13

10.4K 1.2K 36
                                    

Aby memelankan laju larinya ketika melihat sesosok manusia yang berdiri di bawah tiang listrik dengan hoddle hitam yang di kenakan orang itu.

Aby mulai waspada melihat ada sosok lain yang harus ia lewati. Tidak mungkin 'kan jika dirinya memiliki dua kesialan malam ini? Selamat dari tiga pria jalanan dan kali ini bertemu dengan orang misterius yang tidak bisa di lihat bentuk wajahnya.

Tangan Aby mencengkram botol  cabai erat. Aby harus siap dengan situasi jika orang itu berniat buruk padanya.

Aby menelan ludahnya. Jarak flat daru tempatnya sekarang tidak begitu jauh, tapi entah mengapa daerah tempatnya tinggal sudah mulai sepi. Tidak ada aktivitas lagi seperti hari biasa.

"Apa kau akan terus berdiri di tempat itu?" tegur orang tersebut.

Pria.

Aby yakin jika orang yang tidak terlihat wajahnya adalah seorang pria jika menilik dari suaranya.

Aby menelan ludahnya kalut.  Udara malam yang semakin dingin membuat tubuhnya mulai gemetar.

"S-siapa kau?" Aby bertanya gugup. Apalagi ketika sosok tersebut perlahan mendekat dan berdiri tepat di hadapannya.

Aby mendongak sedikit. Tinggi tubuhnya dengan pria itu hanya sebatas dagu dan Aby cukup terkejut setelah melihat wajah tampan yang berdiri di hadapannya. Meski tempat ini tidak cukup terang, tapi Aby masih bisa melihat wajah tampan dengan iris  yang di miliki pria yang ia temui beberapa kali di kantin kampus dan di Vugoe.

"Kau?"

Pria itu menyungging senyum miring yang membuat kadar ketampanan serta aura misterius semakin meningkat.

"Alfred. Pria yang pernah kau bantu." Alfred, pria itu menatap lekat manik Aby.

"Kau pria malam itu?" Aby kontan membulatkan matanya menatap pria di hadapannya tidak percaya. Sekarang Aby ingat jika ia pernah menolong pria itu saat pulang dari desa. Lalu, mereka bertemu di Vugoe untuk pertama kali setelah malam itu.

Kesibukan Aby terkadang membuatnya melupakan sesuatu yang penting tidak penting untuk di ingat.

Aby menghela napas lega ternyata pria di hadapannya bukan orang jahat.

"Apa yang kau lakukan malam-malam di sini?" Aby menatap heran Alfred yang berdiri menjulang tinggi di hadapannya. Sementara kedua tangan pria itu dimasukkan ke dalam saku  hoodle yang di pakai.

"Mobilku rusak di sana." Alfred menunjuk sebuah mobil hitam terparkir di pinggir jalan. "Aku sedang menunggu orangku untuk mengambilnya, tapi mereka mengatakan besok."

Tentu saja kalimat ini adalah kebohongan mutlak yang di ucapkan Alfred. Siapa yang akan menunda perintah darinya sama saja dengan mencari kematian. Maka, para anak buah Alfred lebih memilih menerjang badai salju dari pada harus merelakan nyawa mereka melayang di tangan Alfred.

"Lalu?" Kening Aby mengernyit.

"Aku tidak kuat dengan udara dingin. Kau bisa bantu aku menampungku di tempatmu?"

Alfred menatap Aby lekat, tanpa mengalihkan perhatiannya sedikit pun. Sehingga tatapan Alfred membuat Aby menelan ludahnya gugup dengan bagian bawah tubuh berdesir halus.

"Tidak apa-apa. Ayo, ikut aku."

Aby berjalan pelan menyusuri jalan diikuti Alfred dari belakang hingga akhirnya mereka tiba di dalam ftat berukuran sedang yang ditempati Aby selama ini.

"Aku akan membuatkan coklat panas untukmu. Kau tunggu sebentar."  Setelah meletakkan ransel hitamnya di gantungan samping pintu masuk, Aby segera pergi ke dapur meninggalkan Alfred yang tengah duduk tenang di sofa yang tersedia.

Pria itu tidak akan bisa berbuat sesukanya pada tubuh Aby jika gadis itu dalam keadaan sadar.

Maka, Alfred sudah menyediakan bubuk putih untuk membius gadisnya.

Alfred pecundang?  Tentu saja tidak. Alfred hanya ingin membuat tubuh Aby terbiasa dengan keberadaannya. Alfred menyadari jika usahanya sedikit membuahkan hasil. Hal itu terlihat saat Aby begitu gugup dan gelisah ketika ia berada di samping gadis itu.

"Kau bisa minum coklat panasnya dulu. Aku akan mandi dan mengganti pakaian,"  ucap Aby seraya meletakkan dua cangkir di atas meja.

Setelah itu Aby berlalu pergi begitu saja dengan jantung berdebar kencang. Aby merasakan keanehan ketika tubuhnya berada di dekat pria itu. Aby merasa jika tubuhnya harus berdekatan dan bersentuhan dengan pria yang belum lama ia kenal. Seolah ada magnet yang menariknya agar dekat-dekat dengan pria bernama Alfred.

Sementara Alfred menyungging senyum miring melihat Aby masuk ke dalam kamar dan tak lama keluar dengan handuk dan pakaian ganti yang akan di bawa ke kamar mandi.

Setelah memastikan jika Aby sudah masuk kamar mandi dan tidak keluar lagi, Alfred mengeluarkan bungkusan berisi bubuk putih dan mencampurkannya ke dalam minuman salah satu cangkir.  Cangkir yang ia peruntukan untuk Aby. Tentu saja.

Tak berselang lama, Aby keluar dengan handuk yang menutup kepalanya. Baju kaos lengan panjang serta celana kain panjang semata kaki adalah kostum yang dikenakan Aby malam ini.

Gadis yang tampak segar itu mengambil duduk di sofa samping tempat Alfred duduk karena hanya ada satu sofa panjang ini saja di dalam flat miliknya.

"Kau sudah memiliki kekasih?"

Aby yang tengah menyeruput coklat hangat miliknya hampir tersedak jika saja ia tidak menguasai dirinya secepat mungkin.

"Ada apa kau bertanya seperti itu?" Aby menelan ludahnya gugup.  Tangannya yang gemetaran meletakkan cangkir yang isinya sudah ia minum setengah.

Alfred tidak langsung menjawab. Matanya menatap lekat iris mata gadisnya itu.
"Hanya jawab saja."

"Aku tidak punya."

Entah mengapa kepala Aby terasa berat dan rasa kantuk mulai menghampiri, membuat gadis cantik itu memijat pelipisnya pelan agar tetap sadar. Tapi, sepertinya agak sulit karena kini matanya sudah mulai tertutup sedikit demi sedikit.

"Baguslah.  Aku ingin kau menjadi kekasihku."

Suara acuh dan datar Alfred terdengar sayup-sayup di telinga Aby sampai gadis itu menutup matanya dan jatuh pada kegelapan.




[5]  MYSTERIUS MAN [Alfred Kenzove]√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang