Ch.2-Tiang Bernyawa

3K 276 6
                                    

Sebuah keajaiban melihat gadis yang biasanya baru bangun pukul tujuh sudah bergabung di meja makan, lengkap dengan seragam rapi sejak pukul enam lewat. Meski hanya duduk diam sambil mengadahkan kepala, mulutnya yang tak berhenti tersenyum itu membuat pasutri di depannya saling bertatapan. Mencurigakan, hanya itu sebutan yang cocok untuk menggambarkan gadis itu sekarang.

Sambil menuangkan segelas teh di hadapan Keyra, Tante Mika mengamati lekat-lekat sudut bibir keponakannya, jika saja ada perekat yang tak sengaja menempel di wajah gadis itu ketika tidur.

"Ehem. Sepertinya suasana hatimu sedang baik, Key?" ucap Om Kira sedikit kikuk membuka pembicaraan.

Keyra seketika terbangun dari alam imajinasinya. Namun ia tetap tersenyum dan kini semakin lebar. Pasutri itupun lagi-lagi dibuat tak berkutik.

"Iya dong, Om. Sangat baik malahan," balasnya sambil memotong mata sapi di piringnya setelah berdoa.

"A ha ha.... Kalau begitu, sedikit menceritakannya pada kami tidak apa-apa kan?" ucap Tante Mika dengan tawa kakunya.

Lagi-lagi gadis itu tersenyum. Ia mulai menceritakan pada om dan tante-nya tentang kejadian beberapa hari lalu, tepatnya di hari pertama ia bersekolah. Hanya saja ia langsung menceritakan bagian konfliknya, tidak pada orientasi cerita, di mana ia sedang mengelilingi sekolah untuk mencari pintu darurat.

Ketiganya pun terhanyut dalam pembicaraan yang lebih jauh. Pertanyaan dan pernyataan membuat mereka tak sadar jika waktu tetap berjalan ketika mereka asik berbincang.

***

"Akh... gara-gara Om Kira, jadinya telat lagi kan?!"

Keyra berlari membelok dari gerbang depan. Berkat penelusurannya Jumat lalu, ia bisa menghindari Pak Maryo—satpam bertubuh besar dan masuk dengan mudah melalui pintu kecil yang biasa digunakan ibu-ibu kantin. Walau selalu ada patroli, jika Keyra mengamati pergerakan dua orang waktu itu, pelaksanaan patroli juga memiliki jadwal. Ia pun memanfaatkan Kanya yang juga bagian dari OSIS untuk mencaritahu lebih detail mengenai jadwal patroli.

Namun ketika asik melewati lorong kecil setelah pintu, suara seseorang terdengar memanggil namanya. Suara menyebalkan yang sudah terdeteksi siapa pemiliknya.

"Arkeyra Key."

Suara pelan namun tegas itu terdengar bersama dengan langkah kaki yang semakin dekat. Keyra pun mendengus kesal lalu membalikkan badannya. Dan benar, pria dengan kemeja kotak-kotak sama seperti sebelumnya sedang berjalan ke arahnya, kali ini warnanya biru.

"Bapak lagi, bapak lagi." Seperti biasa, salam pembuka Keyra terdengar sadis. Pak Arsya pun menghela napas berat menghadapi sifat buruk siswi satu itu yang sepertinya akan sulit dirubah.

"Lagi-lagi bahasamu kurang enak didengar," ucap Pak Arsya memasukkan kedua tangannya ke saku celana.

Sejenak Keyra dibuat kagum dengan postur Pak Arsya yang seperti model. Apalagi wajahnya yang seperti malaikat---

"Malaikat apanya?! Maut kali!" Segera saja Keyra membuyarkan lamunannya dan menepis apa yang dipikirkannya barusan.

"Ya nggak usah didengar aja dong, Pak. Susah amat." Setelah mengeluarkan kata-kata kurang mengenakkan lagi, tanpa basa-basi Keyra membalikkan badannya dan pergi begitu saja. Ia telah melupakan materi pendidikan kewarganegaraan mengenai norma kesopanan. Aturan seseorang dalam bertingkah laku, tidak cocok untuk gadis itu.

Belum sempat Pak Arsya mencegah Keyra pergi, ponselnya tiba-tiba berdering. Setelah mengecek panggilan itu, Pak Arsya langsung mengangkatnya dan terpaksa membiarkan gadis itu pergi. Hanya beberapa kata yang keluar dan panggilan sudah di akhiri. Pak Arsya lalu kembali melalui jalan yang sama seperti kedatangannya.

I'm a Main Antagonis Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang