15 // Sebuah rahasia

3.5K 370 12
                                    

Butuh waktu tiga jam untuk sampai pada tempat tujuan. Selama tiga jam pula Ocha harus terus menahan emosinya. Musuhnya itu selalu memancing keributan.

Ocha menatap takjub pada vila di hadapannya. Mereka berenam langsung masuk ke dalam vila milik keluarga Rangga, lalu menuju dua kamar. Satu untuk para cewek dan satu lagi untuk para cowok. Hari ini vila di khususkan untuk mereka berenam liburan selama dua hari.

Setelah menaruh koper masing-masing, mereka kembali mengumpul di halaman depan vila. Matanya dimanjakan oleh pemandangan yang menyuguhkan hamparan kebun teh yang indah.

Mereka semua menyiapkan untuk acara bakar jagung, dan menyediakan beberapa camilan yang diambilnya dari dalam mobil. Butuh waktu satu jam sampai acara bakar jagungnya selesai.

Langit perlahan mulai menggelap, udara semakin terasa dingin. Mereka semua duduk melingkar. Urutannya Ocha, Rangga, Pahlevi, Cara, Meyka, Awil.

"Main game yang menantang yuk!" ajak Awil.

"Apa tuh?" tanya Cara sambil memasukkan keripik kentang ke dalam mulutnya.

"Jelangkung!" seru Awil, diangguki oleh Rangga dan Pahlevi dengan penuh semangat yang berkobar.

"Ih enggak!" tolak Meyka sambil menggeleng kuat-kuat. Bisa pingsan kalau ia ikutan permainan horor itu.

"Jangan takut, kan ada aku." Awil tersenyum menenangkan. Lalu menggenggam erat tangan kanan Meyka, modus.

Ocha hanya memutar bola mata malas, sangat geli mendengar ucapan Awil yang ditunjukan untuk Meyka. Ditambah cowok itu mencari kesempatan dalam kesempitan.

"Kita kan ke sini buat liburan hepi hepi, bukan buat nyari mati." Cara membuka suara.

"Uji adrenalin, kapan lagi begini? Mumpung tempatnya mendukung." Pahlevi menggerakkan dagunya ke arah vila, memberi kode.

"Enggak! Gak mau," tolak Meyka lagi, jiwa penakutnya mulai memberontak.

"Cus mulai." Rangga mengabaikan ucapan Meyka.

"Gak mau," rengek Meyka.

"Udahlah ganti yang lain aja, kesian tuh si Meyka mau nangis." Ocha ikut membuka suara.

Awil menggerakan jari telunjuknya ke kanan dan kiri tanda bahwa permainan yang ia sarankan tidak boleh diganti. "Gak bisa, lagian Rangga sama Pahlevi udah setuju tuh."

"Wil, kita putus nih ya," ancam Meyka membuat Awil langsung melotot tajam, ancaman yang paling ia takuti. Kalau gini sih, Awil lebih baik mengubur keinginannya untuk bermain horor.

"Eh, eh. Jangan dong," pinta Awil memelas. "Yaudah deh ganti game lain."

Rangga mengambil batu kecil yang ia ambil sembarang, lalu melemparnya ke Awil. "Gimana sih lo."

Awil terkekeh. "Ganti deh Ga, auto terancam jomlo nih gue nanti kayak lo."

"Sialan!" rutuk Rangga.

"Terus jadinya apa?" tanya Pahlevi mulai malas.

"ToD," sahut Ocha, Meyka dan Cara berbarengan.

Sedangkan para cowok sudah menganga lebar, setelahnya langsung menggeleng kuat-kuat. Tanda menolak untuk melakukan permainan itu.

"Gak menerima penolakan," putus Ocha membuat ketiga cowok itu menghela napas berat.

Permainan dimulai saat sebuah botol bekas berada di tengah-tengah mereka. Meyka yang memulainya lebih dulu, hingga botol itu mengarah pada Cara yang membuat cewek itu menghela napas panjang.

"Truth."

"Sayang gak sama Pahlevi?" celetuk Meyka.

"Jawabnya gak boleh bohong, Mah," sela Pahlevi.

"Dikit," sahut Cara cepat. Pahlevi malah tertawa geli.

Mengabaikan ledekan Pahlevi, Cara segara memutar botol bekas itu. Kali ini botol memutar lebih cepat hingga akhirnya botol berhenti pada Ocha.

"Truth, deh."

"Lo pernah ada sesuatu sama Rangga?" tanya Cara langsung, ia terkadang suka ambigu dengan ucapan Ocha. Seakan-akan dua manusia itu pernah ada hubungan dekat.

"Iya," jawab Ocha jujur. Ia jadi menyesal karena telah menyarankan permainan yang malah menjebak dirinya sendiri.

Semua yang mendengar pun kaget kecuali Meyka, orang yang sudah kenal Ocha selama enam tahun.

"Pacaran gi—"

"Satu pertanyaan." Ocha menghentikan ucapan Awil, membuat cowok ikal itu mendecak kesal karena rasa keponya tak terjawab. "Lanjut."

Botol kembali berputar cepat, mereka semua harap-harap cemas takut jika nantinya berhenti pada diri mereka sendiri. Jika memilih truth, pasti ada suatu rahasia yang terbongkar karena harus menjawab jujur. Dan jika memilih dare, itu akan memalukan atau merugikan diri sendiri karena pastinya akan diberi tantangan yang konyol.

Botol berhenti pada Rangga. "Truth," katanya tanpa pikir panjang.

"Sebutin satu mantan yang paling berkesan buat lo?" tanya Cara. Entah kenapa ia sangat tertarik untuk menguak hubungan Rangga dan Ocha di masa lalu.

Rangga dan Ocha saling melirik, hanya berlangsung dua detik karena Ocha langsung membuang muka. Cara yang melihat itu menduga bahwa mereka adalah mantan, yang pernah saling sayang.

"Sesil," jawab Rangga.

Botol kembali diputar dan berhenti pada Pahlevi.

"Dare," katanya sambil tersenyum miring, berlagak tidak takut dengan tantangan yang akan didapat.

"Telepon semua cewek lo, terus putusin." Awil rasanya ingin mengakak guling-guling karena melihat ekspresi kaget Pahlevi, kalau saja ia tidak mengingat di mana sekarang dirinya berada.

"Wih, pinter tumben lo," puji Ocha. Ia sangat geram dengan Pahlevi yang sok kegantengan dan berani menggantungkan perasaan sahabatnya.

"Oke," kata Pahlevi akhirnya. Lalu cowok itu mulai melaksanakan tantangannya.

Satu persatu Pahlevi menelepon pacarnya, membuat yang lain sudah tertawa geli karena omelan atau makian dari para cewek di seberang sana. Bahkan sampai ada yang merengek karena tidak mau putus.

Perut Ocha sekarang sampai sakit karena terus tertawa. Apa yang hebat dalam diri Pahlevi? Sampai-sampai cowok itu diidam-idamkan.

Setelah selesai menelepon para pacar—eh, para mantan maksudnya, Pahlevi dengan cepat memutar botol itu dengan perasaan menyesal karena telah memilih dare. Tapi ia tidak lagi khawatir, dengan ketampanan hakiki pasti banyak cewek yang mengantri untuk menjadi pacarnya, begitu pikir Pahlevi.

Botol mengarah pada Awil, membuat cowok itu bimbang harus memilih apa.

"Truth deh."

Pahlevi tersenyum miring, ini saatnya untuk membalas dendam pada Awil, karenanya koleksi ceweknya lenyap dalam sekejap mata. "Hari minggu kemarin, gue liat lo bonceng cewek tapi bukan Meyka. Itu siapa?" tanya Pahlevi menohok.

Awil mengusap wajahnya gusar.

"Jawab jujur, Wil." Meyka mulai menatapnya sendu.

"Temen."

Saat itu juga Meyka langsung pergi masuk ke dalam vila. Awil menatap nanar kepergian Meyka.

"Sialan lo, Le."

Bukannya merasa bersalah, cowok itu malah terkekeh sambil mengangkat dua jarinya, tanda untuk berdamai.

Ocha dan Cara mengejar Meyka. Permainan terpaksa berakhir.

Pahlevi menepuk bahu Awil. "Selamat berjomlo ria."

🐁🐈

Bekasi, 20Jun20.

Married with Enemy [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang