Caption Instagram

3.4K 338 53
                                    

Sugeng dalu gais.
Follow akun panulis yaa sebelum baca ini hehhe.


“Mir, kenapa kamu bilang begitu? Sumpah, saya kecewa sama kamu!” wajah Mira semakin pucat melihat wajah Abid yang tersulut emosi. Ia buru-buru meneteskan air matanya, “Tapi itu yang kamu janjiin, Abid.”

Abid melengos, “Saya nggak bilang! Saya Cuma janji bakal jengukin kamu sampai sembuh. Saya masih ingat kamu itu teman saya, teman saya ketika saya nggak punya teman selain Rayyan, Mir! Saya simpati sama kamu, apalagi Bian sampai sekarang belum sadar dari komanya—“

“Tapi kamu ngasih harapan ke aku!” sanggah Mira. Abid tertawa, “Mir, sadar! Kita sudah punya kehidupan masing-masing. Berterima kasihlah detik ini saya masih mau bertemu kamu, masih menganggap kamu sebagai sahabat.”

“Aku sayang sama kamu, Bid. Mana ada perempuan yang rela jadi yang kedua, Bid? Tapi aku rela!”

Abid bersikeras menahan emosinya. Ia tak mau membuat keributan di ruangan orang sakit, apalagi wajah Mira yang terlihat sangat pucat membuatnya sedikit iba. “Demi Allah, saya nggak pernah akan mendua.”

“Aku lebih baik mati kalau begini,” ucap Mira melemah. Ia menatap kosong atap ruangan berwarna putih itu. Abid menatap lekat, mencari titik kebohongan di wajahnya. “Mir, kamu itu sudah dewasa. Kamu perempuan intelektual, cobalah berpikir jernih,” nasehat Abid.

“Kita pacaran aja, Bid. Jangan sampai ketahuan istri kamu kalau kamu takut.”

Abid langsung berdiri dari duduknya. Ia menatap sengit wajah Mira. “Apa-apaan kamu, Mir? Segamblang itu ngomong ke saya? Saya kira kamu itu perempuan baik, berpendidikan, tapi akal kamu nggak ada! Kamu tau, Mir? Karena mulut sialan kamu itu, istri saya pergi dari saya!”

Mira tersenyum sinis, “Oh bagus dong. Kalau begitu kita bisa memulai hubungan kalau istri kamu itu udah pergi.”

Abid mencengkram kuat tangan Mira, ia benar-benar tersulut emosi. “SAYA NGGAK AKAN LAKUIN ITU! INI TERAKHIR SAYA LIHAT KAMU!”

Abid langsung melepas cekalan di tangan kiri Mira. Ia melangkah lebar keluar dari ruangannya. Tapi saat kakinya melewati pintu, suara napas tersengal milik Mira menghentikan langkahnya. Ia menoleh, terkejut mendapati Mira yang sedang kejang-kejang. Ia panik. Langsung mundur, menghampiri Mira. “Mir? Mir kenapa, Mir? Mir!” Mira masih kejang-kejang. Abid langsung menekan tombol darurat, tak selang lama datanglah dokter dengan dua perawat.

Hana datang dengan tergopoh-gopoh, matanya menatap sengit ke Abid. Dari tatapannya Abid tahu jika Hana sangat membencinya saat ini. “Nggak usah natap saya begitu, Tante. Tangan saya bersih, nggak mungkin nyelakai orang!” sarkasme Abid. Hana semakin tersungut, ia menatap tajam sekali, “Sampai terjadi apa-apa, saya tuntut kamu!”

Abid masih duduk tenang di ruang tunggu. Ia mendengar desas-desus bahwa Mira kekurangan oksigen. “Asmanya kambuh,” kata Dokter setelah keluar dari kamar Mira. Abid terkejut. Ia baru tahu kalau Mira menderita asma.

Hana masuk ke kamar rawat Mira. Ia duduk di sofa, lalu menopang dagunya dan menangis. Abid menerobos masuk, tak peduli reaksi Hana.

“Kamu lihat, Bid! Dia selalu menderita dengan penyakitnya!” Abid diam duduk di sebelah Hana.

“Tante mohon, Bid nikahi dia. Buat dia bahagia,” lanjutnya. Abid meraup muka, “Bahagia dia bukan bersama saya, Tan. Saya malah membuatnya terluka kalau menikahi dia. Saya tetap mencintai istri saya. Saya juga nggak mungkin ngelepas istri saya.”

Hana tergugu dalam tangisnya, “Tante mau ketemu Risel, Bid! Biar Tante mohon-mohon ke dia. Tante tau Risel perempuan baik—“

“Maksud Tante, mau minta Risel ninggalin Abid?” potong Abid.

ABIDAKARSA-Sebuah Jalan.(Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang