Lupa Yang Terlupakan

10 1 0
                                    

Rio menyesap kopi hitamnya dengan perlahan, ia menikmati rasa pahit yang melewati lidah lalu mengalir ke tenggorokannya. Rio pikir pahitnya kopi ini lebih baik daripada pahitnya menerima kenyataan bahwa dirinya telah mengidap alzhimer, ia kira dirinya selama ini hanya kehilangan fokus sesaat sehingga ia lupa dimana ia menyimpan dompetnya, atau ia lupa mematikan air kran hingga bak mandi yang terus mengalir deras membanjiri kamar mandi, atau paling parahnya ia lupa jalan pulang kerumahnya sendiri. Banyak kekacauan lain yang disebabkan oleh kebiasaan lupanya itu, hingga membuat Rio merasa frustasi sendiri dibuatnya.

Dan setelahnya disusul oleh kesalahan keslahan di kantor tempatnya berkerja sehingga pemecatan terhadap dirinya tidak bisa terhindarkan. Rio berusaha menghibur dirinya sendiri dengan berpikir ‘yah itung itung cuti dulu gak papa lah’.

“Terus setelah ini lo mau ngapain?” tanya Edwin, sepupu sekaligus sahabat Rio.

Edwin juga tak kalah kalutnya setelah mendengar kabar ini. Hidup sepupu dan sahabatnya ini sedang diambang krisis, sedangkan Rio tidak memiliki siapapun selain dirinya. Edwin tentu tidak masalah jika menemani Rio dan merawatnya. Namun sekarang Edwin sudah berkeluarga, sulit bagi dirinya untuk menjaga Rio hingga masa pengobatannya yang belum jelas bagaimana hasilnya nanti.

“Entahlah, semuanya dah selesai bagi gue”, jawab pria berumur 29 tahun itu. Rio tertawa miris “Bahkan gue belum sempat ngehabisin tabungan gue buat jalan jalan ke jepang buat ketemu  kesayangan gue higa manami, gue belum namatin high school dxd season 3 tapi dah lupa duluan mau nonton apa” ucapnya frustasi.

Edwin tidak habis pikir oleh Rio. Edwin tau berita ini tentu bikin putus asa bagi Rio yang notebenenya adalah pria sibuk yang sedang jaya jayanya dalam pencarian cuan dan cinta, tapi jiwa wibunya masih membara di umurnya yang terhitung dewasa. Apalagi dalam situasi ini, mungkin Rio gak hanya punya gangguan alzhimer tapi dia juga punya gangguan jiwa.

“Mending lo istarahat dulu aja deh, atau ke rumah gue dulu. Takutnya lo malah bakar rumah lagi gara gara lupa matiin kompor”, saran Edwin kepada Rio.

Rio menggeleng pelan, tentu saja dia cukup tau diri untuk tidak mengganggu keluarga Edwin hanya untuk menjaga dirinya. Ia juga tidak memiliki tempat lain, keluarganya hanya tinggal kakak perempuan yang sekarang menetap diluar pulau sana dengan keluarganya sendiri. Rio tidak ingin merepotkan orang orang terdekatnya.

“Kayaknya ini udah waktunya buat gue istirahat”, mata Rio mengawang menatap keadaan luar kafe yang nampak orang yang berlalu lalang dengan berpasangan, ada juga dengan keluarga masing masing. Ah, kenapa timingnya tepat sekali.

Kalau dipikir pikir Rio baru sadar kalau 10 tahun ini ia hidup sendirian, teman pun hanya beberapa. Hanya Edwin yang terdekat.

Edwin menatap Rio dengan lekat, lalu menghela nafas “Kalau itu mau lo, istirahat aja. Istirahat sampe lo mau memulainya kembali, langsung hubungi gue, hmm”

“Kadang kala istirahat itu juga bagian dari perjuangan, kalau capek ya istirahat ngisi tenaga buat ngehadapin masalah yang akan lo hadapi kedepannya lagi nanti”, lanjut Edwin.

Rio yang mendengarnya langsung tertawa, “apaan sih sok bijak najis”. Tapi Edwin menatapnya dengan serius.

Rio berdeham, raut wajahnya nampak berfikir membuat Edwin yang melihat itu menerka nerka apa yang sedang difikan sepupunya.
“Gue mau pulang, makasih dah mau dengerin cerita gue”, Rio mengucap tulus.

“Mau gue anterin?”

“Gak usah, gue pastiin gak akan lupa alamat rumah lagi”

Edwin menatap Rio ragu.

“Ck, percaya sama gue! Udah, bye yah. Salamin ma ponakan” Rio menepuk bahu Edwin lalu keluar dari kafe.

Edwin menatap kepergian temannya dengan iba. Rio seperti kucing yang kehilangan induknya, ia hidup sendiri sejak masih muda. Dan beranjak dewasa ia tidak memiliki siapapun untuk menjadikannya tempat bersandar.

Gak ada manusia yang benar benar bisa sendiri, setidaknya mereka perlu seseorang untuk memberikan pelukan dikala masa sulit. dan mengatakan ‘Gak papa, ada aku. Dan bersantailah’
Edwin harap Rio punya seseorang buat mengatakan itu padanya.

***

Rio hanya terus bejalan, ia berjalan tanpa mengetahui kemana ia akan pergi dengan melewati jalanan yang nampak luas dan sepi. Tidak ada matahari, tidak ada kendaraan lalu lalang, atau orang yang sekedar lewat. Rio tetap berjalan dengan keraguan.

SCARECROWTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang