Chapter 24: What You Really Feel

704 15 1
                                    

Jasmin’s POV

            David. Sebuah nama yang tidak akan pernah bisa hilang kina berada tepat di depanku. Berbicara seperti dahulu lagi. Tersenyum. Tertawa. Tanpa rasa canggung dan penghalang lainnya.

“Kau sama sekali tidak berubah, ya,” ucap David mengacak-acak rambutku.

“Kau juga! Tetap lengkap dengan kacamata minus kesayanganmu,” balasku mencubit tangan kanannya.

“Aw! Cubitanmu tetap yang paling menyakitkan,” eluhnya terlihat kesakitan dengan cubitan superku. Kujulurkan lidahku mengejeknya.

“Hahaha, dasar. Oh iya, laki-laki yang bersamamu tadi itu siapa?” tanya David mengenai Niall.

“Kau ingat mengenai One Direction?” tanyaku balik.

“Ohh, boy band yang selalu kau ceritakan padaku dulu, kan? Memang mengapa?”

“Dia Niall. Salah satu dari personil One Direction,”

“HAH?! Kau sungguhan?! Kalian sedekat itu? Kau sedekat itu dengan artis kelas dunia?” David terlihat terkejut ketika aku memberitahukan semuanya. Memang terdengar sedikit mustahil, sih, aku bisa dekat dengan Niall.

“Berarti kau mencintainya?” lanjut David bertanya. Mencintai. Mencintainya. Mencintai Niall. Aku…

“Aku… tidak kok hahaha. Kami hanya sebatas teman,” aku tertawa dicampur dengan senyuman. Ini.. aku tidak.. ah sudahlah.

“Kau yakin? Aku masih ingat setiap perkataanmu dulu tentangnya bahwa kau sangat ingin bisa berpacaran dengannya. Aku masih ingat itu semua, Jasmin,”

“Cukup. Hentikan itu semua, Vid. Aku mencintaimu! Bukan dia yang aku cintai!” teriakku penuh emosi.

“Aku tahu itu, Jasmin. Aku tahu kau mencintaiku. Tapi aku juga tahu kau mencintainya. Jauh lebih mencintainya. Matamu tidak bisa berbohong. Aku dapat melihat bunga-bunga asphodel mulai bermekaran di matamu ketika kau mengucapkan kebohongan tentang perasaanmu sesungguhnya pada Niall. Apa aku benar?” tanya David dengan senyum tanpa terbawa emosi. Aku.. mencintai Niall lebih dari aku mencintai David? Itu bohong. Itu bohong! Aku berlari keluar kamar ini dan menghilang di dalam kegelapan lorong rumah sakit.

“Itu lebih baik, Jasmin. Sejak awal aku sudah menyadarinya. Aku dapat melihat pantulan wajahku di dalam matamu dan hatimu. Tapi aku pun bisa melihatnya. Jauh di dasar hatimu, Niall-lah yang bernanung di sana. Karena aku tidak pernah bisa memungkirinya. Aku tahu bahwa kau tidak pernah mencintaiku lebih dari kau mencintai Niall….”

.

.

Niall’s POV

            Aku duduk di kantin rumah sakit lengkap dengan jaket, topi dan kacamata hitamku. Semua orang melihatku bukan karena mereka curiga bahwa aku adalah Niall Horan, slah satu personil One Direction. Melainkan mereka menganggapku sebagai bule gila yang menggunakan kacamata hitam di malam hari yang gelap dan turun hujan.

“Twenty thousand rupiah, sir,” ucap kasir di kantin tersebut. Kuberikan selembar uang bernilai dua puluh ribu rupiah yang berwarna hijau ini. Sebenarnya cukup lucu aku melihat uang sebagai alay pembayaran di negera ini. Mereka berwarna-warni, hahaha.

            Kunaiki tangga menuju lantai dua untuk kembali ke kamar David. Awalnya aku tidak berminat (atau tidak kuat) untuk kembali ke kamar itu. you know, jika aku berada di sana, aku akan menjadi seseorang yang sangat tersakiti melihat gadis yang dia cintai terlihat mesar dengan laki-laki yang docintai si gadis itu. menyedihkan. Tapi tak apalah. Aku bukan pria lemah. Lagi pula aku ingin mengobrol sedikit-sedikit dengan David.

“Hey, Jasmin! What ha–“ seruku ketika kulihat Jasmin berlari ke arahku. Dan wush, dia melewatiku tanpa berbicara apa-apa.

“Jasmin!”

“Jangan ikuti aku!” teriaknya tanpa berhenti berlari. Aku batal mengejarnya karena kurasa dia akan merah padaku. Akhirnya aku memutuskan untuk kembali ke kamar David dan kurasa lebih baik bertanya padanya. terkadang perempuan itu terlalu merepotkan.

“It’s me… Niall. Can I go inside?” ketukku pada pintu kamar ini.

“You can,” balasnya dari dalam. Aku masuk ke dalam kamar dan kulihat David sedang membersihkan kacamatanya.

“Um, aa, tadi aku melihat Jasmin berlari keluar dari kamar ini dan melarangku untuk mengikutinya. Apa terjadi sesuatu?” tanyaku mengambil kursi dan duduk tidak jauh dari tempat tidur.

“Dia hanya ingin ke toilet, hahaha,” jawab David sambil tertawa cukup puas.

“Oh pantas saja…”

“Oh, ya, Niall, kalau boleh kubilang kau itu bule yang cukup hebat ya. Tetap memakai kacamata hitam di malam hari begini,”

“Setidaknya aku bisa sedikit merasa aman, David,” balasku lalu tertawa bersamanya. Dia laki-laki yang baik dan humoris. Sepertinya aku tahu alasan Jasmin bisa menyukainya.

“Niall, you love her, right?” tanya David yang tiba-tiba membuatku kaget. Aku tidak tahu harus menjawab apa. “Jangan disembunyikan. Katakan yang sejujurnya. Semua orang berhak untuk mencintai seseorang,” lanjutnya..

“Um, tapi itu…. kurasa iya. Maaf…” jawabku sedikit takut. Bisa saja dia marah, kan? Ada saja laki-laki yang marah jika ada laki-laki lain yang mencintai orang yang dicintainya.

“Baiklah, boleh aku meminta bantuanmu? Untuk yang terakhir,” pintanya terlihat serius tapi masih dengan senyum di wajahnya.

.

.

When Asphodel Start to BloomWhere stories live. Discover now