21. Siap?

7K 828 63
                                    

Mata Gita membengkak dan merah memaksa untuk melihat kelayar Hp.yang sedari tadi bergetar diatas kepalanya. Nomor tidak dikenal tertera disana dan tanpa ragu Gita mengangkat panggilan itu.

"Halo?"

"Panda, ini saya Dion"

Mendengar itu Gita langsung terduduk dan mencengkram Hpnya dengan kuat.

"What the hell are you doing to me Dion!"


***

Gita bangkit dan berjalan kearah jendela masih dengan mencengkram Hp yang ditempelkan ditelinganya.

"Panda..."

"Kamu dimana sekarang, kamu harus jelaskan sama saya Dion, kamu dari awal membodohi saya? Atau kamu dipaksa?"

"Maaf Panda"

Tangan Gita membentuk tinjuan dan menghantamkannya kearah kaca didepannya kemudian mendesis "kamu pikir semudah itu mendapat maaf dari saya? Kamu tahu kalau Papi meninggal di tangan Ningtias? Oh tentu kamu sudah tau, kamu kan anak buah Ningtias mengingat  kamu ada campur tangan video tamparan itu sampai  ke Ningtias"

"Kamu benar"

"Kamu bangsat Dion!"

"Semua yang terjadi sekarang ini sudah terlanjur terjadi Panda, tidak ada gunanya kamu memaki saya untuk hal itu"

"Kita ketemu minggu depan. Saya akan hubungi kamu lagi di nomor ini, jangan harap bisa lari dari saya Dion"

"Saya tidak sepengecut itu. Karena kita berada diperahu yang berbeda sekarang, jadi jangan kaget saat melihat saya"

Plip

Prang!!!

Dengan emosi Gita melempar Hp-nya hingga mengenai kaca didepannya lalu terbanting dan berserakan dilantai.

Nafasnya memburu cepat begitu juga air matanya yang kembali muncul dipelupuk. Rasanya sakit sekali dikhianati, sakit sekali saat tau kalau dia salah mempercayai orang. Dan lihat? Semuanya kini hancur tidak bersisa. Bukan hanya harta yang dia perjuangkan yang lenyap bahkan Papinya juga menjadi korban disini.

Kalau sudah begini harus bagaimana lagi? Mengikhlaskan perusahaan sama seperti yang dilakukan Mami? Lalu apa gunanya dia sejak remaja menghabiskan waktu untuk merancang bagaimana menghancurkan Ningtias kalau sekarang saja dia sudah tidak punya apa-apa? Keluarga utuh saja dia tidak punya!

Gita jatuh terduduk menangisi nasibnya saat ini. Egonya terlalu tinggi untuk mengatakan kalau keluarga Bramantio adalah tempat sandaran sedangkan dirinya sendiri sudah sejak lama muak berada disana walaupun semua anggota keluarga baik padanya.

Dia hanya mau kenyamanan, dia hanya mau quality time bersama keluarga, rasanya rindu bersama dengan orang yang disayang seperti anak lain yang bahkan sudah beranjak dewasa masih mendapat kehangatan keluarga.

Gita iri melihat kedua orang tua temannya yang sesama broken home  masih menyempatkan diri untuk menghadiri acara kelulusan SMA, masih bisa mengucapkan selamat ulang tahun, masih bisa menanyakan kabarnya, masih bisa meluangkan waktu mendengar keluh kesahnya. Sedangkan dia? Mami sibuk dengan keluarga baru untuk menghibur hatinya sendiri, Papi juga begitu.

Karena keegoisan mereka, dirinya jadi serasa hancur. Dia dituntut untuk tidak mengharapkan kasih sayang yang sama sejak perceraian itu, sedangkan dirinya sendiri masih sangat butuh diperhatikan karena masa remaja butuh perhatian orang tua agar tidak keluar jalur.

Kini impian itu musnah, Papinya sudah tidak ada. Dia benar-benar tidak bisa merasakan kasih sayang orang tua secara lengkap lagi.

"Gita, kenapa di lantai?"

Loves Dawet Book 2 [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang