Tok ... tok ... tok ...
Ririn baru saja akan mengemasi piring dan gelas bekas makan malam teman-temannya ketika ada yang mengetuk pintu apartemennya
Perempuan bertubuh sintal itu bergegas menuju pintu lalu mengintip keluar melalui lobang intip.
"Mas Tama rupanya. Ngapain dia balik lagi?" batin Ririn heran.
Ya, tujuh orang teman Ririn memang baru saja selesai makan malam dan meninggalkan apartemennya, kembali ke apartemen masing-masing. Termasuk Gautama, yang oleh Ririn dan enam orang temannya yang lain dipanggil Mas Tama. Karena memang yang paling tua di antara mereka.
Mereka semua adalah mahasiswa asal Indonesia yang sedang menuntut ilmu di Universitas Tohuku, di Kota Sendai Perfektur Miyagi.
Sendai adalah salah satu kota yang cukup besar di Jepang. Berjarak lebih kurang 1 jam perjalanan kereta cepat dari Tokyo.
Ririn dan ketujuh orang temannya itu para karyawan yang sedang mendapat beasiswa tugas belajar. Mereka berasal dari berbagai daerah di Indonesia.
Ririn sendiri berasal dari Jawa Timur. Sedangkan Gautama berasal dari Jakarta. Enam orang teman mereka yang lain juga berasal dari berbagai daerah di Indonesia.
Di salah satu kampus terbaik di Jepang itu, mereka mengabil program studi yang sama dan satu kelas.
"Ada apa Mas? Kok balik?" tanya Ririn setelah pintu dia kuakkan sedikit dan wajahmya menyembul dari balik pintu itu.
"Boleh aku masuk dulu, Rin?" Nggak enak kalau ada yang lihat aku balik ke apartemenmu malam-malam begini."
Ririn tampak ragu. Celingak-celinguk sebentar, lalu menatap Gautama dengan sorot mata ragu.
"Ya udah, silahkan masuk, Mas," ujarnya.
Gautama segera melangkah masuk, kemudian Ririn buru-buru menutup pintu.
"Ada apa, sih, Mas?" tanya Ririn penasaran.
"Nggak ada apa-apa kok. Cuma mau mengambil HP-ku yang ketinggalan. Tuh ..." ujar Gautama sembari menunjuk HP yang tergeletak di meja belajar.
"Oalaah ... kirain ada apa ..."
Ririn segera mengambil HP itu dan menyerahkannya ke tangan Gautama.
"Baik, aku balik, ya ... sudah malam."
Gautama balik badan dan melangkah ke arah pintu.
"Loh, cuma begitu aja?"
Langkah Gautama terhenti.
"Emangnya mau apa lagi?" Tanya Gautama dengan mimik wajah heran yang dibuat-buat.
"Ah, enggak .. ya sudah ... sampai ketemu besok di apartemennya Sonya," ujar Ririn sambil mengikuti langkah Gautama menuju pintu.
Pria berpenampilan rapi itu pun segera membuka pintu dan bergegas menuju apartemennya yang gedungnya bersebelahan dengan gedung apartemen Ririn.
Mereka memang tiap malam ngumpul untuk makan malam bersama. Tempatnya berpindah-pindah. Semua bergantian kena jatah jadi tuan rumah.
Pola makan malam seperti itu sengaja mereka tempuh. Pertama, supaya hemat. Karena biaya hidup di jepang sangat tinggi, termasuk biaya membeli makanan siap santap, sangat mahal.
Makanya, mereka memilih tiap hari masak dan makan bareng. Kedua, selera Indonesia mereka menyebabkan masak sendiri menjadi pilihan terbaik. Mereka bisa memasak berbagai menu khas Indonesia. Selain hemat, cara ini juga sedikit mengobati rasa kangen akan tanah air.