Ig: @Anantapio26_
Nanta mengangguk.
"Kok nggak pernah cerita?"
"Nanti pelan-pelan aku ceritain semuanya." Nanta menepuk-nepuk pelan puncak kepala gadisnya dengan penuh rasa sayang.
"Ehm!" Dimas berdeham keras. Mengembalikan dunia nyata milik Nanta yang sempat melayang menuju awan. "Nyari kopi kayaknya enak, nih," ajaknya kemudian bangkit.
Dimas melirik Nanta yang hanya diam menatapnya. "Ikut nggak?" tanyanya.
"Nitip aja. Susu hangat," jawab Nanta ringan. Ia tidak ingin ambil pusing.
"Oke." Dimas mengangguk. "Kalian?" tanyanya sambil mengedar ke arah teman-temannya.
"Kopi dong, Bro," sahut Arya kemudian menoleh ke arah Putri. "Kalo kamu mau apa? Biar aku beliin," tawarnya.
Putri diam. Mengandaikan jika Dimas yang menawarinya. Tapi sepertinya tidak mungkin dan sangatlah mustahil.
"Udah, Put. Nggak usah malu-malu," ujar Dimas menyadarkan. Di sisi lain ia pun menginginkan hubungannya dengan Putri tetap baik-baik saja.
"Em... gue-"
"Gue sama Putri susu coklat hangat, ya?" potong Laisa cepat melanjutkan ucapan Putri.
"Anye? Jessica?" panggil Dimas bergilir.
"Aku ikut kamu aja," jawab Anye. Suaranya terdengar lembut.
"Serius mau kopi hitam?" tanya Dimas memastikan dan Anye mengangguk.
"Em... gue esspreso," susul Jessica.
"Oke. Yuk?" Arya menepuk bahu Dimas. Mereka berdua berlalu menuju kedai terdekat, tepat kedai yang berada di belakang panggung kecil.
Laisa merangkul sahabatnya, ia tahu perasaan Putri.
"Nanta yang lebih butuh pelukan lo, Ca," ujar Putri terkekeh geli.
"Bisa aja, nih, lo." Laisa mencubit pelan pipi Putri.
Sedangkan Nanta hanya menyunggingkan senyumnya melihat cara Laisa memperlakukan Putri.
"An." Anye menoleh mendengar panggilan Nanta.
"Saya dapet kabar, ekskul jurnalistik sekolah katanya lagi ambyar." Nanta membuka obrolan.
Anye mengangguk. "Lo tahu dari mana?"
"Yah, Anye. Kuping dia, kan, banyak," timpal Jessica.
Nanta hanya tertawa. "Saya masuk ke ekskul itu. Tapi sekalipun belum pernah ikut event-nya."
"Ehm!" Laisa berdeham. Merasa terasingkan oleh obrolan yang Nanta buat.
Nanta menoleh ke arah gadisnya.
"Jurnalistik nggak ambyar, kok. Cuma mau dibekukan sama kepala sekolah karena dianggap kurang bisa membawakan berita yang lebih berbobot," jelas Laisa kemudian, sekaligus berlagak paling banyak tahu.
"Oh ya?" Nanta menatap Laisa dengan tidak percaya atas pernyataannya.
"Tapi semua itu skandal dari pihak OSIS. Renaldi kayaknya masih maksa kamu, tuh," jawab gadisnya lagi. Sengaja Laisa menyinggung soal Renaldi, agar obrolannya yang berlangsung hanya dengan dirinya saja. Ah, ia begitu posesif. Tapi Nanta tidak menyadari itu.
"Apa hubungannya?" Nanta mengernyit tidak paham akan penjelasan gadisnya.
"Entah." Laisa mengedik.
"La," panggil Nanta sabar dengan sikap Laisa yang tiba-tiba cuek.
"Hm." Gadisnya sekarang sedang menyibukkan diri dengan permainan di ponselnya yang sengaja mengaktifkan mode pesawat, agar tidak ada orang rumah yang mencarinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
AXIOMATIC (END)
Teen Fiction(HARAP FOLLOW PENULISNYA TERLEBIH DAHULU) (Prequel of Kisah Tentang Ananta'S) Ini tentang laki-laki kaku dengan perasaannya yang kelu. Juga tentang cemburu dan rindu yang memaksa untuk menyatu padu. Tentang sajak dan alunan kisah. Pun tentang perjua...