⭐⭐⭐
"Ke—kevin?" Suara Rania terdengar gemetar, kakinya lemas sampai ia terjatuh ke lantai.
"Ran?" Renjun terkejut.
Terdapat guci berisi abu dengan label nama Kevin. Renjun lalu menghela napasnya. "Aku tahu, dia itu suka sama kamu. Maka itu, aku harus menyingkirkannya." jelasnya.
Rania histeris melihat seisi ruangan itu. Dia tidak kuat melihat itu semua, sangat mengerikan. Bayangkan saja, manusia-manusia yang dijadikan patung lilin dan abu. Dia tidak habis pikir bisa jatuh cinta dengan manusia keji seperti Renjun.
Renjun buru-buru membawa Rania keluar dari sana. Ia membantu Rania untuk duduk di sofa. Tubuhnya berkeringat. Renjun sedikit menyesal sudah mengajak perempuan itu ke dalam sana. Melihat Rania menangis begitu, seperti tidak asing.
Rasa itu lagi, rasa sakit menyerang kepalanya lagi. Namun kali ini bukan sekedar rasa sakit. Di kepalanya seperti muncul ingatan-ingatan samar. Seorang anak perempuan yang menangis karena takut pada darah.
Rania menyeka air matanya, kemudian dia melihat Renjun seperti menahan sakit. "Ren..."
Tidak lama, Renjun membuka kelopak matanya lebar-lebar.
⏪⏪⏪
Hidup sebagai yatim piatu adalah hal yang menyedihkan bagi setiap anak. Namun tidak ada yang Rania butuhkan lagi selain teman baiknya, Renjun.
Anak itu sibuk memberi makan kelincinya. Bunda Helena mengizinkan Rania memelihara kelinci, karena ia begitu suka dengan hewan berbulu itu. Rania tidak sadar bahwa ada Renjun di dekatnya.
"Baaaa!!!!" Anak laki-laki itu mengejutkannya.
Gadis itu sontak terkejut, sampai tidak sengaja mendorong tubuh Renjun amat keras. Tubuh kecil itu terjatuh dan membentur pohon.
"Ren!" Rania buru-buru menghampiri Renjun.
"Ren! Maafin Ran ya? Ran nggak tahu kalau itu Ren..." Rania menangis melihat siku Renjun yang berdarah. "Ren.. berdarah..." Rania menangis histeris.
"Aku nggak apa-apa," Renjun berusaha menenangkan Rania yang menangis semakin keras. "Ran jangan nangis lagi ya?"
"Ya ampun Renjun! Kamu nangisin Rania?" Bunda Helena datang dan memarahi Renjun.
"Bunda pernah bilang kan, jangan pernah buat perempuan menangis?!"
"Tapi, bunda—"
"Kamu harus merenung, setelah sadar kesalahan kamu baru boleh bermain lagi dengan Rania." Bunda Helena membawa Rania masuk ke dalam dan meninggalkan Renjun sendirian.
Rania ingin sekali bilang bahwa sesungguhnya itu bukan salah Renjun, tapi tangisannya tidak mau berhenti, membuatnya sulit sekali berbicara. Anak kecil memang sulit untuk menahan tangisannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bloody Fear | Renjun✔
Fanfiction❝Kenapa harus kamu, perempuan yang pernah berbagi rahim denganku❞ -Renjun. Ini tentang si pelukis berdarah. Yang punya sejuta misteri mengerikan dan masa lalu kelam. Usia ke-21 tahun, di mana seharusnya ia mati, justru dia bertemu dengan perempuan y...