° 18 °

163 38 5
                                    

Sudah hampir 3 bulan lamanya sejak Juna pertama kali datang ke arena. Laki-laki itu sudah layak di anggap sebagai pelanggan tetap, walau beberapa kali absen karena merasa bosan.

"Lo mau?" kali ini di meja itu hanya berisi Juna dan Gyan, entah kemana yang lainnya.

"Ga, tumben lo?" Juna balas bertanya.

"Ya pelampiasanlah biasa," Gyan mengedikkan bahu acuh.

Gyan menyalakan batang nikotin yang terselip di antara bibirnya itu. Selama ini laki-laki itu tidak pernah merokok, di meja itu biasanya hanya Ben yang sesekali merokok. Ya, meja itu bisa dibilang bersih dari wanita panggilan dan asap rokok sebenarnya, Ben juga merokok hanya saat di rasa ingin.

Terlihat sekali Gyan memang sedang memiliki pikiran, karena biasanya laki-laki itu akan menampakkan senyum manis bukannya bibir di tekuk ke bawah. Gerak-gerik gelisah pemuda itu tidak lepas dari netra Juna yang merasa risih.

"Mau cerita?" walau Juna bukan tipe pendengar, tapi itu lebih baik daripada ia risih melihat kegelisahan Gyan.

"Sulit Jun, numpuk dan tiba-tiba," Gyan menyentuh pelipisnya yang terasa pening.

Juna mengedikkan bahu, dia tidak berniat untuk memaksa. Toh memang niat ia dari awal hanya untuk menghentikkan gerakan gelisah laki-laki di sampingnya, bukan menjadi pendengar.

Gyan menghembuskan nafas kasar lalu tersenyum. Bodoh jika karena masalah kecil saja dia sudah kepikiran, ini bukan dirinya sama sekali. Bungkus rokok itu ia lempar ke meja setelah ia menghabiskan dua batang.

"Lo kenal mereka semua darimana?" Juna membuka percakapan.

Gyan mengangkat alisnya, laki-laki itu mengerti maksud dari kata 'mereka' yang Juna bicarakan. Hanya saja sangat jarang Juna berbicara duluan. Biasanya dia hanya bersuara jika ada yang mengajak berbicara.

"Kalo Chani ketebak lah ya dari acara bisnis, Lucas dari balapan motor terus berakhir gue kenalan sama Yuqi juga, Kevin kenal pas di bar lain, Minnie dari konser jadi kenal sama Bambam juga, dan Ben lo tau lah ya," Gyan menjawab dengan cengiran khasnya.

"Lo lebih dulu kenal Minnie daripada Bambam?" Juna awalnya mengira laki-laki itu kenal Bambam karena sedang jadi DJ di suatu tempat.

"Iya, Minnie itu pianist terkenal, yang gue maksud konser tuh konser piano," Juna mengangguk-angguk.

"Gue juga waktu itu nyamperin lo karena di suruh Minnie. Dia bilang katanya lo top player terkenal, ya gue manut aja, toh Minnie juga salah satu top player yang gue kenal. Cuma dia udah jarang judi aja," lanjut Gyan.

"Ohh," Juna menjawab Gyan seadanya.

Juna merasa sedikit ceroboh karena tidak benar-benar mencari latar belakang gadis yang biasa mengisi meja ini. Ia terlalu menganggap remeh, karena yang di dengarnya Gyan jarang bergaul dengan lawan jenis kecuali itu pacar temannya. Untung saja kali ini kesalahannya tidak fatal, mungkin jika ia seperti ini lagi akan merugikan bahkan membahayakan dirinya sendiri.

"By the way, lo deket sama Kara Jun?" Gyan sudah kembali ke dirinya semula, tersenyum ramah.

"Ngga, siapa dia," Juna menyahut cuek.

"Ohh, waktu itu gue liat orang yang mirip lo berdua soalnya di kafe," Gyan berucap tidak sadar dengan perubahan raut Juna yang menjadi tegang.

"Salah liat kali," Juna menjawab datar.

"Iya kali ya, gue juga cuma numpang lewat si," Gyan kembali berucap.

Juna baru berpikir, apakah dia memang sedekat itu dengan Shasha?

Bitter PunchTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang