twelve

2.3K 370 56
                                    

Seharusnya hyunjin senang, 'rencana'nya membuat garis batasan antara keduanya berhasil, tetapi melihat effort jeongin untuk menghindarinya, mengapa ia jadi sedih? Adiknya itu jadi semakin kurus, seperti tulang berjalan kasarnya, kalau ibu mereka berkunjung bulan depan, bisa bahaya. Hyunjin pasti akan di jejali pertanyaan.

Omelet, roti bakar, salad tomat ceri campur arbei dan yogurt. Jeongin benar-benar tidak suka makanan seperti ini sebenarnya, well, dia lebih suka hanya makan nasi dan lauknya saja ataupun bento dari minimarket. "Ayo makan." Hyunjin menuangkan susu di gelas jeongin, lalu mencampurnya dengan oat. Jeongin di depannya hanya melongo.

"Aku tahu, kau tidak suka sarapan seperti ini, tetapi jika makan-makanan cepat saji terus, sepuluh hari ke depan kau akan mati." Ujar sang kakak, masih sibuk menata sarapan di meja makan.

Perkataan hyunjin sukses menusuk hati jeongin. Ia angkat kedua tangannya di meja, memperhatikan urat-urat nadi yang mencuat. Benar, kurus sekali, berbeda saat dulu masih sekolah. "Terimakasih, tetapi kau tidak perlu repot seperti ini."

Hyunjin berhenti makan, menatap jeongin tanpa arti. "Aku kakakmu, kita tinggal bersama, sudah seharusnya aku menjagamu."

Seperti mengetahui isi pikiran jeongin, hyunjin lanjut berbicara. "Tidak usah banyak pikiran, pikirkan dirimu sendiri." Lalu tersenyum manis, tangannya terulur mengusap surai hitam jeongin.

Jeongin senang, apa artinya hyunjin mau memperbaiki hubungan dengannya? "Swekali lagwi terimakawsih kak!" Ia berucap dengan mulut penuh makanan.

"Pelan-pelan makannya." Ibu jarinya hinggap di bibir jeongin, mengusap sisa yogurt disana. Hyunjin kembali tersenyum dan lanjut memakan sarapannya.

Hari ini jeongin senang sekali, perasaan di lindungi dan di perhatikan kembali datang, sudah lama ia ingin merasakan mempunyai kakak kembali, tetapi jeongin masih belum berani untuk menyinggung lagi tentang alasan hyunjin bersikap dingin padanya. Terakhir kali mereka membahas itu, selama berbulan-bulan tidak bertegur sapanya.

Di kampus, beberapa teman jeongin dan hyunjin sudah mengetahui bahwa mereka tinggal bersama, tetapi belum tahu kalau ternyata bersaudara.

Cafe di kampus tidak terlalu ramai kalau hari jum'at, sebab beberapa anak lebih memilih break di luar kampus lalu di lanjutkan dengan membolos. "Bagaimana kelasnya?"

"Membosankan, dosennya sudah tua kak- pembahasan yang di bahas benar-benar bikin ngantuk."

"Eih- tidak boleh begitu, mereka semua berjasa."

Mereka sama-sama duduk di bangku semester dua, tetapi rasanya seperti hyunjin dua semester lebih tinggi di bandingkan jeongin.

"Jeongin pesan apa?"

"Cheese cake!"

"Apa tidak bosan huh?"

"Tidaaak, enak sekali sih? Nanti coba ya?!"

Hening, jeongin sibuk bermain ponsel. Tidak sadar sedari tadi sedang di tatap lapar oleh hyunjin. "Ekhem."

"Jeongin ... For your information, aku sama sekali tidak dendam padamu- dan untuk beberapa tahun lalu, itu adalah musibah. Kita tidak menyalahkan kehendeak tuhan kepada hambanya."

Jeongin mendongakan wajahnya, bingung. Jawaban atas pertanyaannya selama ini baru di jawab sekarang. "Aku tidak pernah menyalahkanmu, kau yang membuat kesimpulan sendiri. Aku hanya ... Belum mampu untuk membicarakannya."

" ... "

"Dan aku dalam pengaruh obat terapi, aku pikir ... emosiku masih belum bisa stabil apalagi untuk hal-hal yang masih harus perlahan aku terima."

Convivencia ❲ hyunjin ft jeongin ❳Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang