04 - Earphone

124 29 1
                                    

Aku berlari mengejar Aenun dan Yudha. Setelah mataku menangkap keberadaan mereka, seketika aku langsung memanggil.

"Yudha, Aenun!" panggilku. Mereka menoleh ke belakang. Posisi kami sekarang berada di pinggir lapangan sekolah.

"Eh, Pan."

"Kenapa?" tanya Aenun.

"Hah? Kenapa?" tanyanya ku balik dengan sedikit bingung.

"Darimana aja lu, Pan?" tanya Yudha yang semakin membuatku bingung.

"Tadi kalian gua panggil tapi nggak nyaut" jawabku.

"Ini kita nyaut, Pan" sahut Aenun.

"Tadi, pas kalian di depan pintu masuk gedung satu!" tunjukku.

"Nggak ada, kita nggak dengar apa-apa"

"Oke, lupain aja" kataku mengakhiri perbincangan omong kosong ini.

Aku bingung tapi tidak begitu mempedulikannya. Mungkin aku salah lihat atau mereka nggak dengar, pikirku dalam hati.

"Ayo kita ke rumah Hillary" kataku mengajak mereka pergi. Sore ini kami memang sudah berjanji untuk menyelidiki rumah Hillary, lebih tepatnya rumah lamanya.

Kami berjalan menuju tempat motor-motor kami dipakirkan. Tetapi baru saja sampai lorong pintu masuk sekolah yang terdapat meja guru piket, kami bertemu dengan Pak Ilyas, kepala sekolah kami yang baru. Kami pun menghormatinya dengan bersalim padanya.

"Kamu yang namanya Yudha?" tanya Pak Ilyas tiba-tiba.

"Iya, pak. Teman kami, siswa XII IPS 2."jawabku cepat.

"Saya tidak bertanya kepada kamu"

Alih-alih membuatku sedikit terkejut mendengar ucapan Pak Ilyas.

"Iya, pak. Saya Yudha." ucap Yudha seketika.

"Kamu yang semester lalu itu..."

"Iya, Pak. Kami mohon maaf jika perlakuan kami..."

"Tidak apa-apa, besok kamu bisa datang ke ruangan saya?" tanya Pak Ilyas lagi memotong ucapan Yudha yang belum selesai tadi.

"Maaf, Pak. Ada apa ya?"

"Membicarakan klub yang kalian inginkan"

"Tidak apa-apa jika memang klub kami tidak dapat dibentuk disekolah ini, Pak" kataku menyela. Aku memang sudah menduga Pak Ilyas akan membicarakan ini.

"Baiklah, jika kalian tidak mau klub ini dibentuk" ucap Pak Ilyas setelah mendengar perkataanku tadi.

"Pan, Pan" bisik Aenun sambil menyentuh tanganku dengan tangannya, tanda ingin menghentikanku.

"Kami bisa, Pak" ujar Yudha dengan tegas.

"Iya, Pak. Kami bisa"  Aenun menambahi.

"Hanya kamu saja ya" tunjuk Pak Ilyas kepada Yudha. Setelah itu, beliau langsung pergi meninggalkan kami.

"Aneh, kenapa cuma lo, Yud?" tanya ku heran.

"Jangan-jangan Pak Ilyas ada rencana buruk buat lo, Yud" Aenun mencoba menerka.

"Atau jangan-jangan..." kataku terhenti.

"Jangan-jangan apa, Pan?" tanya Aenun.

"Jangan-jangan..."

"Eh, gajadi deh" kataku diakhiri cengiran.

"Apaan sih kalian berdua ini, tadi kan Pak Ilyas udah bicara ini tentang Pembentukan Klub Detektif kita" ujar Yudha menyudahi terkaan kosong ini.

5 DETEKTIF PE'A [SEKUEL(PART2)]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang