special part : kamu mau hidup bersamaku?

768 55 1
                                    

Sesampainya Devan dirumah, ia melempar jasnya kearah kasur kamarnya. Risa membuka matanya saat tahu ada yang membuka pintu kamar. "Kamu baru pulang, mas? Kamu mau makan atau mandi dulu?" Tanya Risa yang sudah duduk disisi ranjang.

Devan mendelik tajam kearah Risa. "Gak usah sok peduli deh."

Prang !

Devan melempar foto mereka berdua hingga pecah membuat Risa terkejut bukan main. "Kamu bisa gak sih gak buat aku kesal mulu? Cuma bisanya buat aku malu aja. Dasar wanita gak berguna! Nyesel aku punya istri kayak kamu, aku kira kenal sama kamu buat hidupku menjadi bahagia. Tapi nyatanya apa?"

Jangan ditanya gimana saat berada diposisi Risa sekarang. Pasti hatinya sudah kebal mendengar ucapan pedas Devan setiap hari.

"Maaf kalau aku buat kamu kesal lagi. Kamu bisa kan bicarakan ini secara baik-baik? Gak perlu menghina aku, aku juga manusia biasa yang punya perasaan. Apa pernah kamu memikirkan perasaan aku yang terluka karena perkataanmu? Enggak kan?"

Devan menjambak rambut Risa. "Kamu berani ngelawan aku? Istri macam apa kamu yang berani ngelawan suaminya sendiri? Kamu pantas mendapatkan hukuman dariku."

Perlahan Devan membuka lemari kemudian ia mengambil ikat pinggang lalu ia memukuli istrinya dengan ikat pinggang tersebut tanpa ampun. Dalam hati Risa terus merapalkan doa agar ia masih bisa diberikan kehidupan. Ia tidak pernah mengira kalau hidupnya selalu disakiti dengan suaminya sendiri.

"Masih mau bantah aku? Ini akibat kamu berani bantah aku." Setelah itu ia menarik Risa dan mendorong istrinya sampai kepalanya terbentur meja nakas. "Mulai sekarang aku akan mengurus perceraian kita. Aku melepasmu. Kamu bebas memilih pasangan dan melanjutkan hidupmu. Aku muak dengan pernikahan ini. Mulai sekarang aku melepasmu, Risa Syabila."

JLEB

Perkataan Devan bagaikan sengatan listrik yang sangat berpengaruh bagi kehidupan Risa. "Aku mohon jangan mas. Aku janji gak akan buat kamu malu lagi."

"Sayangnya perkataanmu ini udah gak ada gunanya lagi. Aku lebih memilih untuk menerima tawaran mamaku dengan menikah lagi bersama wanita lain yang bisa memberikan keturunan untuk keluargaku." Devan pergi dari kamar sambil membawa kunci mobil yang ia taruh diatas meja sofa.

Setelah melihat kepergian Devan, lama kelamaan pandangan Risa mulai kabur dan lama kelamaan ia menutup matanya karena kepalanya begitu sakit akibat kena benturan meja.

***

Perlahan Risa membuka matanya pelan pelan. Kepalanya masih terasa begitu sakit. Ia melihat diruangan ini ada kedua orang tuanya dan ada Geri juga.

"Mama sama Papa kok ada disini?"

Mama Risa menatap malang anak perempuan satu satunya itu. "Kenapa kamu gak bilang atas perlakuan Devan kekamu, Risa?"

Risa berusaha untuk tersenyum. "Aku gak mau bilang karena aku gak mau buat mama sama papa jadi khawatir sama kondisiku saat ini."

"Papa janji akan memberi hukuman pada Devan yang sudah dia lakukan padamu itu salah." Risa menggeleng pelan. "Jangan, Pa. Aku gak mau berurusan sama Devan lagi, mungkin dia bukan suami yang baik untukku. Sudah saatnya kami berpisah."

"Kalau saja Geri tidak memberi tahu kami, kami gak akan pernah tahu keadaan kamu yang sebenarnya terjadi. Geri sudah menceritakannya semua." Papa Risa menepuk bahu Geri. "Terima kasih sudah mau membawa Risa kerumah sakit, kalau kamu gak bawa secepatnya kerumah sakit, kita gak tahu kondisi Risa."

"Sama sama, Om." Geri menghela nafas lega. Untuk kali ini ia bisa menyelamatkan hidup Risa.

"Mama sama Papa gak pulang? Kalian pasti sudah menjaga aku semalaman kan? Aku yakin pasti kalian lelah."

Mama Risa menggeleng cepat. "Mana mungkin mama meninggalkan kamu, sayang. Cukup Devan yang buat kami menjadi merasa bersalah karena sudah menikahkannya denganmu."

"Aku disini baik-baik aja, ma, pa."

"Biar saya aja om, tan, yang akan jaga Risa disini."

"Kamu yakin?" Tanya papa Risa.

Geri mengangguk. "Yakin, Om. Saya janji akan menjaga Risa."

Setelah mereka berdua pamit pulang, kini tinggal tersisa mereka berdua yang berada diruangan.

"Kamu gak kerja, Kak?"

Geri yang ada didekat Risa pun sedang duduk disamping brankar. "Aku izin, Ris."

"Izin? Kenapa?"

"Jagain kamu." Geri sambil memberikan potongan apel yang sudah ia potong-potong menjadi beberapa bagian.

"Aku udah besar jadi gak perlu dijagain. Kamu bela-belain izin cuma buat jagain aku, Kak?"

"Baru kali ini aku meminta izin untuk tidak bekerja, lagi pula masih ada sisa liburan dari kantor yang gak pernah aku gunakan sama sekali."

Risa berhenti mengunyah. "Badan kamu gak lelah bekerja terus?"

"Sejak kepergianmu membuat separuh jiwaku pergi, Ris." Geri memegang tangan Risa yang bebas dari infus.

Suasana ruangan menjadi lebih hening. "Aku gak nyangka bakalan begini akhir dari rumah tanggaku, Kak." Risa tersenyum getir. Merasakan kepahitan dalam hidupnya.

"Memang udah saatnya kamu berpisah sama dia. Aku tahu ini beban bagi kamu, tapi jangan pernah salahin hidup kamu."

"Kamu sudah punya pasangan baru?"

"Jangankan pasangan, hari-hariku sudah dipenuhi dengan tugas kantor yang membuatku lupa akan waktu. Aku sama sekali gak tertarik sama wanita lain semenjak kamu pergi. Aku gak mau sakitin wanita lain setelah kamu. Aku yang terlalu bodoh sama perasaanku sendiri."

"Ini bukan salah kamu, Kak. Sekarang aku yakin kalau kita bertemu lagi pasti sudah begitu jalannya. Tapi, kamu harus melanjutkan hidupmu, Kak."

"Beri aku satu alasan yang masuk akal supaya aku bisa melanjutkan hidupku?"

Risa nampak berfikir untuk menjawab pertanyaan Geri. "Aku tahu kalau kamu ingin juga membangun keluarga kecil. Dari lubuk hati yang paling dalam kamu menginginkannya, tapi mulutmu tidak berkata sedemikian rupa."

"Kasih aku kesempatan untuk memperbaiki kesalahanku yang dulu. Kalau aku berani menyakitimu lagi, aku janji tanpa kamu minta pun aku akan pergi dari kehidupanmu. Aku ingin kamu menjadi milikku, menjadi ibu dari anak-anakku kelak. Apakah kamu bersedia menerimaku yang apa adanya tanpa hidup yang bergelimang harta? Tinggal dirumah yang sederhana? Hingga maut memisahkan kita? Ikut aku ke jakarta untuk membangun kembali keluarga kecil kita."

Risa tidak bisa menahan tangisnya. Ia begitu terharu atas perlakuan Geri terhadapnya. Ia merindukan Geri sewaktu menjadi kakak kelasnya. Risa mengangguk. "Aku bersedia, Kak. Aku sama sekali tidak masalah dengan hidup yang sederhana, karena kesetiaan yang selama ini aku cari. Kita akan bersama hingga maut memisahkan kita." Mereka berdua berpelukan. Risa tidak pernah menyangka bisa mendapatkan cinta dari kakak kelasnya sewaktu duduk dibangku sekolah menengah pertama. Dan Geri tidak akan pernah menyangka kalau ia bisa mencintai adik kelasnya sendiri.

***

Tolong hargai dengan memberikan vote dan comment ^_^

Happy reading♡

GERISA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang