Prolog

24 0 0
                                    


Kita meluangkan waktu dengan bertemu disebuah cafe menghabiskan sisa-sisa waktu sebelum beristirahat sambil bercerita kejadian-kejadian hari ini yang mungkin ada yang membuatnya kesal,marah bahkan ada sedikit cerita senang didalamnya tapi cerita yang aku harapkan aku tunggu tidak pernah keluar dari mulutnya bahkan dalam cerita barunya. iya, aku menunggu cerita tentang kita hubungan kita yang dapat kamu deskirpsikan seperti apa kita ini, tapi kamu tidak pernah mau untuk membahasnya yang mungkin kamu sendiri sangat muak jika harus menjelaskan, tapi lagi-lagi aku harus menelan pil pahit yang lagi-lagi juga aku tidak dapat sesuatu yang ingin aku dapatkan yaitu kejelasan, aku memakluminya atas sikapnya seperti itu sebab dimasa lalu nya tersimpan luka dan patah sampai-sampai untuk membuka cerita baruya denganku sangat meragukan hatinya. Malam itu langit cukup terang dari biasaya ada bintang dan bulan yang menghiasi sisi langit dengan rintihan musik romansa yang membuat susana dalam cafe menjadi sangat tenang bagi setiap orang yang mendegarkan untuk melepas lelah dari seharian beraktivitas.

Belum ada obrolan yang keluar dari mulutnya sedari tadi dia sampai dicafe ini, aku memberanikan diri untuk membuka percakapan malam ini entah apa yang akan dia keluar dari mulutnya yang aku tanyakan ini.

"kenapa kok diam saja?" ya mungkin aku harus bertanya kondisi mengapa dia murung sedari tadi.

"aku?" jawabnya seakan ada orang lain lagi yang aku beri pertanyaan itu

"iya siapa lagi yang didepan ku saat ini, ya kamu ren"

"oh aku gapapa cuman sedikit cape karena seharian kuliah, rasanya badan sakit semua" mengeluh sambil memijat badannya yang dirasa ada pegal

"hmmm begitu, yasudah selesai dari sini jangan lupa buat minum obat juga langsung istirahat tidur"

"gak mandi dulu? Masa langsung tidur" timpal nya sambil tertawa

"iihh maksudku ya bersih-bersih dulu baru tidur jangan lupa juga baca doa" jawabku sambil sedikit kesal atas jawaban perhatian yang aku berikan

"iya iya aku tau kok" entah kenapa dia langsung memberikan senyuman tidak seperti tadi murung, senyuman yang sedari aku tunggu akhirnya muncul dalam wajah nya yang sedikit lelah Juga ada hal yang masih menganjal dihati ku ingin aku bertanya lagi tapi aku sangat takut untuk merusak senyum tadi itu, aku terus meyakinkan diriku agar bertanya sekali lagi dan tidak merusak suasana, aku mulai membuka obrolan ke dua dengan ragu-ragu

"ren boleh aku tanya sesuatu lagi?" tanyaku yang sungguh ragu

"iya tanya aja biasanya kamu yang selalu banyak tanya"

"pertanyaan ini sama kaya kemarin juga waktu itu" tanyaku lagi yang sungguh benar-benar takut kini memunggu jawabnya

"soal hubungan kita lagi" tegasnya

"hmm iya"

"aku males bahas soal ini udah berapa kali aku bilang aku males kalau bahas soal ini lagi"


"tapi sampai kapan aku nunggu jawaban itu yang kamu sendiri adalah jawaban dari pertanyaan ini apa susahnya untuk menjawab iya atau tidak dari mulut mu. Aku cape ren terus-terusan bentengkar dengan hati juga pikiran aku yang harus menebak jawaban sendiri atas pertanyaan yang aku buat padahal dari kamulah jawaban itu, aku sesak sendiri jika mengingat hubungan kita ini apa kamu terus memberi rasa nyaman sampai aku tidak rela jika kamu tingalkan, kenapa kamu beri rasa nyaman itu ren?kenapa? kenapa tidak bisa kamu jelaskan sendiri agar aku juga tau apa yang kamu rasakan terhadap aku, disini aku menjadi posisi paling egois yang menyimpan rasa berlebih yang menginginkan kamu juga merasakan hal yang sama juga menginginkan kepastian ini, tapi kenapa ren? Aku yang paling merasa sakit disini tanpa kamu pernah menyakiti aku?, iya benar aku sakit dan patah karena ekspetasi ku terhadap mu terlalu lebih menginginkan sampai-sampai aku jadi paling egosi disini. Aku menyesal kenapa mengizinkan kamu masuk dalam hidupku aku menyesal ren sungguh" aku memberikan jawaban yang tanpa aku sadari sudah dibawah kontrol emosi aku sendiri tanpa sadar air mata juga keluar menahan sesak yang sedari dulu aku tahan yang akhirnya bisa disampaikan walaupun sakit sekalipun, malam itu setelah aku menjelaskan rangkaian pertanyaan yang selama ini aku simpan lalu aku beranjak pergi meninggalkannya tanpa pamit ada rasa sesal,marah,kecewa menjadi satu kenapa aku menjadi wanita egois seperti ini?kenapa?ini bukanlah sosok aku tapi ini juga terjadi karena aku. suara-suara itu terus mengganggu suara-suara itu terus berprotes atas apa yang aku lakukan suara itu ada dipikiran ku sendiri yang terus berbunyi dalam pikiran yang menyuarakan suaranya mana yang benar mana yang salah terus beradu silih berganti dengan pernyataan-pernyataan baru sungguh aku lelah.

Malamitu langit berubah menjadi sendu seakan-akan mengerti atas perasaan hati ini,hujan terus menguyur seakan menggantikan air mata ku yang sedari tadi keluartanpa henti susana yang sangat mendukung untuk wanita egois sepertiku. Akhirnyaaku memutuskan untuk pergi dari kehidupannya biar perasaan itu hilang tohkehadiran ku dihidupnya tidak pernah masuk dalam daftar ceritanya aku pergikarena aku sadar tidak pernah memilikinya sejak awal.

Tak ada 'iya' 'tidak' dalam kataTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang