Kediaman Pribadi Raegan Maxwell.
Sebuah rumah mewah mengusung konsep Skandinavia elok berdiri di atas pekarangan hijau yang luas serta dikelilingi pohon-pohon cemara. Tampak pula kebun bunga berwarna-warni menghuni sekitaran bawah pohon. Agaknya sang pemilik rumah ingin menciptakan kesan asri dan teduh pada huniannya yang nyaman itu.
Raegan Maxwell–si pemilik rumah sedang duduk dengan anggun di balkon lantai dua seraya menikmati secangkir teh chamomile. Sambil sesekali menyeruput teh yang masih hangat, dia melempar pandangannya jauh ke depan. Menghayati tarian pucuk-pucuk pohon cemara yang bergoyang diembus semilir angin.
Hati pria yang perangainya tenang itu begitu tentram. Angannya ikut terbang mengudara di senja hari yang kian meredup. Namun, seketika buaiannya pecah tatkala terdengar suara langkah kaki yang kian mendekat. Langkah itu menelusup jelas ke telinga dan Raegan yakin ada seseorang yang telah berdiri di belakangnya.
Dia pun menoleh. Kedua matanya mendapati sosok rapi dalam balutan jas eksekutif warna abu tua–sedang berdiri tegak dengan pandangan menghunus tajam bagai elang. Sosok itu tak lain adalah Ellen Sanders yang menatap penuh amarah.
"Psshh...." Raegan menekuk sedikit wajahnya saat mendengus senang. Lantas meletakkan cangkir porselen yang sedari tadi dia pegang di atas meja bundar yang terbuat dari kaca.
"Hai, Ellen! Maaf aku tidak mempersiapkan apa-apa untuk menyambut kedatanganmu." Raegan bangkit, serta-merta menyapa sepupunya dengan ramah.
"Cih!" Ellen sendiri berdecak sinis, "tidak perlu membuang waktumu untuk menyiapkan penyambutanku, Raegan. Aku tahu kau sangat sibuk mengatur siasat untuk menjatuhkanku."
Kening Raegan mengernyit. "Apa maksudmu, Sepupuku?"
Ellen menampilkan wajah tegas hendak menampik kepura-puraan Raegan. "Jangan berlagak tidak tahu. Katakan bagaimana cara yang kau inginkan untuk membalas perbuatanmu!" ketusnya to the point.
"Hahaha...." Perkataan Ellen malah disambut tawa kecil Raegan. Pria berambut sebahu itu memalingkan wajahnya sembari terpingkal cukup lama. Tentu saja membuat Ellen semakin kesal.
"Apa yang kau tertawakan, Berengsek? Apa kau sedang mengejekku?" hardik Ellen. Bahkan, satu tangannya sudah meremas kerah kemeja Raegan.
"Hei, tidak perlu menggunakan kekerasan bila kita masih bisa berdiskusi, Ellen." Raegan menarik paksa cengkeraman tangan Ellen dari kerah kemejanya.
"Lagipula, kau tidak berhak membalasku!" Kali ini Raegan-lah yang berubah serius. Mimik ketat mengimbangi tatapannya yang tak kalah sengit dari Ellen.
"Katakan kenapa? Kenapa aku tidak berhak membalas perbuatanmu padahal kau sudah menjebakku!"
"Jangan pura-pura lupa tentang Jenny. Gadis suruhan yang kau perintahkan untuk mendekatiku," jawab Raegan, lantang.
"Jenny?" Ellen terkesiap.
"Ya, Jenny."
"Aku tidak mengenalnya. Bagaimana kau bisa menebak kalau Jenny adalah gadis suruhanku?" Ellen berlagak polos.
Raegan kembali mengingat sambil menceritakan perihal Jenny–gadis suruhan Ellen yang diperintahkan untuk mendekatinya. Raegan dan Jenny pertama kali bertemu di sebuah club malam di pusat kota New York beberapa waktu lalu.
Awalnya, gadis itu pura-pura sedang patah hati karena baru saja putus hubungan dengan kekasihnya. Dia pun tak sungkan minta ditemani oleh Raegan untuk menghabiskan malam yang panjang. Malahan Jenny dengan berani mengajak Raegan berhubungan intim.
Tanpa ragu Raegan mengiyakan ajakan gadis yang baru dikenalnya itu. Keduanya sama-sama pergi ke rumah pribadi Raegan. Raegan jugalah yang meminta agar mereka berhubungan intim di dalam jacuzzi yang ada di toilet kamarnya. Jenny dengan senang hati menerima ajakan Raegan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Umpan Sang Penguasa
RomanceMalang nian nasib Azzalea. Seorang yatim piatu yang dibesarkan di sebuah panti asuhan. Hanya mengenyam pendidikan seadanya. Ketika beranjak dewasa, Azzalea muda keluar dari panti asuhan untuk hidup mandiri dan bekerja sebagai pencuci piring di sebua...