Cerita Enam

162 22 3
                                    

Waktu sudah menunjukkan pukul lima sore saat rangkaian ospek hari ketiga selesai. Hari ini, maba ospek tanpa pembimbingnya, karena itulah Yuri belum ngeliat Hyewon sama sekali sejak tadi makan siang. Terimakasih untuk Minju yang sempat memberikan nomor kontak Hyewon, sehingga ia tidak perlu susah – susah menghubunginya.

Yuri segera melangkahkan kakinya ke ruang BEM yang cukup jauh dari aula. Ruang BEM Fakultas Hukum ada di gedung lama, sedangkan aula ada di gedung baru. Setelah sekitar 10 menit berlalu, Yuri pun sampai di depan ruang BEM.

"Kak, aku masuk ya." Katanya sembari mengetuk dan membuka pintu tersebut.

Di dalam, Hyewon sedang duduk di pinggir jendela yang mengarah langsung ke hutan diluar area kampus mereka. Hyewon yang menyadari keberadaan Yuri langsung memintanya untuk duduk di sampingnya.

"Bagus gak?" tanya Hyewon. Yuri belum menjawab, terkesima sendiri dengan pemandangan di depan matanya.

"Ini salah satu spot favoritku di kampus. Dulunya ini gudang, trus aku minta kak Eunbi untuk pindahin ruang BEM kesini. Jadilah kita disini dari tahun lalu."

"Kak Hyewon deket sama kak Eunbi?" tanya Yuri.

Hyewon mengangguk, "Lumayan."

Cukup lama mereka berdua terbuai dengan matahari yang menyongsong tenggelam. Terlalu indah untuk dilewati dengan obrolan.

"Jadi kak?" Panggil Yuri, menyilangkan kedua tangan di depan dadanya, "Udah bisa kan jelasin sekarang?"

Hyewon menghembuskan satu nafas. Menutup jendela sembari hari yang mulai gelap, "Inget gak, gimana pertama kali kita ketemu?" tanyanya.

Yuri terkesiap dengan pertanyaan dadakan tersebut, namun ingatannya menyusur kembali ke tujuh tahun lalu. Perpustakaan sekolahnya.

"Inget kak. Kenapa?"

"Aku waktu itu lagi dengerin lagu, pas tiba – tiba seseorang muncul dari pintu perpustakaan. Kutebak, anak ini pasti murid baru karena ini pertama kalinya aku melihat dia," Hyewon menahan perkataannya, mengajak Yuri untuk duduk di salah satu sofa panjang yang ada di dalam ruang BEM. "Anak itu imut banget, lucu sekali. Wajahnya mungil, dan poninya rata hampir nutup matanya. Aku perhatiin dia, menyusuri beberapa rak buku sampai akhirnya dia berhenti di depan rak buku fiksi,"

Yuri memasang muka bingung, namun perlahan ia bisa mengerti hal yang dibicarakan Hyewon.

"Anak itu menjijit untuk mengambil sebuah buku yang terletak cukup tinggi. Karena tubuh kecilnya, ia mencoba peruntungan untuk melompat. Sadar kalau dia bisa jatuh, aku langsung berjalan menghampirinya. Waktu itu, hampir saja ya? Kalo responku gak cepet, kayaknya kamu udah jatuh, Yur."

Hyewon kemudian tersenyum setelah menyelesaikan kalimatnya, mempertemukan kedua tangan mereka. Terdiam sebentar, masing – masing hanya berani bertukar pandang tanpa ada satu patah kata yang keluar, kemudian memalingkannya kembali, menatap acak ke penjuru ruangan. Canggung.

"Setelah aku kembali lagi ke tempat dudukku, aku melihat kembali ke arahnya. Ia tersenyum Yur, senyum paling cantik yang pernah aku lihat. Aku belom pernah liat senyuman setulus itu, rasanya hangat. Seperti memancarkan kebahagiaannya sendiri."

Hyewon kemudian mengangkat dagu Yuri, mempertemukan netra mereka berdua, "Dan saat itu juga, aku sadar. Aku suka sama kamu, Yuri."

Yuri terdiam. Netranya bergetar. Ia tidak memberikan reaksi apa – apa terhadap Hyewon. Hyewon kemudian melepas tangannya dari wajah Yuri, lalu bersandar di sofa.

"Waktu itu aku udah di tahun terakhir sekolah, jadi aku mencari cara gimana bisa dekat sama kamu dengan waktu yang terbatas. Siapa sangka ternyata perpustakaan tempat favorit kita?"

"Kak..."

"Namun aku ragu, saat sahabatku sendiri bilang ia juga menyukaimu. Berbeda denganku, dia orang yang berani. Melakukan banyak aksi untuk mendapatkan hatimu, bukan?"

Yuri terdiam. Masa lalu memenuhi pikiran dan hatinya sekarang. Ia ingat sekali bagaimana Yena selalu menghampirinya padahal SMA nya jauh dari SMP nya. Bagaimana Hyewon bahkan tidak berusaha untuk menghubunginya, dan Yuri hanya tau keadaannya jika sedang bersama Yena.

Ya. Itu adalah salah satu alasan Yuri mau dekat dengan Yena. Agar dia bisa tahu bagaimana kedaan Hyewon.

"Pengecut," Sindir Yuri. Hyewon membelalakkan matanya, lalu menengok ke arah Yuri.

"Kak Hyewon bego! Dasar pengecut!" kata Yuri marah, namun di sisi lain, air matanya juga turun.

"Kalo kakak suka sama aku, kenapa engga bilang, sih? Kenapa baru sekarang kakak bilang itu?"

Hyewon terdiam. Lidahnya terasa kelu untuk menjawab itu.

"Kenapa harus pas aku udah sama orang lain, sih?! Jahat! Dasar jahat! Aku lagi usaha untuk gak suka lagi sama kakak, tapi kakak? Malah tiba – tiba bilang udah lama suka?" Yuri menyeka air matanya. "Iya! Aku juga suka! Suka banget sama kakak! Tapi kakak gak pernah sadar itu. Tujuh tahun aku nunggu kakak sadar. Kakak tau kenapa aku juga masuk SMA yang sama kayak kakak? Kenapa coba aku masuk jurusan Hukum disini juga? Karena aku mau ketemu kakak lagi, aku mau liat senyum kakak lagi! Tapi apa? Apa coba?!"

Yuri kalah. Nafasnya memburu. Kelopak matanya sudah sedikit basah.

Refleks, Hyewon langsung menarik Yuri ke pelukannya. Membiarkan Yuri menumpahkan kesedihan yang sudah lama ia tahan. Yuri tidak menolak, ia membiarkan tubuhnya terjatuh di tubuh Hyewon, menumpahkan semua emosinya yang terbendung.

"Masih sama, Yur," kata Hyewon. "Perasaanku masih sama. Bahkan kalau harus nunggu sepuluh tahun lagi, aku akan tetap dengan rasa yang sama, Yuri."

Yuri bangun dari pelukan Hyewon, masih sedikit gemetaran. Tatapan teduh Hyewon sekali lagi menenangkan Yuri. Tanpa aba – aba, wajah mereka perlahan mendekat, menempelkan kedua bibir itu. Menyalurkan segala rasa yang selama ini terbelenggu.

"Makasih karena udah jujur, kak."

Yuri lalu memeluk Hyewon, membenamkan wajah mungil itu di ceruk leher Hyewon. Tangan kanan Hyewon membelai lembut belakang kepala Yuri, sambil tangan kirinya menepuk – nepuk punggung Yuri. Membiarkan dingin malam menemani kehangatan mereka.

---------

"Kenape sih lu? Dipelototin mulu itu?" tanya Chaewon risih melihat Yena Cuma membolak – balikan ponselnya, dan sudah berlangsung selama lima menit.

"Hyewon mane sihh??" sungut Yena.

"Masih di kampus paling, sibuk doi, kan besok hari terakhir ospek. Sumpah deh, daritadi lu tuh cemasin Hyewon? Etdah, mesra amat."

"Bukanlah, bego! Gue cemasin Yuri, belom bales dia dari sore. Katanya sih mau ada ketemu temennya dulu, jadi bakal pulang sendiri. Tapi dia belom ngabarin gue lagi."

"Lah hubungannya sama lu nanyain Hyewon ape?" tanya Chaewon kembali.

"Ya—" Yena menahan perkataannya, menatap balik Chaewon. "Ya gapapa maksudnya kan mereka satu jurusan siapa tau Hyewon liat Yuri."

"Udah, tenang aje. Udah gede kan, udah tau mana bener mana salah." Jawab Chaewon santai. Yena pun mencoba mengerti itu, kemudian mengirimkan satu pesan lagi ke Yuri.

-------

"Makasih ya kak, udah nganterin pulang." Hyewon menahan tangan Yuri sebelum dia sempat beranjak. Keluar mobil, hanya untuk membukakan pintu untuk Yuri.

"Langsung istirahat ya, besok hari terakhir ospek kok." Hyewon memeluk Yuri lagi sebelum ia melangkah masuk ke rumahnya.

"Kak Hyewon hati – hati juga ya. Oiya," potong Yuri, kemudian beranjak untuk mencium pipi Hyewon. "Makasih juga untuk hari ini."

Hyewon masih terdiam sambil memegangi pipi kanannya. Ia baru masuk mobil saat Yuri sudah hilang di balik pintu rumahnya. Senyum di wajahnya luntur, saat ia tiba – tiba teringat Yena.

Bagaimana ia akan bilang ke sahabatnya itu, ya?

Sementara itu, dentingan menggema ramai saat Yuri baru menyalakan kembali ponselnya. Sudah bisa ditebak, pesan dan telefon masuk paling banyak dari Yena.

Yuri membalas seadanya, dan segera menjatuhkan tubuhnya ke kasur.

Bagaimana ia akan bilang ke Yena, ya?

Someday | IzoneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang