Gadis cantik itu duduk disalah satu bangku taman sambil memegang buku tebal tanpa membacanya, dia hanya memandang rumput hijau yang terhampar di sepanjang taman diselingi oleh semak dan tanaman bunga yang cantik, yang terkena sinar matahari sore,yang hampir tenggelam.
Angin sore membuat kerudung yang dipakai nya bergoyang. Gisel, begitulah gadis itu dipanggil. Dia berasal dari keluarga sederhana yang sangat menyayanginya.
"Gisel...." Panggil temannya dari belakang punggungnya, Gisel menoleh kebelakang, "Ah...Dien, ada apa?" tanyanya seraya kembali memandang hamparan hijau rumput taman, temannya mendesah pelan lalu kemudian tersenyum, dia menghampiri gisel dan duduk di sampingnya.
"Lo ngelamun lagi ya?" Tanya teman Gisel yang dipanggilnya Dien tersebut seraya melirik ke arah Gisel, Dien menghela napas "Jangan kebanyakan ngelamun deh, bosen gue setiap liat Lo sendirian Lo pasti lagi ngelamun" lanjut Dien.
"Kayak yang peduli banget aja ke gue" Gisel menjawab dengan nada bergurau, "Oooooh gitu to" Jawab Dien dengan logat Jawa nya yang kental, sambil berekspresi wajah jelek, yang membuat ke duanya tertawa. Sesederhana itu alasan mereka bisa tertawa di tengah konflik kehidupan masing-masing.
Gisel merupakan anak pertama dari dua bersaudara, dia memiliki adik laki-laki yang 4 tahun lebih muda darinya yang masih duduk di bangku SMP. Orang tuanya masih lengkap, ayahnya seorang pegawai di salah satu perusahaan besar, sedangkan ibunya memiliki usaha katering kecil-kecilan, Gisel bersekolah di SMA swasta dekat rumahnya, rumahnya ada di salah satu komplek perumahan, tidak terlalu besar dan tidak terlalu mewah. Namun, siapapun yang pernah mampir dan masuk kerumahnya, pasti akan bilang bahwa rumahnya sangat nyaman karena rumahnya tertata rapi, bersih dan teratur.
Seperti yang sudah dilihat sepertinya hidup Gisel akan semulus aspal jalanan Korea, tapi siapa sangka gadis dari keluarga baik-baik macam Gisel juga punya masalah- sebenarnya masalahnya tak separah masalah yang ada di negara kita ini, tapi tetap saja, menurut Gisel ini adalah masalah terbesar dalam hidupnya selama 17 tahun dia hidup.
"Gatau kenapa setiap gue dibiarin sendirian....pikiran gue serasa hilang dan badan gue serasa ada yang ngejalanin, dan itupun gue ga bakal sadar sebelum ada yang manggil atau megang gue" ujar Gisel yang juga bingung dengan kebiasaan nya yang sudah ada sejak dia kecil- sekarang sudah tak separah dulu, waktu Gisel masih SD dia bahkan melamun sambil berjalan menuju jembatan sungai dekat rumahnya yang dulu, yang berakhir dengan Omelan mamanya yang sudah kelimpungan mencari Gisel kecil. Dan menyuruh Hanyu-adik Gisel untuk selalu bersama kakaknya.
"Tanda-tanda nih berarti..." Dien menjentikkan jari di depan wajah Gisel yang membuat si empunya kaget, dan menaikkan alis seakan bertanya 'apa', "Tandanya Lo udah mau gila" jawab Dien asal yang langsung mendapat jitakan maut Gisel di kepalanya.
" Yaudah pulang yuk, dah mau Maghrib nih" ajak Gisel. Rumah Dien dan Gisel berada di komplek yang sama yaang artinya mereka bertetangga sejak Gisel pindah ketika ia masih SMP.
###
Halo readers!!!
Gimana? ini ceritaku yang pertama jadi maklum kalau masih banyak typo dan gak nyambung.
Oke mohon komen dan vote untuk cerita ini. Gratis kok😁Oke sekian dulu untuk pendahuluan, aku akan Publish part selanjutnya secepatnya. Terima kasih😉
Voment Juseyo!!!!
20 Juni 2020
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear July
Teen Fiction" kok gue bisa sebangku sama nih kadal Arab sih" Gisella Arkania Hannah " Jujur gue iri sama hidup lo" Julian Kamal Sagara Kisah Gisel si cewek aneh yang nggak sengaja terlibat dengan July laki-laki baik namun dengan wajah dingin dan kaku yang udah...