° 13 °

225 62 1
                                    

Bau alkohol menyeruak memenuhi indra penciuman siapapun yang masuk ke dalam gedung itu. Suara alunan musik keras yang memekakkan telinga serta suara percakapan orang lain yang saling tumpang tindih melengkapi kebisingan di sana.

Walaupun tempat ini memiliki batasan umur untuk masuk, nyatanya dengan jelas dapat di lihat beberapa anak di bawah umur yang telah mengisi meja ataupun menari di lantai dansa. Mereka antara anak orang berpengaruh atau orang berduit sehingga bisa menyogok masuk.

Gadis itu menghela nafasnya lelah, melihat banyaknya orang di bawah sana membuat ia semakin malas untuk berada di sini. Kalau saja ia datang ke arena kemarin, mungkin ia tidak harus terjebak dalam klub malam yang asing ini. Sang gadis mengeratkan kardigan yang di pakainya seraya menuruni tangga melihat sekeliling mencari keberadaan orang yang memintamya datang ke sini.

"De," gadis itu mendudukan dirinya di samping seorang lelaki.

"Ahh Kara, lama banget dah lo dateng," laki-laki itu tersenyum sumringah.

"Mana," gadis itu menatap datar menuntut sang laki-laki untuk cepat, ia ingin pulang.

"Ckckck, lo emang selalu galak dah. Padahal kan kita udah kenal tiga tahun Kar," laki-laki itu mencibir.

Sang gadis hanya memutar bola matanya menghadapi laki-laki di depannya. Dia paling malas berurusan dengan orang di depannya, pasti selalu penuh basa-basi dan merepotkan.

"Dean buruan," gadis itu berkata dingin dengan penekanan di setiap katanya.

"Ye galak, nih bayaran lo kemaren. Btw mingdep menang lagi ok? Gue masang taruhan di lo soalnya, byee," laki-laki itu mengedipkan mata dan berlalu meninggalkan sang gadis sendiri.

Gadis itu ingin pulang tapi entah kenapa merasa enggan. Mungkin berada di sini akan mengisi kekosongannya untuk sementara, toh tidak akan ada yang menunggu dia walau pulang sekarang.

Tak jauh dari tempat sang gadis berada, segerombolan orang di salah satu meja sedang saling melemparkan lelucon dengan ramai.

"Eh, eh, liat ke arah jam 11 dari gue," seseorang mengintrupsi candaan.

"Wow, tumben dia ke sini, biasanya susah banget buat ketemu dia selain di arena," Lucas bersuara.

Seluruh atensi meja itu teralih menatap orang yang sedari tadi mereka bicarakan. Kecuali satu orang yang masih sibuk dengan lamunan dan telepon genggamnya.

"Di liat-liat dia makin galak makin cantik ya," Gyan bersuara pelan.

"Aciatt ada yang kasmaran rupanyaa," Lucas meledek Gyan yang memang tidak sengaja berucap seperti itu.

"Ye kagak gitu jubaedah, cuma ya emang dia atraktif ajee, apalagi kalo lagi tinju terus bikin lawannya K.O beuhh," Gyan mengelak.

Satu lelaki yang masih fokus pada telepon genggamnya pun teralih, "Siapa? Shasha?" ucapnya.

"Shasha siapa bro? Gebetan baru lo?" Gyan menyahut.

"Lagi ngomongin Kara ko Jun," Yuqi bersuara dari samping Lucas.

"Goblok banget si lo Juna, bisa-bisanya keceplosan," laki-laki itu merutuk dalam hati.

"Oh bukan, gue salah orang," Juna kembali terdiam namun kali ini ikut menyimak percakapan teman-temannya itu.

"Ajakin join lah ajakin," Ben berkata.

"Gyan tuh Gyan yang lagi kesemsem," Lucas memanas-manasi.

"Dih ogah," orang yang disebut mengerling malas.

"Kevin lah cobaa, katanya penakluk hati wanita," Minnie bersuara, "ya walau gue sama Yuqi ga doyan lo si," lanjut gadis itu yang mengundang tawa satu meja.

Bitter PunchTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang