Sore itu, huja mengguyur kota dengan sangat deras. Suara air yang terjun bebas dari langit begitu menenangkan. Suara petir yang menggelegar dan sedikit kilauan cahaya yang menyapa sangat menyilaukan. Tetapi, ada makna disetiap peristiwa. Waktu hujan adalah waktu yang sangat tepat untuk berdo'a. Mengharap ridho dan pahala serta beberapa keinginan.
" Naba! Cepat masuk rumah, berhentilah bermain hujan "
" Iya mi, sebentar Naba masih mau main "
" Cepatlah masuk nak, nanti kamu sakit "
***
Perkenalkan namaku Naba Ar-Rahman putra pertama dari pasangan Abdurrahman dan Hikmah. Abi merupakan pemilik pondok pesantren terkenal di Kota ini. Kesehariannya mengurus pesantren dan mengisi pengajian diberbagai daerah membuatnya jarang berkumpul dengan kami. Umi juga memiliki kesibukan yang sama hanya saja Umi lebih sering mengisi pengajian didalam pesantren saja. Keseharianku sendiri membantu menjadi penuntun hafalan para santri.
***
Hari-hari berjalan seperti biasanya gus Naba menjalani aktivitasnya di pesantren yaitu membimbing para santri yang ingin menyetorkan hafalannya. Hingga aktivitasnya terhenti ketika ada salah satu santri yang mengatakan bahwa gus Naba dipanggil oleh Abinya.
Di dalam rumah Naba terlihat ramai santriwati yang menjadi abdi dalem keluarga yai. Mereka bahu membahu mengantarkan cemilan dan minuman kepada para tamu yang datang.
Sesampainya diruang tamu, Naba mengambil tempat duduk disebelah Abinya.
" Naba, perkenalkan ini Pak Fahri salah satu anggota dewan di kota kita, rencana putri beliau akan mondok disini. "
Naba hanya tersenyum mendengar penjelasan Abinya. Tiba - tiba dari arah pintu masuklah gadis cantik namun dengan pakaian yang kurang sopan menurut Mana. Ia hanya mengenakan rok sebatas lutut dengan rambut yang tergerai. Padahal harusnya ia tahu ini lingkungan pesantren dimana para perempuan wajib mengenakan pakaian muslimah. Bahkan, santriwati disini menggunakan pakaian syar'i. Gus Naba hanya bisa beristighfar seraya menundukkan pandangan menghindari zina.
" Oh iya Pak Rahman, Umi, Nak Naba ini putri saya namanya Keira "
Keira mengulurkan tangannya kearah Naba yang hanya dibalas dengan tangkupan kedua telapak tangan Naba yang menandakan bahwa Naba menjaga diri dari sentuhan yang bukan mahram. Keira terlihat kikuk dan juga sepertinya merasa sebal karena uluran tangannya tak dibalas oleh Naba. Ia pun langsung memalingkan wajah.
***
Seusai Umi menjelaskan peraturan apa saja yang boleh dan apa saja yang tidak boleh dilakukan, dan dikenakan di pesantren. Keira diantar menuju asrama putri.
" Keira ini kamar mu, bersama tiga teman mu yang lain, Umi harap kamu betah disinim "
Yang dibalas dengan anggukan pelan oleh Keira. Keira masih tak menuangkan jika ayahnya tidak main-main dengan ucapannya.
Flashback on
Malam jam 00.00 Keira baru sampai kerumah. Ia pulang dalam keadaan mabuk. Pandangannya kabur ia terjatuh dan ambruk disofa ruang tamu.
Paginya ketika ayahnya pulang dari kantor ayah Keira terkejut bukan main melihat putrinya tertidur terlentang diatas sofa dengan bau alkohol yang menyengat. Dengan amarah yang berada di ubun-ubun ayah keira menyeret Keira dengan paksa lalu ditampar Keira dengan keras.
" KAMU ITU PEREMPUAN KEIRA!! MAU JADI APA KAMU!? MABUK-MABUKAN KAYAK GA PERNAH DI URUS SAMA ORANG TUA "
" AKU EMANG GA PERNAH DIURUS SAMA AYAH! AYAH SELALU SIBUK DENGAN URUSAN AYAH "
" BERANI KAMU MELAWAN YA! BESOK KAMU HARUS MASUK PONDOK PESANTREN! BIAR KAMU GA LIAR KAYAK GINI "
Keira dikunci didalam kamarnya. Dan di izin kan keluar untuk makan pagi saja ketika ada ayahnya. Sedangkan untuk makan siang dan malam pembantu keluarga Keira lah yang memberikannya. Itupun menunggu Ayah Keira yang membukakan.
Flashback off
Seketika Keira tersadar dari lamunannya. Keira memasuki asrama dengan diiringi tatapan sinis dari santriwati. Mereka melihat pakaian Keira yang terbuka.
Keira memasuki kamar dan langsung membereskan barang-barang nya. Ketika ia ingin merebahkan tubuhnya diatas kasur.
" Mbak! Mbok yo diganti pakaian kurang bahan gitu dipake, apa ga malu aurat keumbar kemana-mana ". Ucap Dwinta teman sekamar Keira.
" Terserah gue dong, Ini baju gue dan yang pake juga gue kenapa lu yang sewot ".
" Eh mbak disini wajib menggunakan pakaian tertutup,mbak sudah menjadi santri disini harus ikuti aturan sini ".
" Ih bawel amat lu jadi orang ". Keira maju dan menarik kerudung Dwinta hingga terlepas penutup suci itu dari kepalanya.
Dwinta yang tak terima ingin maju dan menjambak rambut Keira namun dihadang oleh Rara dan Sinta teman satu kamar mereka." Udah mbak, Gausah diladeni "
" Iya mbak udah diemin aja, ntar kalo udah kena hukuman sama penguruskan disuruh nyemplung kolam depan "
Dwinta membenahi kerudungnya lalu pergi dengan disusul Rara dan Sinta meninggalkan Keira sendirian dikamar. Tak berselang lama pengurus asrama putri datang bersama Umi. Ternyata Dwinta mengadukan apa yang Keira lakukan kepadanya.
" Umi ini hanya salah paham, tolong jangan hukum saya ". Ucap Keira dengan sopan, karena Ayah Keira berpesan untuk sopan dan patuh kepada Abi dan Umi jika tidak Fasilitas yang disita selama Keira di pondok pesantren akan diambil dan tidak akan dikembalikan kepada Keira.
" Umi sudah memperingatkan mu tadi Keira, jadi terima saja hukumanku yang nduk, semoga bisa menjadi pelajaran".
Keira disuruh memakai pakaian muslimah nya dan diseret ketengah lapangan. Ia diharuskan berdiri di tengah lapangan dengan memakai gantungan papan yang bertuliskan " SAYA TIDAK AKAN MELAKUKAN PELANGGARAN LAGI ".
Semua santri tertawa melihat Keira. Dwinta dan teman-temannya tersenyum puas. Keira pun hanya menunduk malu. Awas lu gue bales apa yang lu lakuin ke gue hari ini. Ucap Keira salam hati.
******************************
Gimana lanjut ga? Kalo lanjut Insya Allah akan saya update 2/3 hari sekali, tergantung situasi dan kondisi.
KAMU SEDANG MEMBACA
BETWEEN RAINDROPS
Teen FictionSore itu hujan mengguyur kota. Diantara rintikan hujan aku menadahkan tangan. Ya Allah jika dia adalah jodoh ku maka persatukanlah kami. Kisah tentang Naba Ar-Rahman anak pemilik pondok pesantren Ar-Rahman yang memiliki kisah cinta yang rumit. Dig...