AL ; 7

8 1 0
                                    

Bambang menghentakkan kakinya saat sesi interogasi telah selesai, dengan hasil ia harus menandatangani surat keterangan drop out dari sekolah selama tiga hari. Ditambah lagi Ayah nya kini harus membawa pulang surat peringatan keras agar dirinya tidak lagi ikut terlibat dalam perkelahian jenis apapun.

Bambang mengejar Ayahnya yang sudah meninggalkannya beberapa langkah dibelakang. Menyejajarkan langkahnya dan mulai memandangi raut serius yang ditampilkan Ayahnya yang membuat atmosfer disekelilingnya nya sangat mencekam.

Sejak keluar dari ruangan terkutuk itu, Bambang terus memperhatikan sikap Ayahnya yang datar. Tidak ada ekspresi apapun yang dapat dibaca olehnya, membuat jantungnya serasa ingin copot dari dadanya.

Sosok itu bahkan terus berjalan tanpa peduli dengan keberadaannya, membuat Bambang merasa seperti hama yang tertiup angin. Ingin sekali dia berteriak 'Papi, aku disini, hey.' sambil melambaikan tangan tinggi-tinggi ke depan wajah Ayahnya.

"Pi, maafin Lio, ya? Bukan aku yang mulai duluan, kok." Tak tahan dengan sikap Ayah nya yang terus mengacuhkan keberadaannya, Bambang memberanikan diri membuka percakapan.

Orang yang dipanggil 'Papi' itu mengernyit, kemudian tertawa keras. Membuat Bambang kebingungan dengan sikap manusia yang ada di sampingnya itu.

"Kau bercanda, Lio? Papi bahkan sangat bangga padamu. Papi pikir karena kau sendirian anak jantan dirumah akan membuatmu lembek seperti betina."

Perkataan Ayahnya barusan membuatnya menghembuskan napas lega, namun ada perasaan aneh yang mengganjal di sela-sela kalimat itu.

"Jadi, ceritakan padaku ada berapa orang yang kau hantam? Apa dia babak belur juga sepertimu?" Tanya Ayahnya antusias.

"Mereka ada banyak, Pi. Aku bahkan kewalahan ngadepinnya. Tapi, mereka semua pada kabur pas Buntut dan antek-anteknya dateng. Ngerusak suasana aja." Jawabnya tak kalah antusias sembari berdecak pada akhir kalimatnya.

"Papi juga kurang suka sama ikan buntal itu,"

"Tapi aku takut, Pi. Nanti kalo Mami tau, gimana?"

"Ya jangan sampe dia tau lah, sembunyiin sebisa mungkin. Ini urusan para jantan, si betina tidak perlu tau."

"Huft, untunglah. Aku pikir Papi bakal marah tadi. Masih deg-degan nih akunya."

"Santai, anak lelaki harus tangguh. Ohiya, karena kamu mengharumkan nama Papi hari ini, kita akan merayakannya di restoran. Nanti Papi traktir, kamu bebas pesan apa aja."

"Serius, Pi?"

"Iya. Udah sana masuk dulu. Pulang sekolah Papi jemput."

"Trus, motorku gimana?

"Nanti Papi suruh Mang Ujang bawa pulang. Pokoknya hari ini, you're my boss."

"Oke deh, kalo gitu aku balik kelas dulu yah, Pi."

Mendapat anggukan kepala dari Ayahnya, Bambang memperhatikan lelaki itu memasuki mobil hitamnya yang berada di parkiran, kemudian melesat meninggalkan kawasan itu.

"I love you, Pi. Love you full, muwach."

"Eh si belatung dari tadi dicariin, malah bermonolog disini."

"Eh, ada buwung puyuh. Ngapain lo disini? Stalking gue ya? Ngaku lo!" Tandasnya membuat Azka spontan membulatkan matanya.

"Gue sentil juga yah tuh bibir. Gue tuh dari tadi nyariin lo. Susah banget kek lagi ngumpulin tujuh dragon ball, tau gak?"

"Tumben lo nyariin gue, kangen yah? Peluk dulu sini."

"Najis. Gue serius Bambang. Yang lain pada nanyain kabar lo sekarang."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 06, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

ALARESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang