prologue

136 11 10
                                    

Copyright ©️2020-present Khairi&Syifa

Terinspirasi dari sebuah lagu yang berjudul 'Daechwita'. Beberapa pemeran dan aksi diambil dari sejarah aslinya. Jika ada kesamaan tokoh dan setting, sekiranya kami hanya ingin menyelaraskan layaknya sebuah drama saeguk. Alur cerita dan konflik murni dari ide dua penulis. Harap menyikapinya dengan bijak.

Tertanda,

Penulis

•••

Joseon, 1392

Peperangan tak terelakkan. Semua prajurit berhamburan menyerang pasukan lawan. Begitu juga pria berbaju besi dengan kain berlambang kerajaan yang terikat di kepala, dia mengangkatkan pedangnya tanpa ragu dan menghunusnya ke pihak lawan tanpa belas kasih.

Yi Bang Won, Pangeran Besar Jeongan, putera kelima dari kerajaan Joseon. Saat ini ia ditugaskan untuk menumpas para pemberontak yang masih belum menerima atas kenaikan tahta ayahandanya.

SLASH!

Darah segar mengalir begitu Bangwon menarik pedangnya. Saat menoleh ke belakang, sudut bibirnya terangkat. Mereka seperti bersujud meminta ampun meski itu tanpa kepala.

"Aakh!" Bang Won mengerang kesakitan sambil menutupi mata kirinya.

Matanya tersayat. Meski tidak begitu dalam, tapi ini mengganggunya.

"Apa yang kau pikirkan, pangeran? Ingin menjadi putra mahkota? Kau pikir raja benar-benar memilihmu? Hahaha." Tawanya benar-benar membuat Bangwon berang.

Sialan! Mau mati saja masih sok ingin melawannya.

Ia menggenggam geram pedangnya yang belum kering, melayangkan kembali tepat ke wajah prajurit sialan itu. Menciptakan goresan yang sama, atau bahkan lebih. Bangwon menyayatnya dengan begitu dalam hingga kulitnya tampak terbelah.

Dan bola matanya, jangan ditanya. Bangwon berjalan membisikkan sesuatu, "Sepertinya akan lebih baik aku memberikan hadiah atas keberanianmu itu. Pasti keluargamu sangat senang, terutama putrimu."

Saat Gae In membuka suara, Bangwon langsung menebas kepala dan menendangnya. Bangwon kembali beraksi dengan pedangnya, menumpas lawan tanpa ampun. Hingga matanya bertemu dengan orang yang memulai semua ini, Gae In, si pengkhianat yang lucunya pernah menjadi teman akrabnya.

Mengingat masa-masa mereka yang menyenangkan tentu membuat pria ini semakin membenci dirinya sendiri. Benci karena kepercayaannya yang begitu mudah diambil dan dikhianati.

Tanpa buang waktu langsung saja ia mengejarnya dan menyerangnya habis-habisan. Tak cukup satu tusukan, Bangwon menancapnya beberapa kali.
Semua pasukan pemberontak habis dilahap oleh pedang pasukannya. Mereka lalu bersorak karena telah memenangkan peperangan. Bangwon tersenyum bangga atas dirinya. Dengan begini, tidak ada alasan bagi Raja untuk tidak mengangkatnya sebagai putera mahkota. Ia sudah terlalu mendukung.

"Lagi-lagi kau berhasil mendapatkan mereka, Yang Mulia Pangeran," kata seorang prajurit yang berdiri di sebelahnya.

Bangwon tersenyum, "Tentu saja. Kita harus merayakan kemenangan ini."

The Endless KingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang