Nielwink short fanfic🍫
×××
Daniel bosan.
Rasa-rasanya pekerjaannya tidak berkurang sama sekali padahal sudah ia kerjakan non-stop sejak lima jam lalu. Entah dirinya yang lamban atau memang tugasnya yang tidak habis-habis, ujung-ujungnya Daniel memutuskan untuk beristirahat sejenak. Punggungnya tegang dan jemarinya terasa kaku. Baru ia sadari, ia melewatkan sarapannya sehingga rasa lapar menggerogoti tubuh besarnya.
'Aku ingin muntah,' batinnya tidak enak. Perut Daniel mengeluarkan suara memalukan ditambah perutnya yang nyeri.
Saat ia melirik jam tangan, waktu telah menunjukkan hampir pukul satu tengah hari.
Ketika pada akhirnya Daniel hendak berdiri, seseorang kurang etika mendorong pintu kaca ruangannya tanpa hati. Pantat Daniel terjatuh ke kursi kembali dan wajahnya kentara terkejut.
"Lo belum makan, kan? Yok makan siang ama gue."
"Tangan lo dulu ga disekolahin ya anjing?"
Rupanya mulut Daniel juga tidak punya etika.
Namun siapa yang peduli hal formal begitu saat kau bersama sahabat sejak orokmu?
"Gak tau, kayanya guenya juga kaga sekolah dulu," jawab Sungjae tanpa tedeng aling-aling. Langkah kakinya mendekat ke meja kerja Daniel dan ia duduk disana dengan santai.
Pemilik ruangan bersedekap dan bersandar, "Lo tanpa akhlak gini masuk ruangan gue dan duduk di meja mahal gue, itu cuma buat ngajak gue makan?"
"Eh!" Sungjae berbalik memandang Daniel dengan tatapan garang. "Lo tuh harusnya bersyukur punya temen seㅡ se apa namanya, se.. itu.. sepengertian gue! Mana ada orang yang ngajak lo makan selain gue hah?" katanya nyolot.
"Oh."
"Bangsat."
"Yaudah, lo yang traktir,"
"Oalah jancok, emang ga ada akhlak banget lo."
"Jadi?"
Sungjae meloncat turun, merapikan asal kaos putih nyaris polos yang menutupi tubuh bagian atasnya. "Cus, kita makan di mekdi."
×××
Kalau kata Daniel, "Mekdi buntut lo mereng, ini namanya rumah makan nasi padang!"
Sepasang sahabat dengan otak lengser itu pergi mencari makan siang dengan sebuah pajero sport putih. Walaupun kesal, Daniel tetap memberikan petuah singkat pada Sungjae ketika pria muda itu keluar mobil.
"Gue dendeng rabu, awas lo pesen yang lain," ucapnya ketus sembari menggulir layar iPad-nya.
Sungjae mendengus, "Gue pesenin ayam bugil," balasnya terkikik dan segera berlari masuk ke restoran.
Yang bisa Daniel lakukan hanya berharap agar Sungjae tidak benar-benar memesan ayam putih itu.
Lama Daniel meneliti pesan-pesan yang masuk ke emailnya. Salah satu subject email menarik perhatian Daniel.
'Acara Bakti untuk Penderita Kanker'
Mulut Daniel terbuka dan kepalanya mengangguk-angguk paham. Ia ingat, Bang Wooseok, asisten(sementara) merangkap bodyguard pribadinya itu beberapa hari lalu pernah berkata jika ada undangan kunjungan ke sebuah rumah sakit umum provinsi. Sebelumnya, Daniel memang pernah memposting di media sosial mengenai keinginannya untuk melakukan acara penggalangan dana atau sejenisnya, hitung-hitung mempromosikan perusahaannya lebih luas lagi pada khalayak.
Tak butuh waktu lama, Daniel telah memahami keseluruhan isi email itu. Bertepatan dengan pemahamannya yang mencapai puncak, Daniel mendongak dan tak sengaja menangkap sesosok figur yang ia kenali. Sosok itu berjalan pelan keluar dari minimarket dengan tentengan di sebelah kanan yang tak terlihat berat.
Tanpa pikir panjang Daniel segera keluar mobil dan berlari kecil ke arah sosok berpakaian serba abu-abu tua itu.
"Park Jihoon!"
"Hah?"
Sosok itu berbalik. Wajahnya jelas bingung, namun sedetik kemudian ia menyipitkan mata dan kembali berjalan ke arah tujuan awalnya dengan angkuh.
"Saya manggil loh, ga sopan mengabaikan orang yang lebih tua dari kamu," seru Daniel beberapa langkah di belakang Jihoon.
"Mau apa sih?!"
Seiring dengan ucapan sarat kekesalan terlontar dari bibir Jihoon, tubuhnya berbalik tanpa aba-aba dan Daniel tak punya radar yang bisa memastikan aksi itu akan terjadi. Dada keduanya bertabrakan tanpa rencana dan satu-satunya gerakan refleks tubuh Daniel adalah melingkarkan tangannya di pinggang Jihoon.
Tidak kuat memang gaya dorong yang terjadi. Meskipun begitu, kekagetan yang dua insan itu rasakan lebih besar sehingga tubuh Daniel terdorong beberapa langkah dengan tubuh Jihoon di atasnya yang pasti menempelㅡkalau saja tidak ada kantong plastik di antara mereka.
"E-eh, ng-ngapain ini," ucap Jihoon terbata-bata. Bola matanya bergulir ke segala arah.
Daniel lebih tenang. Ia melepaskan rengkuhannyaㅡmeski setengah ikhlasㅡdan sedikit mencengkram lengan atas Jihoon untuk ia dorong.
"Kamu yang ngapain, bikin saya kaget tiba-tiba balik badan gitu."
Wajah Jihoon menampilkan ekspresi terketus yang ia miliki, "Makanya jangan jalan di belakang saya, salah sendiri lah."
"Berarti kalo jalan beriringan sama kamu boleh, ya?"
"YA SAMA AJA GA BOLEH!"
Daniel tergelak. Jihoon tampaknya tidak sadar pada keberadaan tangan Daniel, namun pegangan itu telah terlepas sejak beberapa detik lalu.
"Masih inget saya, 'kan?"
"Emang kenapa, sih? Gue liat dia orang kaya, ganteng juga, kok."
Jihoon melirik di balik bahu lebar di depannya. Turun dari pajero sport anjir, bapak gue aja udah setengah abad idup kaga kebeli itu mobil sampe sekarang, inner Jihoon serius. Beralih ke wajah bak pangeran di hadapannya, mayan juga sih ni orang, kalo memperbaiki keturunan sama dia untung juga, batin Jihoon tambah serius.
"E-EHH?!"
Sepertinya Jihoon menyadari sesuatu.
"Heh, kamu kebiasaan ya, ditanyain ga dijawab. Gimana, masih inget saya ga?"
Masih enggan, Jihoon menyahut, "Masih lah."
"Nah bagus. Saya kan jadi seneng."
"Apaan dih."
"Yang saya bilang tempo hari kamu ngerti kan?"
"Perasaan saya belum pernah ketemu orang rese seperti Anda."
"Balik lagi formalnya."
"Suka-suka saya dong."
"Saya doain beneran amnesia ya kamu. Sekalian sakit alzheimer."
"KANG DANIEEELL!"
×××
lil note; help, otakku buntu ngetik part 11 😔🙏🏻
KAMU SEDANG MEMBACA
frequency. ㅡnielwink
FanfictionZaman sekarang masih ada perjodohan lewat pesta dansa? Eh, bisa disebut perjodohan tidak, ya? an alternate universe. boyslove, bxb, yaoi!