuci. Setelah itu Risa membawa bak yang berisi cucian untuk dijemur diteras rumah.

Rasanya ia sudah mulai lelah dengan ini semua. Apa karena ia belum bisa memberikan keturunan akhirnya Devan berubah menjadi kasar padanya?
Apa Devan memiliki wanita lain selain dirinya?
Apa Devan sudah tidak mencintai dirinya seperti dulu lagi?

Setelah selesai menjemur, Risa memilih kekamar untuk beristirahat. Badannya pada sakit karena ulah Devan. Luka yang sebelumnya saja belum sembuh sudah ditambah luka yang baru.

***

Risa terlonjak kaget saat tahu ada yang memecahkan vas bunga. Ia langsung duduk dikasur dengan nyawa yang masih belum terkumpul. Devan mendekat kearahnya kemudian menjambak rambut Risa. "Awww---sakit, Mas." Lirih Risa.

"Kamu disini enak-enakan tidur, sedangkan aku yang kerja banting tulang. Suami bukannya disambut kepulangannya, ini malah disuguhi pemandangan yang buat aku malas pulang kerumah."

"Maaf mas, tadi siang aku ketiduran setelah beres-beres rumah. Badan aku juga pada sakit karena kamu, mas." Devan menjambak rambut Risa lebih kencang. Hingga suara rintihan terucap dari bibir Risa. "Makanya jadi orang jangan pemalas. Kamu tahu kan rasanya diomongin orang karena belum punya keturunan juga? Malu banget aku punya istri kayak kamu. Kalau tahu kamu gak bisa kasih aku keturunan, gak bakalan aku nikahin kamu."

JLEB

perkataan pedas terucap dari mulut Devan. Saking pedasnya, Risa tidak bisa menahan air matanya lagi. Ia terlihat begitu rapuh. Ia terlihat lemah dihadapan suaminya.

"Maaf kalau aku masih belum bisa kasih kamu keturunan. Apa mas Devan gak punya perasaan sama aku disaat menyakitiku?"

Devan mendorong tubuh mungil Risa yang terjerembab kelantai dekat pecahan vas bunga. Tangannya mengenai pecahan vas bunga tersebut sehingga tangannya mengeluarkan darah. Devan memilih kekamar mandi, membersihkan badannya yang sudah lengket.

Risa mengambil sapu dan pengki untuk membersihkan pecahan vas bunga tersebut. Tangannya belum ia obati, pasti ia obati, tapi tidak sekarang. Ia harus melayani suaminya terlebih dahulu. Risa memanaskan masakannya yang tadi siang sudah ia masak. Ia sempat melihat Devan yang turun dari tangga menuju dapur. Pasti ia mau makan, begitu Risa pikir.

Sup ayam sudah siap dihidangkan untuk Devan. Sebelum ia duduk, ia mengambil kotak p3k kemudian ia duduk didekat Devan. Tanpa Risa sadari kalau Devan sedang memperhatikan istrinya yang sedang mengobati lukanya.

"Risa," panggil Devan.

Perlahan Risa menengok. "Iya, mas?"

"Tadi aku kerumah mama..." pandangannya menatap manik mata Risa. "Mama baik-baik aja kan, mas?"

Devan mengangguk. "Baik. Tapi ada yang mau aku bicarain sama kamu,"

Seketika suasana ruang makan menjadi dingin. Hatinya ketar-ketir saat menunggu jawaban dari Devan. "Tadi aku kerumah mama dan disana aku dikenalkan sama teman mamaku. Kebetulan teman mamaku punya anak perempuan yang belum menikah... mama menyuruhku untuk menikah lagi atau mengakhiri pernikahan ini."

Hening

Risa tertawa getir. Ia yakin kalau pendengarannya masih berfungsi dengan baik. "Bercanda kamu gak lucu tahu gak!"

Prang !

Suara pecahan gelas membuat Risa tersentak kaget. Untuk yang kesekian kalinya Devan memecahkan gelas. "Emangnya dari nada aku bicara ada perkataan lucu? Aku sama sekali gak tertarik buat bercanda sama kamu. Asal kamu tahu kalau aku udah muak dengan ini semua. Aku gak mau ditanya sama pertanyaan pertanyaan yang seharusnya gak perlu ditanyakan lagi."

"Kamu ngomong apa sih mas? Aku janji gak akan ngeluh lagi sama luka yang ada dibadanku ini. Aku tahu kalau kamu kesal, maaf kalau sampai sekarang masih belum bisa memberikanmu seorang anak. Gak kamu aja yang menginginkannya, aku juga sangat menginginkannya. Aku akan menjadi seorang ibu, betapa bahagianya aku saat  menjadi seorang ibu yang pada akhirnya dia memanggilku dengan sebutan bunda." Risa tersenyum sambil memikirkan masa depan yang entah kapan akan terkabul.

Devan berhenti mengunyah. "Jangan mimpi kamu. Aku kasih tahu ya, kalau menghayal itu jangan terlalu tinggi nanti sakit kalau jatuh."

Saat Devan bangkit dari tempat duduknya, tiba tiba Risa mencegah kepergian suaminya. "Sejahat-jahatnya kamu, sekasar-kasarnya kamu, aku yakin kalau kamu masih mencintaiku."

Devan menepis tangan Risa. "Jangan harap kalau perasaanku ini sudah tidak sama lagi. Kita udah satu tahun menikah tapi kenapa kamu gak bisa punya anak juga. Dasar wanita gak berguna! Jangan menyesal kalau aku akan menerima tawaran mama untuk menikah lagi. Kalau kamu masih mau mempertahankan pernikahan ini sih terserah, kalau mau mundur juga gak masalah." Perlahan Devan pergi dan meninggalkan Risa yang sedang menangis.

***

Tolong hargai dengan memberikan vote dan comment ^_^

Happy reading♡

GERISA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang