Sama seperti David Side, chapter ini bisa di unpub sewaktu-waktu.
Hehehehehehe.Jan lupa tinggalkan jejak!
***
"Gue punya pacar."
Genta berkata sembari meminum kopinya yang tinggal setengah. Wajahnya terlihat senang dengan senyum bego di bibirnya yang membuatku kesal.
"Gue turut berduka cita buat pacar lo." Aku menjawab sambil lalu. Masih sibuk mengamplas kayu yang sebentar lagi selesai. Meski ada yang terasa sesak di dalam dada, tetapi aku sudah lama belajar untuk mengabaikannya dan melupakannya. Genta sudah menolakku di kesempatan pertama aku mengungkapkan perasaan. Dia hanya menganggapku adik dan tidak lebih.
Kenyataannya, kita memang masih sepupu dari pihak nenek Genta. Keluargaku berasal dari Kalimantan dan neneknya merupakan kakak dari nenekku. Pada awalnya, kukira Genta adalah pamanku. Di kartu keluarga pun, Genta masuk ke dalam daftar kartu keluarga Nenek dan Kakek. Yang berarti dia adalah adik dari Tante Syakira.
Aku tahu kenyataan bahwa Genta adalah anak dari Tante Syakira ketika kunjungan keluargaku ke Jakarta sewaktu aku masih menggunakan seragam putih biru. Tidak sengaja mendengar kemarahan Ayah kepada Tante Syakira yang masih saja sibuk modeling di luar negeri. Mengabaikan anak yang telah dia lahirkan dan menyerahkan kepada orang tua Tante Syakira adalah perbuatan yang tidak bertanggung jawab. Dan saat itu pula lah Genta juga tahu kenyataan itu.
Aku dan Genta terkurung dalam momen tidak menyenangkan. Hanya bisa saling bertatapan dengan aku yang bingung sementara Genta yang sudah menggunakan seragam putih abu-abu tampak sangat kecewa dan terluka.
Aku dan keluargaku pulang tidak lama setelahnya. Meninggalkan Genta dengan pemikiran yang mencemaskannya setiap hari.
"Cewek yang mau jadi pacar lo pasti sial banget, Bang!" Aku berdiri dan melihat kerajinan kayu yang kubuat untuk pameran sekali lagi. Meniupnya dan menaruhnya di atas meja yang juga banyak kerajinan yang sama. Cukup untuk malam ini. Proses pewarnaan akan dikerjakan besok dengan bantuan junior lainnya.
Lemparan sabut kayu diarahkan kepadaku yang mudah saja untuk kuhindari. "Sialan lo." Genta terkekeh lalu melemparkan botol pocari sweat kepadaku. Kali ini aku menangkapnya dan duduk beringsut di sebelahnya.
"Lo jadian kapan?" tanyaku sambil lalu. Aku lalu mengamati sekeliling. Melihat studio yang perlu dirapikan sebelum pulang ke rumah.
"Belum lama. Lo pasti bakal suka sama dia."
Aku bergidik. "Gue masih normal. Gue suka pedang dan nggak suka apem ya!"
Sebuah jitakan mampir di kepalaku. "Nih bocah mentang mentang udah punya KTP, ngomong nggak pake filter!"
Aku mencibir. Segera membereskan studio dan sepuluh menit kemudian sudah menguncinya. Genta mengantarku sampai rumah. Memastikan aku sudah masuk dan baru pergi dengan motor vespanya yang sudah usang. Motor itu milik kakeknya yang berperan sebagai ayahnya. Selepas Genta menginjak dunia kampus, kakek dan neneknya meninggal akibat kecelakaan mobil. Alih-alih tinggal di rumah keluarga yang sebelumnya mereka tempati, Genta memilih untuk kos di dekat kampus. Katanya untuk menemaniku dan menjagaku. Padahal aku tahu bahwa dia terlihat kehilangan arah dan tujuan. Ibu kandungnya tidak memberikan kasih sayang yang semestinya. Sementara keluarga terdekatnya memang tinggal sang Ibu. Aku tidak tahu siapa ayah kandung Genta. Sepertinya Genta pun tidak tahu menahu dan tidak ingin tahu. Dan yang selalu bisa aku lakukan hanyalah diam dan mengamatinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
RUMBLING
Literatura FemininaKayara tipikal anak manja dengan parfum Les Exclusifs De Chanel. Percaya dengan fairy tale dan cinta pada pandangan pertama. Kayara telah menunggu moment love at first sight seumur hidupnya. Merasa berdebar-debar dan terbang melayang ketika melihat...