O 6 ·

254 34 5
                                    

Nielwink short fanfic🍫

×××

Baru satu suapan lolos di tenggorok, Daniel sudah tersedak akibat celetukan sang ayah.

"Kamu belum bilang siapa yang akhirnya kamu pilih, Daniel."

Dengan brutal Daniel menepuk dadanya sendiri sembari terbatuk keras, sepertinya ada sedikit bumbu drama dalam aksi itu guna mengulur waktu menjawab. Oleh karena itu, baik sang ibu maupun sang ayah tidak sedikitpun berniat mengambilkan air untuk Daniel yang (sungguhan) tersedak.

"Papa tega, ga pake preambule dulu nanyanya."

"Tinggal jawab udah."

Daniel bersungut. Dirapikannya peralatan makan di sudut piring dan berdehem menetralkan suaranya.

"Iya, ada itu orangnya, udah ketemu."

"Jangan bilang yang malaikat barusan?" sela ibu Daniel antusias.

Membalas tak kalah semangat, Daniel mencondongkan badannya ke arah ibunya segera, "Bener! IQ Mama meningkat!"

Karena persendian ibu Daniel bagian bahu sering sakit, jadi beliau tidak bisa mengelus kepala anaknya itu saat ini. Akhirnya wanita penuh kesabaran itu hanya tersenyum simpul.

"Udah kamu kasi tahu dia?"

"Apanya ma?"

"Gobloknya jangan kumat dulu deh Niel."

Daniel nyengir tidak jelas, "Belum, aku mau pdkt-in dulu."

Dua orang tertua di ruang makan itu tidak bisa lebih heran lagi dari pada saat ini. Daniel dan segala pola pikirnya adalah sesuatu yang sangat sulit dipahami. Terlalu rumit dan panjang.

"Daniel, kamu bukan di umur untuk hal-hal seperti itu. Acara kemarin bukan untuk mencari pacar lagi, akan tetapi pasangan hidup. Kamu kalo terus-terusan kaya gini, waktu kamu akan terbuang sia-sia, Nak."

"Lo ga guna tau gak?! Kalo selamanya lo gini, waktu lo bakal terbuang sia-sia, Niel!"

"Maksud Papa? Yang Daniel lakukan ga berguna?"

Secepat cahaya, raut wajah Daniel total berubah. Pancaran matanya tak lagi ramah, rahangnya seperti terkunci dan kaku. Pandangan Daniel terkadang memang tajam, namun kali ini terasa menusuk. Bibirnya tiba-tiba bergetar selayaknya hendak melayangkan beberapa kalimat, tetapi selanjutnya Daniel menghela napas kasar.

Seumur-umur, ini kali pertama ayah dan ibu Daniel melihat sang anak marah. Keduanya sampai terdiam bingung.

"Maaf Pa, Ma. Daniel capek, tadi banyak kerjaan. Daniel pulang dulu."

Baik Nyonya Kang ataupun sang suami tidak bisa menghentikan langkah kaki terburu sang anak.

Tidak ada yang tahu.

Mengapa hati sulit disembuhkan.

Dan mengapa memaafkan begitu membebani.

×××

Penuh dramatis, Jihoon merentangkan tangan dan mendorong badannya sendiri ke belakang, tepatnya menghempaskan diri ke atas kasur milik Win. Sang pemilik kasur justru cekikikan tidak jelas di kursi belajarnya dengan kedua lutut sejajar tulang selangkanya.

"Tega,"

"Hah?" Win merespon walau posisi pandangannya tak berubah.

"Gue ada disini dan lo sibuk chat-an sama your sunshine," cibir Jihoon malas.

Win mengunci ponselnya dan memberi Jihoon atensi penuh, "Oh, lo cemburu? Utututu cayaaangg~"

"Dih geli anjir."

"Kalo ga mau geli jangan bacot makanya."

"Gue kan bosen, Winn," sungut Jihoon menghentakkan kedua kakinya di atas kasur. Posisinya terlentang seperti bintang laut dengan pandangan menerawang.

"Tidur lah kalo gitu."

"Secepat ini? Ajak gue marathon pilem apa kek."

Tidak ada yang menyahut ucapan Jihoon sebab Win melanjutkan kegiatannya yang tertunda. Jarang sekali kekasihnya punya waktu luang, tidak mungkin ia sia-siakan hanya untuk meladeni Park Jihoon yang tidak jelas.

Tiba-tiba Win menyeletuk, "Calon laki lo tadi siapa namanya?"

"Dia bukan calon suami gue plis!"

"Yaudah serah, ya dia itu pokonya, namanya siapa?"

"Kang Danielㅡbuat paan sih?"

Win diam. Matanya terfokus pada layar ponselnya yang bercahaya. Lama Jihoon terabaikan, hingga saat kedua mata Jihoon hendak menutup Win kembali bersuara, "Gue kenal, deh."

"H-hah?"

×××

frequency. ㅡnielwinkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang