Chapter 9 | Onerous

1.1K 205 31
                                    

Hari sabtu—tunggu, itu, kan besok. Bagaimana bisa waktunya berlalu sangat cepat seperti ini. Memangnya waktu tidak mau menetap lebih lama di hari ini, ya? Mengapa buru-buru sekali. Kepalang gila, sekalian saja gila. Youra tidak tahu harus bereaksi seperti apa lagi. Sudah uring-uringan kesana-kemari, tapi mengapa ia tidak bisa berhenti memikirkan mekanisme perputaran ingatan pada beberapa cuap yang sempat di lontarkan oleh pria itu. Sudah mengajaknya berkencan, mengajukan permintaan maaf dengan suaranya yang terdengar hangat, rasa kepedulian tinggi pada luka di bibirnya, lalu yang terakhir dia mengatakan bahwa dia ingin menyentuhnya. Menyentuhnya bagaimana? Youra hampir berpikiran kotor, tahu.  

Youra terus menggeram kesal, sembari mengigit selimutnya sendiri. Sudah hampir menjelang pertengahan malam, tapi kelopak matanya masih ingin terjaga dengan normal. Rasa kantuknya saja seperti di serap menghilang oleh purnama di luar sana. Ia juga sedang mendengarkan ratusan kali pengakuan yang janggal di dalam hatinya sendiri. Katanya, sih begini ... 

Aku menyukainya, aku memang menyukainya. Aku sangat menyukainya. 

Entah apakah hal tersebut bisa di katakan sebagai pengakuan karena ia jatuh cinta, atau sebenarnya itu hanya pengakuan dosa besar miliknya. Youra terus berusaha menciptakan tepisan gila pada pengakuan yang lebih mirip dosa besar itu. Namun, tetap saja nihil. Pengakuan menjengkelkannya malah terdengar seperti candu yang memaksa Youra untuk mengangguk dan menyetujui hal tersebut. Woah, luar biasa gila. 

Youra sejenak menghela napasnya sendiri setelah beradu argumen dengan pikirannya. Ia lantas tertegun, sembari memperhatikan langit-langit kamar. Bibirnya bergerak mencibir yakin. "Tidak, aku tidak menyukainya. Dia hanya sedang kesepian. Lagi pula, dia masih mencintai wanitanya itu. Dia berbohong akan segala ucapnya dan kencan esok. Aku yakin."

Tentu saja, Youra akan berusaha untuk membiarkan akal menguasainya saat ini hingga esok. Ingat, akal. Bukan hati. 

Sequoia

Oke, sekarang sabtu. Iya, ini benar-benar sabtu, tapi bisa-bisanya Youra memberanikan diri untuk tetap datang ke kampus. Namun, walaupun begitu, setidaknya Youra memutuskan untuk tidak menampakkan diri pada jam mata kuliah si dosen dengan seribu daya tarik mengerikan itu. Ya, mau bagaimana lagi, jika ia tidak membolos, maka ia akan kehabisan napas karena terlalu menahan diri, dan membiarkan jantungnya berdebar keras. Percuma juga jika ia tetap muncul, toh ia bukannya menerima serangan materi, yang ada ia malah mendapatkan serangan tidak manusiawi dari dosen sialan itu. 

Tapi, omong-omong ini sudah tiga jam terlewati. Berarti sudah sebegitu lamanya ia berada tertidur di atas kursi taman yang berada di sekitar halaman kampusnya, (setidaknya, di sini tempatnya lumayan strategis.) Ia berusaha mengabaikan pikirannya terhadap fakta tentang hari ini dengan cara terpejam, sembari mendengarkan alunan musik dari balik earphone kecilnya. Tetap tenang. Anggap saja tidak ada hal yang harus ia laksanakan. Harinya hanya seperti hari-hari biasa yang seringkali ia lewati dengan mudah.

Tapi, tunggu sebentar. Sudah tiga jam, kan? Ah, kelas tuan muda Min Yoongi itu seharusnya sudah selesai. Tanpa sadar, Youra melepaskan pejaman kedua matanya, dan berangsur mengejutkan dirinya sendiri. Tubuhnya bergerak menjauhi posisi ternyaman miliknya sedari tadi. Hingga, ia bergeming, menciptakan rencana busuk, tapi terdengar jauh lebih baik. 

"Ayo kita melarikan diri."

Youra lekas membenahi beberapa bendanya untuk dimasukkan ke dalam tas, seperti ponsel yang dengan sengaja ia matikan dan earphonenya. Ia tidak harus membangun sebuah peluang untuk pria itu. Intinya adalah ia tidak peduli lagi terhadap kecan, phobia, jatuh cinta, atau apa pun yang menjadi permasalahannya selama ini. Melarikan diri adalah pilihan terbaik dari segala pilihannya yang lain. 

(REVISI DULU) Sequoia || Min Yoongi Fanfiction ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang