Suasana warung soto Bu Minah hangat seperti biasanya. Banyak orang yang berlalu lalang dan makan. Namun, meja yang ditempati Ran terasa amat dingin. Saat ini Ran tengah berhadapan dengan Alfian setelah dua minggu lamanya tidak menghubungi dan mengabarinya sedikitpun. Ditambah lagi penampilan Alfian yang terlihat angkuh. Kacamata hitam dengan masker hitam menghiasi wajah yang Ran sangat rindukan. Mereka hanya diam sejak mereka sampai di warung ini.Saat ini jam istirahat makan siang Ran, dan dia menyempatkan diri untuk bertemu dengan Alfian yang tiba-tiba mengajaknya bertemu. Ran merasa senang, akhirnya pacarnya mengajak bertemu. Namun semua tidak sesuai ekspetasi.
"Kamu kenapa?" Tanya Ran lembut. Dia tidak paham akan situasi saat ini dan dia juga tidak dapat memperhatikan ekspresi yang sedang Alfian tampilkan. "Makan dulu" Jawab pria itu dingin ketika soto yang mereka pesan baru saja sampai.
Suasana hening tercipta kembali. Hening yang canggung dan dingin. Ran sebenarnya ingin sekali memecah keheningan itu, namun entah mengapa perasaannya tidak enak.
Pikiran Ran berkelana, mengingat bagaimana Alfian bersikap kepadanya. Dan Ran tidak menemukan titik dimana Alfian memperlakukannya seperti ini. Ran tidak mengerti.
"Ayo," Ajak Alfian ketika keduanya menyelesaikan makan siang mereka. "Kamu gak mau bicara sesuatu?" Tanya Ran mengikuti langkah cepat milik Alfian. Namun pria itu tidak merespon. Hingga keduanya sudah berada di dalam mobil audi milik Alfian. Ran memandangi pacarnya itu dengan menuntut. Apakah Alfian tidak ingat bahwa Ran kesal jika dibuat penasaran. Alfian menyalakan mesin mobilnya dan mulai menjalankannya.
"Alfian, kamu mau bicara apa?" Tanya Ran merasa gemas dengan tingkah Alfian yang belum pernah dia lihat. Alfian tidak memberi respon apapun, dia hanya fokus menyetir.
Ran menghembuskan nafasnya pelan, "Fiaaann" Rengeknya manja. Sebenarnya Ran tidak suka bertingkah manja seperti ini, namun sejauh yang dia kenal, Alfian akan lemah melihat tingkahnya yang seperti ini. Namun, lagi-lagi Alfian tidak menggubrisnya. Bahkan pria itu tidak meliriknya sedikitpun.
Ran menghembuskan nafas nya kesal. Lalu, "Sayang.. kamu kayanya mau bicara sesuatu deh." Ujarnya lembut, dia merasa lelah membujuk Alfian dengan gaya manjanya tadi. Mobil berhenti, dan berhasil menimbulkan senyum di wajah Ran. Akhirnya pacarnya akan berbicara padanya.
"Ran,"
"Lampu merah"
Senyum Ran luntur seketika ketika mendengar suara yang keluar dari bibir pacarnya bukanlah yang dia ingin dengar. Dan lagi, mengapa lampu merah muncul di saat yang tidak tepat?
"Yaudah deh, kalau kamu gak mau bicara sama aku." Ujarnya sambil membenarkan posisi duduknya yang sedari tadi menyamping dan fokus menatap Alfian.
Hm?
Mereka berhenti di pinggir jalan. Lantas? Mengapa Alfian mengucapkan lampu merah?"Ini bukan lampu merah" Ran mengucapkannya dengan nada kesal. Alfian menunduk, berusaha menahan perasaan rindunya yang hampir membludak. "Memang bukan" Ujarnya ketika dia sudah berhasil menahan segalanya.
Ran memandangnya bingung, "berarti.. di gigi aku ada cabe ya? Iiihh" Dia langsung mengeluarkan cerminnya dan memeriksa. Nihil. "Gak ada, kok. Trus maksud kamu lampu merah apa?" Tanya Ran penasaran.
Alfian menghadap Ran, setelah sekian lama. Meski wanita itu tidak dapat memastikan bahwa tatap itu seutuhnya tertuju pada Ran. "Lampu merah. Berhenti. Ayo berhenti"
"Hah?" Tanya Ran bingung. Dia tidak mengerti. Berhenti? Ya, mereka sekarang sedang berhenti. Ran tidak paham kemana arah pembicaraan ini.
"Ayo putus"
KAMU SEDANG MEMBACA
Saya Terima
General Fiction"Kamu mau gak jadi istri saya?" "Hah? Gimana? Gimana?"