CHAPTER 4

23 4 2
                                    

 Kicauan burung terdengar samar. Sinar mentari menyiram wajahku, sudah fajar. Aku masih terbaring di kasur, mengumpulkan nyawa untuk bangkit dan mengingat tentang kejadian tadi malam. Sepertinya aku tertidur di lantai, lalu ada cincin besar bercahaya yang melayang. Juga Vallen, kalau aku ingat–ingat lagi ada yang aneh dengan tangan Vallen.

 Tok...tok...tok...

 "Masuk" jawabku lemas. Vallen berdiri di ambang pintu dengan wajahnya yang lemas. Perban melilit tangannya dan ada goresan di mukanya. "Ada apa?"

 "Sarapan" ia langsung pergi tanpa suara langkah kaki.

●●●

Di meja hanya ada Nasi Goreng tadi malam yang di panaskan. Ibu juga tidak ada di kursi. Dan Vallen masih dengan wajah lemas.

 "Dimana ibu?" tanyaku. Vallen tidak menjawab. "Vall..."

 "Ibu...ibu sakit"

 "Sakit apa? Kenapa tidak beritahu aku?!"

 "Tidak" ia menyuap nasi gorengnya.

 "Ayolah, Val. Apa yang terjadi?" ia menghela nafas.

 "Saat kamu membuka portal menuju Hutan Kunang–kunang, kamu pingsan dan aku mencoba menutupnya tapi ada sesuatu yang mengganjal. Roh Bayangan mencoba menyerang kita, tapi untungnya aku bisa melindungimu. Dan pada akhirnya ia menyerang ibu habis–habisan. Roh itu mencari berlian ibu, tapi ia malah mendapat berlian mainan. Untungnya roh kelas bawah, jadi berlian ibu masih aman" jelasnya.

 "Berlian?"

 "Ibu memiliki tugas untuk menjaga berlian ajaib itu, jadi ia di sebut Sang Berlian. Dan banyak yang mengicarnya untuk kepentingan sendiri. Roh Bayangan adalah salah satunya, ia bergentayangan di Hutan Kunang–Kunang. Biasanya mereka berbuat jahat karena perjanjian"

 "Berlian ajaib, Roh Bayangan? Sihir? Jangan bercanda, Vall..."

 "Untuk apa aku bercanda?! Ibu sangat kritis! Dan kau hanya tergeletak tanpa sadar, tidak dapat diandalkan!" ia meninggikan nada suara. Hening sejenak.

 "Kalau semua itu benar, jelaskan semuanya! Kau dan ibu bersikap aneh akhir-akhir ini..."

 "Diam!" teriak Vallen. "Kau sangat merepotkan!" Ia bangkit dan kembali ke kamarnya.

●●●

Langkah pertama adalah mencari Eleana, lalu mengungkap semua rahasia yang di sembunyikan. Masalah ini tidak biasa dan tidak ada yang boleh macam–macam dengan keluargaku. Aku mengemasi barang yang aku perlukan dan bekal. Setelah barang–barang dan perbekalan, aku tidak menemukan pin bintang itu. Aku yakin aku meletakannya kembali di lemari.

Suara gaduh di kamar Vallen membuatku curiga. Aku berdiri di amabang pintu dan mengetuknya, tidak ada respon dan suara gaduh itu masih berlanjut. Dan aku mengetuk lagi, Vallen tidak mempedulikannya. Aku langsung membuka pintu, Vallen dengan tas selempang bersiap menuju hutan kunang–kunang pin bintangku.

"Vall...!" panggilku.

"Zen..." ia mengikuti nada bicaraku dengan tatapan datar.

"Kembalikan!" ia menggeleng. "Apa yang ingin kamu lakukan itu?"

"Memperbaiki keadaan!"

Aku merebut pin itu, "Kau tidak akan pergi tanpaku!"

Vallen mencoba meraihnya, dan mulailah perebutan dengan sedikit baku hantam. Pin itu masih di tanganku, hingga akhirnya terlepas dan jatuh ke lantai. Vallen refleks menginjaknya dan cincin portal terbuka. Kami berdua jatuh, dan perjalanan di mulai.

MARIONET [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang