07 | Bedanya Sama

5 1 2
                                    

Pagi yang cerah itu, benar-benar dimanfaatkan seseorang yang sudah berdiri menjulang di depan kelas, di depan papan tulis, di samping meja guru dan pintu.

Muni memandangi teman-temannya sejenak, para murid XI IPA 1 yang damai saja ketika tidak ada guru seperti ini. Mereka masuk dalam kelas unggulan, sikap adalah hal kedua setelah kepintaran yang akan dinilai, meskipun tidak semua menganggap itu sebuah prioritas.

Sekolah mereka akan merayakan hari jadi terhitung dua minggu dari sekarang, beberapa hari yang lalu secara tak terkecuali dari mereka membicarakan apa saja tentang itu secara tidak langsung, melalui daring. Apa yang akan diberikan dan ditampilkan.

Sebagai ketua kelas, Muni sangat bersyukur kebanyakan teman satu kelasnya ini tidak susah diajak bekerja sama. Menerima, memberikan saran terbaik, hal yang sangat dibutuhkan.

Tidak hadirnya Bu Hani yang selalu mendapat sorakan kecewa dari teman-temannya, kali ini dapat berubah menjadi sedikit berwarna. Sanggahan yang akan diterima, pendapat yang tak akan ada habisnya.

"Assalamualaikum, Teman!" Perempuan itu memulai dengan riang, sedikit berbeda dari biasanya. "Kita mulai sekarang ya rapatnya, hari ini kita bahas tentang tampilan yang lebih lanjut sama pembagian jualan kita buat bazar."

"Maksudnya pembagian itu siapa yang tanggung jawab atas satu makanan, dari beli bahan sampai makanan jadi dan siap di bawa ke sekolah," kata perempuan itu kemudian, menjawab kerutan di dahi teman-temannya.

"Mau mulai dari yang pembagian atau tampilan?"

"Pembagian dulu. Tampilan kan nggak semua ikut, jadi sambil nanti ngobrol buat tampilan, temen-temen lain bisa sambil mikir tentang pembagian yang mereka dapat." Aldo mengacungkan jari terlampau cepat, ucapannya tak terdengar ragu sama sekali.

"Oke, buat sekretaris dari tempatnya bisa sambil catat."

"Sesuai persetujuan, kita ambil dua makanan dan dua minuman. Rencananya, kelas kita akan dibagi beberapa kelompok, buat yang tanggung jawab sama kebab, sama takoyaki, sama es selarut dan es mambo, sama salad buah, dan stan," Muni mengucapkannya dengan sangat jelas.

"Buat tampilan, gue mempercayakan sama Aldo karena dia juga ikut tampil, sekadar informasi dan kita lanjut aja ke pembagian kelompok," katanya lagi. "Es mambo itu gratis, kok. Siapa yang beli bakal dapet, nanti mekanismenya diatur setiap berapa pembelian gratis berapa es mambo. Karena es selarut juga mudah bikinnya, jadinya disatuin."

Kemudian, kelas menjadi ramai, penuh dengan kasak-kusuk yang diciptakan entah darimana saja bagian di kelas ini. Membicarakan pembagian kelompok untuk tanggung jawab masing-masing orang, merasa keberatan padahal untuk kelas dan teman-temannya sendiri.

Perempuan yang duduk tegap di bangku paling belakang itu mengangkat tangannya. "Gue mau nyanggah dari kelompok kebab. Setelah menelisik isiannya yang banyak, proses yang dibutuhkan juga bakalan ribet dan nggak sebentar. Gue terlalu keberatan."

"Em, niat awal gue masukin Alya di kelompok kebab itu karena ibunya pernah bikin dan rasanya enak, kita bisa minta tolong buat bahan dan prosesnya. Pasti ada bagiannya sendiri, kalian tinggal bantu-bantu aja dan nyodorin kalau butuh sesuatu. Nanti kita bayar jasa ibunya Alya kalau udah selesai." Muni harus banyak bicara hari ini, menyebut perempuan bergigi gingsul di sebelah perempuan yang berbicara tadi.

Elisha tetap saja tak mau berhenti mengeluh. "Ya tapi gimana, kebab harus dipanggang dulu dan segala macem. Pasti susah."

Helaan napas kasar yang disengaja itu sudah memperlihatkan orang-orang di kelas ini kesal luar biasa.

"Karena kita tahu, kebab bikinnya susah tapi banyak dari kalian yang setuju. Makanya minta bantuan ibu Alya, lagian gue juga nggak yakin kita bisa bikin kebab sendiri tanpa bantuan orang yang ngerti dan bisa, ditambah nyerah dulu sebelum bertindak," Sakira berkata dari tempat duduknya, teramat sinis.

"Seharusnya yang paling enak dan mudah kelompok kebab, tinggal bantu-bantu dikit dan langsung bawa ke sekolah dengan keadaan jadi. Nggak kayak menu lain, bikinnya pakai proses dan usaha sendiri." Tidak tahu mengapa Sandi yang asal melakukan sesuatu itu ikut mengacungkan jempol, laki-laki yang senang menikmati keributan.

"Bukan gitu, Sa. Tapi muter-muter juga," elak Elisha untuk kesekian kali.

"Elisha, kalau cuma tentang susah, satu kelas ini juga susah di bagiannya masing-masing. Jadi, ya, bukan lo aja yang ngerasain." Ishaq, seseorang yang terbiasa menyimak itu sampai harus angkat bicara.

Muni melanjutkan rapat itu kembali, nada canggung yang terdengar banyak. "Yang lain? Kalau ada yang belum ngerti bisa dijelaskan."

Diulang lagi, saran yang diam-diam membuat Sherina kagum. Teman-temannya ini benar-benar kompak dan saling mengisi, meskipun kesehariannya hanya memikirkan tugas dan soal-soal.

Setelah disepakati, Muni membawa murid-murid kelas XI IPA 1 itu ke bahasan selanjutnya.

"Sesuai yang kemarin juga, kelas kita tampil band. Vokal, gitar, piano, dan drum." Tidak mau berlama-lama.

"Siapa aja yang tampil?"

"Vokal Airani, dipilih karena dia vokalis utama band sekolah. Gitar kan panitia menyediakan tiga slot, kita mengajukan Aldo sama Nehan karena meskipun nggak ditunjukkin mereka sebenarnya bisa, masih kurang satu lagi nanti dipikirkan. Piano diwakilkan sama Milan, dia beberapa kali menang lomba piano tingkat umum. Sementara drum, Sandi mau maju dan kita bisa percaya dia bisa. Masih ada waktu dua minggu, nama-nama tadi akan berusaha keras tampil paling baik buat kelasnya sendiri."

"Eh, terus yang pegang gitar satu lagi siapa?"

"Yang bisa deh, masih ada waktu dua minggu buat latihan," Sakira mudah menguasai dirinya sendiri, perempuan itu berucap dengan tenaga penuh mencatat apa saja yang dikatakan Muni.

"Woi ini Erin kan ada! Dia beneran bisa gitar dan suaranya nggak jelek-jelek amat! Dia sering update kan yang backgroundnya hitam! Itu dia sendiri yang nyanyi sama nggenjreng!" Fani tiba-tiba menyahut keras, perempuan yang jarang sekali ditemui dalam keadaan santai dan tidak menggebu.

"Beneran? Sherina aja deh daripada lama-lama." Elisha memastikan tanpa ada niat sama sekali.

"Bener! Kelas kita akan awesome kalau Sherina ikut tampil!" Fani masih sempat menyahut ketika Sherina memukuli perempuan itu tanpa ampun, tetapi, peduli pun tidak.

"Oke, jadi pas, ya. Sekalian ngelurusin, anak-anak yang tampil emang dikasih jatah sedikit buat bantu kelas. Mereka kan udah mewakilkan."

"Gue cuma minta kita yang kompak sampai acara ini selesai. Pak Aji asal terima jadi tapi orangnya nggak mikir dua kali buat kasih apresiasi. Setidaknya bangga kek," kata Aldo menyerbu sebelum Muni mengakhiri rapat pagi itu.

Sorakan teman-temannya yang terdengar kemudian, Milan hanya mendengus masa bodoh, berbanding terbalik dengan Airani yang duduk satu bangku bersamanya sudah menahan senyum dan sibuk bermain ponsel. Diva sekolah itu, entah membalas pesan dari siapa lagi.

*

Hai! Kompliziert update! 1028 kata semoga kalian tidak gumoh dan mual-mual!

Terimakasih sudah membaca dan memberikan tanggapan baik! Ketemu lagi hari Sabtu!

— June 21

#1 Kompliziert (✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang