Saat moncong pistol itu hanya berjarak beberapa inci dari keningnya, Isel masih mencoba memikirkan rasanya mati dengan tengkorak kepala pecah dan otak terburai dalam dalam hitungan detik. Namun, tepat saat bunyi pelatuk terdengar, pintu yang menghubungkan ruangan ini dan koridor mendadak menjeblak terbuka. Beberapa orang masuk ke dalam dengan membawa senter. Bunyi letupan terdengar tidak lama setelahnya. Isel masih terperangah, beberapa detik lalu dia masih berpikir kepalanya yang akan meletup. Namun, mendengar suara teredam tidak jauh dari posisinya membuatnya langsung menoleh. Salah seorang yang tadi ada di depan pintu kini roboh ke lantai.
Tidak ingin membuang waktu, Isel langsung bangkit berdiri. Dia langsung melompat keluar jendela. Lebih baik patah tulang karena jatuh daripada melubangi kepala dan tidak bisa lagi melihat dunia esok hari. Jantungnya rasanya merosot turun kala dia berhasil mendarat di balkon lantai dua. Untung saja, dia masih selamat meski terjun ke bawah tanpa perhitungan apa pun. Gadis itu mendongak ke atas sebentar untuk memindai situasi sebelum melanjutkan pelarian. Hanya terdengar suara tembakan beberapa kali, akan tetapi tidak ada yang turun melalui jendela dan mengejarnya.
Isel langsung naik ke pagar yang membatasi balkon lalu meluncur turun. Kali ini dia mendarat di atas rerumputan—tepat di depan pasangan yang kini sedang berciuman. Kedatangannya membawa jeritan sesaat, akan tetapi Isel tidak peduli. Dia buru-buru berdiri dan berlari ke area taman. Setelahnya dia melompat semak mawar dan menerabas rerumputan. Dia memilih rute di belakang yang hanya dilalui pelayan. Rute yang sudah ditandai tadi sore untuk melarikan diri kalau hal berbahaya terjadi.
Benar saja, hanya beberapa pelayan yang terlihat di belakang. Isel tidak peduli kalau ketahuan oleh mereka, asal penjaga rumah ini tidak mengendus keberadaannya maka seharusnya aman saja. Di samping penjaga, dia mengkhawatirkan Enslet—ksatria kerajaan—yang jelas ada di rumah ini mengingat Pangeran Kendell tengah menghadiri pesta. Caragan tidak terlalu mengerikan, akan tetapi Enslet ada di level yang berbeda. Kalau disandingkan dengan Khisfire, Enslet memilih kebengisan yang sama. Hanya saja Enslet memang departemen militer milik kerajaan, sementara Khisfire gerakan bawah tanah yang haus darah.
Gadis itu menarik napas sebelum melompati pagar belakang. Dia memacu langkah menapaki trotoar. Sementara suara derap kaki dan senapan terdengar tidak jauh dari belakang. Isel memilih berlari. Dia menoleh sebentar sebelum melangkahkan kaki lebih cepat. Isel lalu berbelok memasuki salah satu gang gelap. Jemarinya dengan cepat meraih tiang, memanjat dengan berpegangan pada benda silinder memanjang itu. Napasnya memburu, jantungnya berdebar kencang saat tubuhnya meloncat ringan di atas atap.
Dari tempat setinggi ini dia bisa segerombolan orang—yang sepertinya bersenjata—muncul dari arah rumah Marquess Hastings. Sepertinya mereka masih mengejar penyusup yang memasuki rumah bangsawan tinggi itu yaitu dirinya atau berniat menangkap pria yang beberapa menit lalu menembak penjaga. Yang mana pun dari dua pilihan itu tidak ada satu pun yang menguntungkannya. Sepertinya memang malam ini adalah malam tersialnya. Misinya gagal, sekarang dikejar-kejar dan bisa saja nanti ditangkap sebagai saksi pembunuhan—kalau sial bisa tertuduh sebagai pembunuh juga. Semoga keberuntungannya yang selama ini selalu membuatnya selamat dari pengejaran tidak meninggalkannya
Isel buru-buru berdiri dan berlari kembali menapaki atas bangunan. Meluncur turun ke balkon salah satu rumah lalu bergerak ke atap rumah di sebelahnya. Masih untung hari ini tidak hujan jadi atap-atap ini cukup mudah dilalui. Gadis itu menghentikan langkah. Dia berdiri sejenak dan menarik napas sembari menatap bangunan yang lebih rendah. Matanya mengamati jalanan untuk mencari rute pelarian paling aman. Suara derap langkah laki masih terdengar. Isel bergerak mundur untuk mengambil ancang-ancang. Tubuhnya melompat ringan ke permukaan pagar salah satu rumah. Berguling pelan saat kakiku pertama kali menyentuh permukaan aspal. Namun, sepertinya kesialannya belumlah usai. Dia baru saja melangkahkan kaki keluar dari gang saat gerombolan bersenjata itu muncul. Isel memutar tubuh dan mencoba mencari rute lain. Sialnya dia hanya menemukan jalan buntu di ujung gang dan langkah kaki mereka terdengar semakin dekat.
Gadis itu terdiam. Kalau tidak bisa lolos maka hal yang bisa dilakukan hanyalah konfrontasi langsung. Hanya saja, pertarungan satu lawan satu saja menyulitkan, apalagi situasi sekarang bisa dipastikan satu lawan banyak. Uggh, andai saja pria menyebalkan tadi tidak muncul maka mungkin sekarang dirinya sudah berjalan pulang sambil bersiul. Semua ini terjadi gara-gara manusia menyebalkan itu, jadi kalau ada kesempatan untuk bertemu lagi maka dia akan mencabut bulu ketiaknya sampai botak.
Isel menarik napas, tidak banyak pilihan tersisa yang tersisa sekarang. Seharusnya dia membawa pistol atau mobil jadi semua ini tidak akan terjadi. Dia sama sekali tidak memiliki senjata apa pun yang cepat untuk membunuh lawan. Dia hanya punya pisau buah dan benda itu tidak akan mampu melawan pistol. Isel menatap ke segala arah, mencoba mencari apa pun yang bisa digunakan sebagai senjata. Hanya saja, tidak ada apa pun di tempat ini selain tong sampah dan tumpukan yang isinya entahlah. Apa pun itu, mati setelah berusaha mencari senjata lebih terhormat dibanding tidak melakukan sesuatu sama sekali. Isel bergerak mendekati tong sampah dan mulai mengais isinya. Namun, dia belum sempat menemukan apa pun kala seseorang beserta sorot cahaya berhenti tidak jauh dari posisinya sekarang.
"Oh, ada tikus kecil!" Orang itu langsung bersuara.
Isel bergerak mundur. Dia juga mendongak untuk mencari pilar atau cekungan di tembok agar membantunya memanjat. Hanya saja, dia tidak menemukan apa pun. Berbagai jenis sumpah serapah kini muncul di dalam benaknya. Huh, seharusnya otaknya berpikir sekarang bukan malah memikirkan kata-kata kotor. Terkadang Isel membenci pikirannya sendiri.
"Di belakangmu gang buntu, kamu mau mundur sampai mana?" tanya sosok itu lagi.
Isel meneguk ludah. Tidak ada pilihan lain sekarang, dia hanya harus maju dan menyelesaikan manusia ini secepatnya sebelum rekan-rekannya datang. Kalau sampai anggota gerombolan lain sampai di sini juga maka habislah sudah. Isel menghentikan langkah dan mengambil waist bag miliknya yang tersampir di bahu. Dia melilitkan selempangnya di pergelangan tangan dan mulai bergerak maju.
"Menyerah sajalah!" kata suara itu. Dia juga kini bergerak mendekat.
Pria itu memiringkan kepala hingga bunyi persendiannya terdengar sementara Isel mulai memasang kuda-kuda. Saat pria itu maju dengan satu tinju melayang di udara, Isel bergerak ke samping untuk menghindar. Pria itu tertawa pelan, sepertinya menikmati pertarungan yang baru saja dimulai ini. Namun, Isel tidak punya banyak waktu untuk perkelahian yang mungkin akan membawa nyawanya pergi dari badan. Gadis itu langsung melayangkan tendangan balasan dan mengenai pinggang pria itu. Sumpah serapah langsung menggema di udara.
Sejujurnya Isel tidak menyangka kalau tendangan spontan itu bisa membuat lawannya terhuyung. Namun, dia tidak membiarkan kelegaan membuatnya lengah. Selagi lawannya belum benar-benar menemukan kesempatan untuk berdiri, Isel merangsek ke depan. Dengan berpijak pada tong sampah, dia melompat dan memukul kepala pria itu. Isel belum berhenti, sekarang dia melancarkan tendangan ke perut pria itu. Pria itu tidak tinggal diam, dia juga membalas pukulan Isel. Satu dua pukulan sempat mengenai tubuh gadis itu, akan tetapi tidak cukup kuat hingga membuatnya roboh. Isel membalas dengan menendang punggung pria itu. Saat tubuh pria itu mulai jatuh, Isel langsung menindih punggungnya. Belum cukup sampai di situ, dia juga melilitkan selempang tas di lehernya. Tangan pria itu mengais tanah, akan tetapi Isel enggan melepaskan. Mungkin dia hanya perlu memastikan kalau pria itu kehilangan kesadaran.
"Dia akan mati kalau kau cekik sampai seperti itu."
Isel terkesiap lalu mencari arah datangnya suara. Suara itu sepertinya berasal dari sosok yang kini berdiri di atas atap. Dari suaranya mirip sekali dengan orang yang nyaris menembaknya di rumah Marquess Hastings.
"Bukan urusanmu!" sahutnya ketus.
"Kalau kau menang begini saja kan kurang seru, bagaimana kalau kupanggil teman-temannya?" katanya lagi.
"Apa?"
"Karena aku baik, kupanggilin ya!"
"Kau gila!"
"Mungkin, tapi enggak banyak kok. Sebagian besar masih waras." Pria itu menyahut sambil mengangkat sesuatu ke udara.
Jantungnya sepertinya pecah dan jatuh ke tanah bunyi pelatuk terdengar ditarik. Tidak lama setelahnya terdengar bunyi letupan senjata api. Seketika itu juga Isel langsung mengeluarkan semua sumpah serapah yang tadi sempat tertahan.
KAMU SEDANG MEMBACA
One : En Passant
FantasyBuku Satu Kabar burung menyebutkan kalau kerajaan Diliar memiliki komplotan bawah tanah bernama Khisfire. Ada yang bilang kalau Khisfire adalah komplotan pembunuh bayaran. Namun, tidak ada yang pernah bertemu Khisfire--lebih tepatnya tidak pernah a...