bagian 1 (tamat)

1.2K 22 3
                                    

Aku tidak ingin menjadi orang yang jarang pulang. Walau saat ini hidup merantau di ibu kota, aku selalu ingin menyempatkan diri untuk kembali ke kampung halaman. Beruntung diriku bekerja di kantor yang terletak tak jauh dari stasiun kereta. Aku tak perlu lagi memikirkan transportasi untuk pulang. Cukup memesan tiket lalu berjalan kaki sedikit maka tibalah aku di stasiun untuk menunggu kereta.

Meski demikian, tidak setiap minggu aku pulang. Ada kalanya aku ingin menikmati akhir pekan di ibu kota. Selain beristirahat, ini juga untuk menghemat uang. Aku menjadwalkan pulang setelah menerima gaji di akhir bulan. Maklumlah harga sebuat tiket kereta tak murah. Terlebih lagi saat tak ada pilihan kelas lain kecuali eksekutif pada jadwal keberangkatan di atas jam kantor. Itulah sebabnya mengapa aku hanya bisa pulang satu atau dua kali dalam sebulan.

Hari ini adalah pengecualian. Walau bukan jadwal pulang biasanya, tetapi aku melakukan perjalanan menuju kota kelahiranku. Adalah permintaan orang tua yang mengharapkan kehadiranku pada acara keluarga esok hari. Aku tak keberatan baik dari segi dana ataupun waktu. Hanya saja beberapa rencana di akhir pekan ini harus ditunda hingga minggu depan.

Dalam perjalanan berdurasi tak kurang dari empat jam ini, aku duduk di kursi baris ketiga pada gerbong pertama. Walaududuk dekat jendela, tak ada pemandangan yang bisa kulihat karena gelapnya malam. Aku tidak lagi mempermasalahkannya. Bahkan jika gerbong ini tak berjendela sekalipun diriku tak peduli. Bagiku, tiba di tujuan dengan aman dan nyaman adalah hal yang penting. Dengan demikian, hal yang gemar kulakukan sepanjang perjalanan adalah tidur.

Hampir setiap perjalanan, aku selalu dapat tidur nyenyak hingga ketika terbangun nanti, kereta sudah tiba di tujuan. Dalam perjalanan kali ini sayangnya tidurku diinterupsi oleh kebutuhan biologis. Aku terbangun karena harus buang air kecil. Kemihku menuntut pelepasan dan tak ada alasan untuk menundanya. Segera saja aku bangkit menuju toilet yang terletak di ujung depan gerbong. Untunglah bapak yang duduk di sebelahku masih tidur pulas. Aku tinggal melangkahi kakinya saja tanpa harus membangunkannya.

Jarak menuju toilet tak terlalu jauh dari tempat dudukku. Hanya melewati dua baris kursi, aku sudah tiba di luar kabin (bordes gerbong). Toilet berada tepat di samping pintu kabin penumpang. Suasana yang jauh berbeda sangat terasa saat kubuka pintu tersebut. Sejuknya ruangan seakan lenyap terhisap keluar. Guncangan pun sangat kuat menggoyang-goyangkan tubuh. Suara benturan roda besi kereta yang melindas sambungan rel terdengar saling kejar mengejar.

Menatap ke depan, kulihat sebuah gerbong penumpang yang kosong dan gelap. Kuyakini itu adalah gerbong tambahan yang sedianya dibutuhkan untuk mengangkut penumpang berlebih saat musim liburan tiba. Aku tak begitu tahu alasan mengapa gerbong kosong tersebut dirangkaiakan pada kereta ini tapi yang pasti, aku tidak berkepentingan untuk mengamatinya lebih jauh. Jadi kubiarkan saja ia bergoyang-goyang didepan sana.

Harus kuakui toilet kereta akhir-akhir ini lebih baik dari sebelumnya. Air mengalir di semua fasilitas seperti kran washtafel, shower, maupun pembilas kloset. Kondisinya pun lebih bersih bahkan sabun cair pun tersedia. Dahulu, toilet gerbong adalah tempat terburuk dari semua rangkaian kereta. Udaranya pengap dan bau. Hanya ada satu keran yang dapat digunakan, itu pun jika airnya mengalir. Untuk membilas harus ditampung dulu di ember. Kloset nyaris tak berfungsi. Semua kotoran dibuang langsung ke atas rel. Kendati jauh berbeda dibandingkan sekarang, toilet itu tetaplah ruangan sempit yang sama sekali tidak membuat betah berlama-lama di dalamnya.

Keluar dari toilet, aku merasa lega. Tak hanya karena sudah melepas beban di kemih, tapi juga keluar dari tempat sempit yang membuatku pusing itu. Saat ini, niatku hanya ingin kembali ke tempat duduk, melanjutkan tidur dan berharap bangun saat tiba di tujuan.

Melangkahkan kakiku ke pintu kabin, aku menyadari ada sesuatu yang berubah. Gerbong tambahan itu kini tak lagi gelap. Semua lampu di dalam kabinnya dinyalakan dan kini gerbong kosong itu seperti berpenumpang. Ada apa gerangan?

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 26, 2014 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Gerbong TambahanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang