Ta'ziran Perdanaku

24 3 0
                                    

Kisah seru? Hampir setiap hari bagi saya dipesantren sangatlah seru, karena kita berkumpul dengan orang dari berbagai latar belakang yang berbeda dan pasti membawa pengalaman dan karakter yang berbeda .

Namun diantara keseruan kami ada yang paling mengesankan bagi saya, salah satunya adalah ta'ziran. You knowlah masing-masing pesantren pasti mempunyai qonun atau peraturan guna menjaga ketertiban dalam pesantren. Ta'zir sendiri berarti 'ngapok'ake' atau membuat jera pelaku agar tidak mengulangi pelanggaran.

Ceritanya ketika saya masih dalam tingkatan jurmiyyah kamis sore bersama kakak tingkatan kami merencanakan untuk jalan-jalan sore ke pasar guna melepaskan penat setelah seminggu aktif mengikuti kegiatan mengaji. Jum'at adalah hari libur bagi santri, biasanya kami mengisi malam Jum'at setelah tahlilan bersama, khitobahan dan juga dengan dangdutan bersama. Dangdutan dengan menyanyi bersama di iringi kendang asli atau kendang pralon dan kecrek. Tidak ada peraturan tertulis mengenai kendangan di kamar namun terkadang keamanan merazia kegiatan ini dan menyita kendang yang ada. Balik lagi, sore itu kami jalan-jalan ke pasar lalu mampir ke toko Hasbuna serba ada milik Pak Kyai, sekedar melihat-lihat pakaian baru, kitab dan kami tertarik dengan rak roti yang tersedia dng berbagai varian.

Anang teman saya membisiki saya "suf, tuku roti tawar iku yuk, gawe tambahan es buah kanggo jaburan dangdutan mengko bengi!" (Suf, beli roti tawar itu yuk, buat tambahan bikin es buah dangdutan nanti malam!)

"Eh mana berani aku, kita kan dilarang beli disini kecuali kita dapet surat ijin keamanan!" Aku mengelak, karna dalam peraturan santri di larang beli sesuatu di pasar tanpa ijin.

"Kita beli aja, di pendopo(gerbang pondok) sekarang lagi gak ada yang jaga kok." Anang mulai membujukku.

"Bener juga sih" Aku mulai goyah, sekali-kali gpp ya pikirku.

Akhirnya kami sepakat membelinya, kami patungan 5ribuan. Roti telah di tenteng kami pulang. Dan tantangan berikutnya kami harus lolos melewati penjagaan di pendopo, karena disana biasanya telah stand by keamanan yang akan meraziaa setiap santri yang kedapatan menenteng sesuatu dari pasar. Dari kejauhan kami melihat banyak Bapak pengurus yang sedang duduk-duduk dipendopo, namun mereka bukan Bapak keamanan pondok, pikiran kami aman saja karena mereka biasanya kurang peduli dengan apa yang kami bawa, mungkin karna bukan kewenangan nya ya. Okelah kami melewatinya dengan tenang tanpa gerakan yang mencurigakan, namun baru beberapa langkah dari mereka ada seorang yang memanggil kami, duh sial, pasti akan di interogasi kita!

"Kang-kang! Sini! Bawa apa kalian?"

Kami balik badan, memeriksa memastikan suara panggilan tadi. " Hei kalian kesini!" Rada bentak dikit akhirnya kami pasrah menemuinya. Benar saja kami di cerca beberapa pertanyaan.

"Bawa apa kalian?!"

"Ini pak, bawa roti buat anak sakit." Alasan kami dibuat-buat begitu karna hanya anak sakit yang di ijinkan membeli makanan dipasar.

"Mana surat ijinnya!?" Kami sempat gelagapan dan akhirnya kami tidak bisa berkutik lagi, pasrah.

"Kresek ini bapak sita, tunggu surat panggilan sidang kalian!". Kami tunggu satu dua sampai tiga hari surat sidang itu tak kunjung datang dan kami sempat berfikir mungkin pihak keamanan telah lupa atau malah beliau kemarin lupa ngelaporin kita. Anggapan csaya ternyata salah, seminggu kemudian surat sidang itu datang. Namun ketika surat itu sampai di kamar saya, saya kebetulan lagi dluar, anang temen saya yang naik ke kantor duluan. Saya menyusulnya satu jam kemudian, saya naik ke kantor keamanan, masuk seraya mengucapkan salam. Wajah Orang-orang kantor tertuju ke saya dengan tatapan tajam, sempet gemetar sih.
"Eh kamu shofa ya! Tuh masuk susul temen kamu di ruang sidang!" Perintah keamanan. Saya nurut masuk ke ruang sidang, ruangan yang mirip dengan ruang interogasi detektif, ada meja triplek yang biasanya jika kami menjawab tak jujur maka bapak keamanan bakalan gebrak pake lonjoran bambu yang telah di jadikan mirip rotan.

Saya beruntung karena sesi interogasi itu telah selesai diwakili temen saya karna memang kingmaker nya dia , saya hanya ikut-ikutan saja. Tapi saya tetap kena hukuman juga, disuruh makan roti tawar itu sampai habis, berhubung saya datang telat tentu temen saya ini sudah melakukan hukuman tersebut, jadinya saya makan sisanya yang tinggal satu lembar dari total 10 lembar roti tawar. Nasib baik pikir saya, lalu saya makan roti itu, tapi baru gigit aja saya merasakan enegh bahkan sampai berasa mual. "Hoekss!" Umpat mulut saya. "Kenapa!!! Enak ya!?" Ledek keamanan yang ngawasin kita makan, saya nyengir kuda aja.
Sumpah, ini roti padahal roti tawar yang lumayan enak, ya seperti roti tawar pada umumnya sih, tapi yang gak umum kenapa rasanya begini banget sih, dan sesaat saya sadar dan ingat cerita senior saya bahwa jika kita melanggar beli makanan dipasar tanpa ijin maka makanan kita akan disita dan akan disuruh ngabisin makanan itu, gak peduli makanan itu sedikit atau banyak. Kebetulan yang kita bawa tergolong sedikit, kelihatan mampu dan enteng ngabisinnya namun keamanan tak kehabisan akal agar kita jera maka roti tadi di doakan khusus agar rasanya enegh , dan itu cukup berhasil membuat saya berasa mual, saya minta air minum meraka kasih saya botol kosong.
"Nih botol kamu isi air kolam wudhu sana, buat minum kamu!" Saya nurut aja, turun ke bawah ambil air di kolam wudhu, saya pikir inilah penawarnya karena kami percaya air yang telah digunakan orang sholeh itu berkah, sebelum di minum beliau menyuruh saya baca fatihah dan sholawat. Saya nurut dan hukuman itu selesai, kami boleh keluar dari ruang persidangan. Dan setelah hukuman itu terjadi ketika melihat roti jadi trauma, rasanya enegh banget lihatnya.
Mungkin inilah yang dimaksud Ta'zir yakni membuat jera pelanggar nya. Namun perasan itu tak berlangsur lama, hanya sesaat saja. Saya sekarang masih suka makan roti kok, tapi roti yang di bawa ortu sewaktu penjengukan bulanan jadi gak melanggar.

Saya sangat berterimakasih atas kedisiplinan pihak keamanan sehingga mampu menempa mental saya menjadi lebih baik dan bisa lebih ikhlas mentaati peraturan yang ada karena sebagai santri kita harus bersikap 'nderek dawuh Kyai' agar ilmu kita bermanfaat dan barokah.

Dalam akhir cerita kami sisipkan maqolah yang di ambil dari kitab Ta'lim Muta'alim menyatakan :

ﺍﻋﻠﻢ ﺃﻥ ﻃﺎﻟﺐ ﺍﻟﻌﻠﻢ ﻻ ﻳﻨﺎﻝ ﺍﻟﻌﻠﻢ ﻭﻻ ﻳﻨﺘﻔﻊ ﺑﻪ ﺇﻻ ﺑﺘﻌﻈﻴﻢ ﺍﻟﻌﻠﻢ ﻭﺃﻫﻠﻪ، ﻭﺗﻌﻈﻴﻢ ﺍﻷﺳﺘﺎﺫ ﻭﺗﻮﻗﻴﺮﻩ .

"Ketahuilah bahwa sesungguhnya santri tidak akan mendapatkan ilmunya, dan tidak bermanfaat ilmunya kecuali dengan menghormati ilmu, ahli ilmu dan guru/ kyai sertabersikap sopan terhadap gurunya."

Walhasil setiap santri yang melanggar harus ikhlas menerima ta'ziran apapun dari keamanan demi terciptanya kemaslahatan ilmu.

ﻭﺍﻟﻠﻪ ﺃﻋﻠﻢُ ﺑﺎﻟـﺼـﻮﺍﺏ

Salam, Shofanesia E.22a

🎉 Kamu telah selesai membaca My Story Of Ta'ziran Perdanaku Di Pesantren 🎉
My Story Of Ta'ziran Perdanaku Di PesantrenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang