🌙Pertama

12 0 0
                                    

Gerimis mengundang petir untuk bergemuruh di atap semesta, melodi rintihan hujan deras mengalun ditengah bisik samar udara dingin. Seseorang sedang menikmati sensasi hujan tersebut di depan jendela balkon kamarnya. Tangan kekar nan halus itu menengadah, mengulur menangkap butiran hujan yang jatuh bergemericik di tengah hiruk pikuk kota. Helaan nafas terdengar, sejujurnya ia tidak tahu apa yang terjadi pada dirinya hari ini atau mungkin belakangan ini. Ia seperti muak dengan kehidupannya yang monoton, ingin rasanya bebas dari sangkar emas.

Namun sedetik berfikir seperti itu, dengan cepat ia menggeleng seraya menggigit bibirnya. Menahan air mata yang mendobrak benteng pertahanannya. "Oh ayolah, kau sendiri disini. Hancurkan saja benteng itu, tidak ada yang akan tahu seberapa lemahnya dirimu, Jeon Jungkook."

Hampir saja airmata tersebut berubah menjadi isakan pilu pengiring hujan musim semi jika pintu di belakangnya tidak terkuak karna seseorang. "Jungkook, turunlah. Jin hyung sudah menyiapkan makaㅡ hei kau kenapa?" orang tersebut segera menghampiri Jungkook yang berada di depan jendela.

Secepat kilat Jungkook menghapus air matanya sebelum orang itu melihat. "Heum? Aku baik baik saja, memang apa yang salah, Chim hyung?" ucapnya dengan senyum seolah menunjukkan bahwa dirinya baik. Akan tetapi, Jimin tetaplah Jimin. Ia tahu ada yang salah pada Jungkook. Jimin dapat menebaknya belakangan ini. Karna ia memang se peka itu.

"Aku tau kau punya sesuatu yang disembunyikan, aku juga tidak akan memaksamu untuk bercerita." ia menarik nafas panjang. Tangannya terulur untuk menghapus sisa airmata di ekor mata sang adik, lalu menepuk bahunya. "Ayo turun, kita makan bersama." Jimin mengulurkan tangannya. Jungkook menatapnya dengan pandangan yang sulit diartikan, namun tak berapa lama kemudian ia menerima uluran tangan itu.

Keduanya pun turun bersama ke meja makan.

.

Ketujuh member BTS sedang duduk di sofa ruang tengah sehabis menyelesaikan makan malam mereka. Tidak ada yang bersuara, entah kenapa belakangan ini mereka memang tidak bersemangat melakukan ini itu. Dentingan jarum detik dan menit yang beradu serta gemuruh petir dan hujan saja yang mengisi keheningan malam itu.

"Belakangan ini aku stress."

Celetukan Taehyung berhasil membuat keenam kepala lainnya di ruangan itu bertoleh padanya. Jin mengangguk mengiyakan, sementara yang lain terdiam membisu dengan pikiran masing-masing. Begitupun Jungkook, batinnya berkata ternyata bukan hanya ia yang merasakan hal tersebut.

"Aku tidak tahu menjadi sesukses dan setinggi ini sangat lah tidak mudah." Jungkook menghela nafasnya gusar, mengerjapkan matanya berkali-kali seperti sedang membayangkan sesuatu. "Bahkan aku pun tidak pernah menyangka akan sampai pada titik ini, titik di mana penuh dengan tekanan, rintangan dan pengorbanan." entah kenapa Jungkook memejamkan matanya. "Berapa banyak yang sudah ku korbankan untuk berada pada titik ini, hyung? Dan katakan padaku mengapa ada sebagian dari diriku yang menyesal telah melangkah sejauh ini?"

Keenam member lainnya bungkam seribu bahasa, bukan tanpa alasan. Melainkan apa yang diucapkan maknae mereka tak ayal mereka rasakan juga. Taehyung yang berada di samping Jungkook merangkul pundak sang adik ketika merasakan Jungkook sedang tidak baik baik saja.

"Jujur saja, beberapa kali aku sempat berfikir untuk hengkang dari BTS." pernyataan Taehyung tidak menimbulkan reaksi yang berlebihan dari yang lainnya. Taehyung menaikkan alisnya kemudian tersenyum tipis. "Melihat reaksi kalian aku tebak kalian juga tidak jauh berbeda dari ku bukan?"

Hening.

"Lalu menurut kalian apa lebih baik kita akhiri semuanya sampai disini saja?" pertanyaan sang hyung tertua membuat yang lainnya serentak menghela nafas gusar. "Atau lebih kuat jelaskan, apa sebaiknya kita disband saja? Bangtan Soenyeondan disband saja?"

Pararel Universe.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang