39 • Halfway

425 21 0
                                    

"Pulang, Re!" Dean sengaja menemui sang adik saat Rean akan masuk ke sebuah rumah minimalis yang cukup jauh dari daerah orangtunya.

Rean yang baru pulang membeli makan malam, tersentak kaget di depan pintu yang baru terbuka sedikit. Suara tegas dan tiba-tiba Dean benar-benar mengejutkannya.

"Bisa salam dulu, nggak?" Sinis Rean, ia membuka pintunya dan masuk kedalam. Tidak perlu mempersilahkan Kakaknya, ia sudah yakin jika Dean pasti akan ikut masuk tanpa di minta.

"Mama khawatir sama lo. Bahkan jadi telat makan dan kurang istirahat karena mikir anaknya yang minggat. Ingat keadaan Mama, dong!" Ketus Dean. Bersandar di samping pintu dalam.

Rean menyimpan belanjaannya ke dapur, lalu kembali menemui kembarannya. Sebenarnya rasa rindu dan tidak tega menyergap hatinya. Sebab Shea adalah wanita kesayangannya yang sangat berjasa dalam hidupnya.

"Jangan kayak bocah, main kabur dari masalah." Tambah Dean. Tepat seperti ucapan Rean yang pernah di ucapkan ketika Charlotte bersedih.

"Gue cuman nggak suka di remehin. Gini-gini gue punya perasaan, gue bisa berubah kalau udah niat berubah. Dan rasa yang gue punya ke Charlotte bukan sekedar main-main. Gue cinta sama dia, sungguhan."

Dean bersidekap dada, ia tahu apa yang di rasakan kembarannya setelah mendengarkan fakta yang telah terjadi. "Ya kalau gitu, buktiin ke keluarga kita. Bukan cuma keluarga kita, ke Charlotte juga! Buktiin kalau lo nggak main-main lagi. Mama itu merasa khawatir sama lo, lihat lo yang dulu-dulu terus di bandingin sama yang sekarang ini, bikin kita percaya nggak percaya Re."

"Heh... Terus terang aja kalau lo semua itu nggak bisa percaya sama gue!" Cetus Rean, melempar asal sepatunya ke samping sofa ruang tamu.

Dean mendengus, Rean bukanlah orang yang mudah di taklukkan jika tengah memendam kebencian. Dean hafal semua sifat kembarannya. Jika sudah begitu, Rean pasti tidak segan-segan menutup hati baiknya.

"Karena sekarang kondisi lo yang nggak damai. Gue nggak maksa. Tapi, tolong temui Mama, apapun yang lo rasain dia tetaplah Mama kita. Lebih penting Mama daripada pacar." Dean memutar tubuhnya pergi dari samping pintu rumah tersebut. Ia akan pulang, cukup sudah perbincangannya dengan Rean. Dean yakin Rean akan kembali seperti semula. Hanya saja kembarannya butuh cukup waktu untuk berdamai dengan dua pribadinya yang bertolak belakang.

"Selalu aja kalian sulit percaya sama gue." Rean mencengkram erat-erat sisi sofa yang ia duduki. Matanya memerah, antara marah, kecewa, dan frustasi.

"Aku butuh kamu sekarang, Cha." Gumamnya, memejamkan mata dan menikmati bayangan cantik sosok pujaan hatinya. Besok hari terakhir gadis itu di London.

• • •

Charlotte menggenggam erat tali paper bag belanjaannya yang ia persiapkan untuk sosok yang ia rindukan dua hari ini. Tapi seketika hatinya tidak jadi ingin memberikan barang yang sudah ia timang timang untuk di beli itu. Ia berubah pikiran setelah sesuatu mengungkap dimana kabar yang ia nanti-nantikan.

"Gue jadi NGGAK PERCAYA sama yang namanya LAKI-LAKI." Nada dingin dan penekanan yang amat jelas itu sudah sangat menandakan kemurkaan seorang Colton.

Charlotte mencari keberadaan Marcell sesegera mungkin, ia ingin membatalkan penerbangannya pulang ke Indonesia. Sesuatu menuntunnya untuk berubah alur tujuan.

"Ada apa?" Marcell yang masih memilih beberapa pakaian untuk ia bawa pulang, menghentikan aktivitasnya karena Charlotte mendatanginya.

"Untuk tiket balik ke Indo, batalin. Aku mau liburan ke Madrid."

Mata Marcell langsung melebar. Seenaknya saja menginginkan liburan. Padahal banyak hal yang belum selesai di Indonesia. Apalagi perusahaan itu sekarang seakan telah beralih pimpinan pada Charlotte, semenjak Daddy-nya tidak kunjung pulang.

BABE [Beyond The Limit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang