Happy membaca.
Selamat Reading!
***Baru saja turun, Seaniel sudah menemukan masalah pertamanya. Ia tidak bisa melompat ke dasar ngarai jika masih sayang dengan nyawanya. Ia menoleh ke belakang, memandangi stoples mereka yang transparan.
Larissa yang peka bergegas turun membawa tas rajutan dan ransel milik Seaniel. "Kau melupakan ranselmu. Ini!" katanya menyodorkan tas itu.
Seaniel menyengir lalu meloloskan tangannya pada ransel. Ia memandangi Larissa yang berkutat dengan tas rajutannya dan mengambil beberapa butir bijian. "Aku masih bisa bernapas dalam air. Aku juga tidak akan pergi lama."
"Ah benar, kau juga membutuhkan sebutir biji pemberian Laminad untuk berjaga-jaga." Ia mengeduk tasnya lagi dan menyerahkan biji untuk hidup dalam air kepada Seaniel. Lelaki itu memasukkannya dalam kantong kecil di dalam ransel. "Dan jika masih bertanya tentang tiga biji ini, kau bisa melihatnya sendiri." Larissa melempar biji itu ke batu karang tempat mereka berdiri. Dalam sekejap muncul tunas yang terus memanjang dan membesar. Akar-akarnya kokoh menancap melesak pada batuan itu dan berpilin membentuk tambang yang menuju dasar ngarai.
"Ini sihir."
"Bukan. Aku hanya melakukan beberapa percobaan mutasi genetik pada tanaman. Aku mendapatkan tanaman itu. Kau bisa turun menggunakan tambang itu atau tidak?"
Seaniel mengangguk cepat. "Bisa kok, bisa. Kau bisa kembali. Doakan aku dapat bertemu dengan Si Buruk Rupa tanpa lengan itu."
Anggukan Larissa menutup percakapan singkat mereka. Seaniel berbalik badan dan perlahan menggenggam tali tambang. Ia berusaha menginjakkan kaki pada pahatan tebing. Saat kepala Seaniel menghilang, Larissa kembali menuju stoples dan memikirkan rencana lain selagi Seaniel mengerjakan bagiannya.
"Jadi kita akan melakukan apa, Bear?" Larissa duduk di sofa, mengamati Bear yang tengah mencoret-coret kertas. Ia sedang membuat plot rencana agar tugas mereka bisa selesai dalam waktu kurang dari 13 hari lagi.
"Kita ke istana Zyan."
Jelas saja Larissa tidak setuju dengan ucapan Bear. Ia membulatkan matanya. Bagaimana bisa mereka akan ke sana setelah sebelumnya mereka berakhir di bangkai kapal tua. Lagipula, Zyan tidak ada di sana.
Larissa menggeleng tegas. "Tidak setuju."
Bear diam sejenak lalu menangkup pundak Larissa, menusuk sepasang mata miliknya. "Seaniel berjuang sendirian, lalu kita diam saja? Aku yakin di sana akan ada petunjuk, kita bisa menghubungkannya dengan apa yang bakal Sean dapatkan nanti. Percaya saja."
"Tapi Bear, kalau kita dalam bahaya?"
"Ada Seaniel yang bisa menolong kita."
"Kalau Seaniel juga dalam bahaya?" Larissa terus merenteti Bear dengan pertanyaannya yang sudah terlalu liar.
"Tidak akan," jawab Bear dengan yakin.
Larissa tampak menggigit bibirnya sambil berpikir. Mata empat milik Bear terus mengirim sinyal bahwa semua akan baik-baik saja. Gadis itu akhirnya memutuskan untuk mengangguk. Bear adalah pemimpin rombongan mereka, Larissa yakin Bear tidak akan gegabah saat mengambil keputusan. Dia pasti memikirkannya dengan matang.
"Bagus. Kalau misalnya kita gagal, ingat saja ini. Kita gagal karena memang kita tidak punya pilihan untuk menang. Langkah yang kita ambil adalah langkah terbaik. Oke Larissa?"
Gadis itu mengangguk samar dan tersenyum tipis. Sekali lagi, perkataan Bear benar.
***
Seaniel berjalan senormal mungkin. Ia menyusuri jalanan yang dilalui oleh banyak pejalan kaki, menuju salah satu stasiun bus yang ramai oleh remaja berseragam. Meskipun seragamnya berbeda, tetapi setidaknya ia tidak terlalu mencolok.
KAMU SEDANG MEMBACA
Edelia
FantasiHobear kehilangan keluarganya; Seaniel kehilangan keluarganya; Larissa kehilangan keluarganya. Tiga siswa terpilih untuk berburu bunga keabadian. Perjalanan yang mengungkap rahasia hilangnya keluarga mereka. Pertemuan dengan sosok aneh dan pembelaja...