16.Reality

345 47 9
                                    

Kenzo POV

Aku memasuki rumah, sambil mencoba mengusir butiran hujan yang masih menempel di jaket ku.

"Kau sudah pulang". Ucap marchel di bar kecil kami.

"Ya".

"Bagaimana harimu?".

"Tidak buruk".

"Rachel?".

Aku terdiam mendengar nama itu.

"Buruk pastinya". Tambah marchel.

"Maksudmu?".

"Kau tidak menjawab saat aku tanya dan hanya diam. Jadi aku hanya menyimpulkan". Ucapnya sambil mengunyah sandwich yang ia buat.

"Mandilah. Kutunggu di balkon, ada sedikit hal yang ingin ku sampaikan". Balas marchel.

"Ok".

"
"
"
Dibalkon, aku dan marchel duduk bersama. Ditemani kopi hitam yang wanginya menenangkan.

"Bagaimana hubunganku dengan rachel?". Tanya marchel.

Kutarik berat nafasku, lalu menghembuskannya perlahan.

"Rumit".

"Hahahha....kau tau, bukan kau saja yang menyimpan perasaan pada gadis manis itu".

Sejenak pandanganku terkunci pada marchel.

"Apa maksudmu?".

"😏, aku bohong jika mengatakan kalau aku tidak punya perasaan terhadapnya".

Sedetik tubuhku melemah, belum selesai aku menghapuskan andreas dari hidup rachel. Sekarang haruskah aku melawan kakakku untuk mendapatkannya?.

"Rachel gadis sederhana yang punya senyum yang manis, sikap peduli dan cueknya bisa membuat laki-laki penasaran padanya".

Marcel mengungkapkan itu sambil senyum-senyum.

"Dua tahun lalu, saat dia masih anak baru, dan aku menjadi panitia ospeknya, aku suka memandangi wajah jutek nya. Ia selalu di buli oleh panitia ospek, dan lucunya yang membulilah yang kena batunya. Dia gadis kuat yang lembut". Tambahnya.

"Dan kau ingin merebutnya dariku?". Ucapku dengan mata penuh kecemburuan. Harusnya aku yang lebih dahulu mengenal gadis itu.

"😊 aku tak sekuat kau ken, aku bahkan tidak mampu seperti kau".

Ucapan itu membuatku bingung.

"Apa maksudmu?".

"Kau tau, mencintai orang lain dari pihak musuhmu, sama saja membunuh kau atau dirinya secara perlahan".

"Aku tidak mengerti marchel".

"Kau tau mitos permusuhan Tunas Bangsa dengan Pembangunan?".

"Ya...karena seorang gadis bukan?".

"Ya...hanya saja, awal permusuhan itu tidak ada hubungannya dengan Tunas bangsa sama sekali".

"Apa? Bagaimana mungkin. Permusuhan ini tidak akan terjadi jika salah satu sekolah tidak ada hubungannya".

"Ini berkaitan dengan ku ken, itu alasan kenapa aku tidak membiarkan kau atau Tasya masuk ke sekolah Pembangunan".

Kepalaku pusing, aku bingung maksud Marchel.

Marchel menceritakan semua detail permusuhan itu dari awal. Dan ya... Sesungguhanya permusuhan ini bukan antar sekolah, melainkan perorangan. Antara Marchel dan Jhoni Aryan Wijaya. Kakak kandung Andreas.

PUNK LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang