1. School

41 18 21
                                    


Kilatan petir yang kemudian disusul dengan suara guntur yang menggelegar di malam hari menandakan hujan akan segera turun. Rintikan air mulai jatuh dan membasahi apapun yang ditimpanya. Lama-kelamaan rintikan itu menjadi semakin deras.

Di jendela kamarnya, seorang gadis tak berhenti menggerutu dan terus memandang ke luar. Tatapannya mengartikan kalau ia sedang kebingungan. Entah apa yang akan dirinya lakukan kalau hujan begini, mau menonton film bosan, mau membaca novel malas, dan satu lagi ia benar-benar malas mau melakukan apapun. Selintas ide membuatnya tersenyum. Iapun langsung melompat ke tempat tidur dan menarik selimutnya. Tak lama kemudian, ia terlelap ke dalam mimpi indahnya.

Kring…Kring!!!!!

Suara itu membangunkan Givana Citra Adalyn, gadis cantik dan mandiri. Givana melirik jam wekernya ternyata sudah pukul 06.00 WIB. Givana terlonjak kaget, mengapa waktu cepat sekali, padahal ia masih mengantuk. Dengan berat hati, ia langsung bergegas ke kamar mandi dan menjalani ritual paginya. Selesai mandi, Givanapun memakai seragam kebanggaannya.

Gadis cantik itu melirik bayangannya di cermin, ia tampak puas dengan penampilannya. Seragam putih abu-abu dengan balutan hoodie polos berwarna hijau army, rambut yang dikuncir kuda, dan sneakers kesayangannya terlihat cantik di tubuhnya dan terkesan tomboy.

Setelah selesai dengan penampilannya, ia turun ke dapur untuk menyiapkan sarapannya dan adiknya. Givana hanya tinggal berdua dengan adik satu-satunya, Wildan Adelard. Orang tuannya sedang menjalankan bisnis di luar kota yang membuat mereka jarang berada di rumah. Walaupun begitu, Givana dan adiknya tidak membenci ke dua orang tuanya. Mereka sadar kalau orang tuanya bekerja untuk kebutuhannya.

Walaupun orang tua Givana jarang berada di rumah dan sibuk menjalankan bisnis. Tetapi, mereka tetap menyempatkan waktu untuk bisa bertemu dan berkumpul dengan anak-anaknya. Itulah yang membuat keluarga Givana tetap harmonis sampai sekarang. Hal itu pula yang membuat Givana dan adiknya bersikap mandiri. Mereka bukan anak manja yang ingin diurus apapun. Jauh berbeda jika dibandingkan anak lain di luar sana. Mereka juga tidak mau merepotkan kedua orang tuannnya.

                                    .....

“Wil, sini cepat turun!” perintah Givana.

“Sarapannya udah siap nih, nanti telat. Guru kamu terburu datang!” tambahnya.

“Iya, sebentar. Kak,” jawab Wildan.

Sepuluh menit kemudian barulah Wildan turun dan bergabung dengan kakaknya untuk sarapan. Di meja makan sudah tersedia dua gelas susu dan sandwich buatan kakaknya.

Kakak beradik itu langsung memakan sarapannya. Di tengah aktivitasnya, mereka sesekali berbincang mengenai sekolah masing-masing. Tak jarang mereka juga bercanda bersama.

Setelah menuntaskan sarapannya, Givana bersiap pergi ke sekolah.

“Wil, Kakak berangkat ya. Oh iya, nanti sopir papa yang antar kamu ke sekolah. Terus nanti sore kakak yang jemput kok,” kata Givana.

“Oke. Kak,” jawab adiknya.

“Jangan lupa tolong bersihin ini, ya. Bye...,” ucap Givana sambil melambaikan tangan dan berjalan ke luar rumah.

Givana merupakan seorang murid kelas 12 di salah satu SMA di kotanya. Sekolahnya termasuk dalam daftar sekolah yang bagus di bidang akademik. Givana juga menjadi salah satu murid berprestasi di sana, dengan menyumbang beberapa piala olimpiade.

Berbeda dengan kakaknya yang menyukai bidang akademik, Wildan Adelard lebih menyukai di bidang nonakademik yaitu olahraga khususnya sepak bola.

Oleh karena itu, ia bersekolah di sekolah sepak bola bergengsi di kotanya. Adik dari Givana itu juga seorang murid homeschooling. Dirinya lebih memilih homeschooling karena ingin fokus ke cita-citanya menjadi pesepak bola profesional.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jul 14, 2020 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Rotation of LoveWhere stories live. Discover now